Headline
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.
Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.
HARI itu Mona mengikuti lomba cerdas cermat matematika memperebutkan piala wali kota, mewakili sekolahnya. Mona anak terpandai di sekolahnya dan selalu berhasil mengikuti berbagai lomba sehingga selalu ditunjuk mengikuti berbagai kompetisi antarsekolah. Di tempat lomba, ia bertemu sahabatnya yang tak kalah pintar, Mila. “Ternyata kamu ikut lomba di sini juga, ya,” sapa Mona.
“Yap, aku mewakili sekolahku juga. Semoga kita berdua bisa menang walau bersaing, ya,” jawab Mila. “Tidak perlu bersaing, ini kekuatan persahabatan kita!” ujar Mona disambung tawa keduanya. Sebelum lomba dimulai, Mona dan Mila belajar bersama. Mereka juga bercanda sebagaimana layaknya sahabat. Saat lomba dimulai, Mila lebih unggul daripada Mona. Hasilnya, Mona kalah, dan Mila keluar sebagai pemenang.
Meski begitu, Mona tetap bersikap sportif dan sebagai sahabat yang baik, ia memberi selamat kepada Mila. Namun, sikap Mila sangat mengejutkan! Mila tak menggubris ucapan selamat dari Mona. Mila menjadi sombong karena kemenangannya. Mona heran sekaligus sedih melihat sikap sahabatnya itu. Ia merasa persahabatan mereka kini berakhir. Mona pun pulang dengan sedih, bukan karena kalah lomba, melainkan tentang sahabatnya.
***
Keeseokan harinya, di Minggu pagi yang cerah, ibu pamit kepada Mona untuk pergi ke pasar. Sebelumnya, ibu memberi Mona kantong plastik bening berisi nomor 1 dan cokelat berbentuk piala. Belum sempat Mona bertanya apa maksudnya, ibu sudah telanjur pergi. Mona pun hanya menghibur diri dengan menonton televisi. Lama-lama, ia bosan. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke luar rumah. Ia juga tidak tahu mau ke mana. Ia teringat kepada Mila sahabatnya itu.
“Ah, seandainya Mila tidak bersikap sombong seperti itu, hari ini aku pasti sudah main ke rumahnya,” pikir Mona sedih. Sambil membawa kantong yang diberi ibu tadi untuk berjaga-jaga kalau ia lapar, Mona mulai berjalan menyeberangi jalan. Mona berjalan di trotoar yang cukup sepi, hanya ada beberapa orang yang lalu lalang. Jalanan juga sepi, tidak banyak kendaraan melaju. Aneh, tidak seperti biasanya jalanan sepi meski hari libur.
Tibalah Mona di sebuah toko roti. Penjual toko roti itu menyapanya. “Hai, apakah kau Mona? Ada sesuatu untukmu!” Mona menjawab dengan bingung, ”Iya, saya Mona. Kok Bapak bisa kenal saya?” Mona balik bertanya. ”Itu tidak penting. Ini untukmu,” penjual roti itu memberikan sekantong roti. Setelah Mona amati, ternyata kantong itu persis seperti kantong
yang ibu berikan. Dan, plastik itu juga bernomor! Plastik itu bernomor 12, sedangkan kantong yang diberi ibu bernomor 1. Hmmm... 1 dan 12? Apa maksudnya?
Ternyata, roti di dalamnya berbentuk kucing. Mona jadi ingat saat dia juara lomba, ia dibelikan boneka kucing lucu. Hey, tunggu sebentar! Mungkin, kue ini pertanda sesuatu! Mona berpikir “Kalau dugaanku benar, pasti ada lagi!” Ia terus berjalan dan sampai di toko permen. Mona berniat untuk membeli permen, tapi penjualnya malah memberinya permen gratis dan kantong plastik lagi!
Ternyata, dugaan Mona benar. Tetapi, ia masih bingung ini untuk apa. Ia mengecek nomor dalam plastik itu, nomor 7 dan ada permen berbentuk medali di sampingnya. Ia tak menghiraukannya. Ia fokus pada tulisan yang ada di bawah plastik bertuliskan ‘pohon’. Ia melihat ke sekeliling dan menemukan sebuah pohon kecil. Ia mendekatinya dan menemukan kantong lagi! Kali ini, ada banyak nomor di situ, seperti nomor 0, 1, 2, dan 4. Tapi, juga ada kertas yang bertuliskan ‘Taman Cerry’. Mona tersenyum karena ia tahu harus ke mana. Mona lalu pergi ke taman. Taman itu adalah taman yang biasa ia kunjungi untuk bermain.
Mona dan Mila menamainya Taman Cerry karena di situ ada pohon cerry yang cantik. Mereka menyimpan kotak rahasia mereka di dalam lubang pohon cerry itu. Mona asyik membayangkan betapa senangnya bila ia bisa bermain dengan sahabatnya seperti dulu lagi. Saking asyiknya berkhayal, ia tak sadar bahwa dari bawah semak-semak yang ia amati, keluar beberapa orang tersayangnya. Ibu, Tante Irma mamanya Mila, dan tentunya Mila! “Selamat ulang tahun, Mona!” Mona terkejut.
Ternyata, mereka merencanakan ulang tahunnya. Mona sampai lupa dengan ulang tahunnya sendiri. “Oh, jadi yang ibu beri itu adalah lambang keberhasilanku?” tanya Mona. ”Iya, nomor satu itu adalah tanggal 1 Februari, waktu itu, kamu menang lomba untuk pertama kalinya dan mendapat piala pertama kamu. Kalau yang kedua, tentu kamu sudah tahu, itu waktu ibu belikan kamu boneka kucing karena kamu menang lomba renang. Lalu, medali itu adalah medali pertama kamu, kamu mendapatkannya tanggal 7 Oktober.
Dan terakhir tentang angkaangka itu, jika kamu susun dengan benar, maka akan menjadi....” Mona memotong ucapan ibu, “24, 12, 2004, tanggal ulang tahunku!” seru Mona kegirangan. Mereka tertawa bersama. “Sebenarnya ini semua adalah ide Mila. Angka-angka itu dibuat oleh Mila karena ia ingat kapan saja kamu memenangi perlombaan yang kalian ikuti,” kata ibu. Mona menatap ibu dan Tante Irma tak percaya. Tante Irma menganggukan kepala tanda mengiakan. Mila datang menghampiri Mona. Mona agak sedikit grogi karena masalah kemarin.
Akhirnya, Mila berterus terang, “Maafkan aku ya, kemarin aku terpaksa sombong agar kamu tidak curiga dengan kejutan kali ini. Melihat kamu sedih sekali, aku jadi merasa bersalah. Untung kejutannya berhasil.” Mona tersenyum lega, “Tak apa, sudah aku maafi n kok!” Mereka kemudian berpelukan dan melakukan salam persahabatan. Tos! (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved