Headline
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
FESTIVAL Pesona Raja Ampat 2016 menjadi muasal pelancongan kali ini. Perjalanan dari Jakarta melalui tiga kali ganti pesawat selama 12 jam, termasuk pesawat capung dengan kapasitas 11 orang. Lelah, tetapi terbayar oleh birunya laut yang menjadi latar Bandar Udara Marinda, Waisai. Eksplorasi kemudian dimulai dari Pantai Waisai Torang Cinta atau lebih dikenal Pantai WTC. Ratusan orang sibuk mempersiapkan festival yang didukung PT Freeport Indonesia.
Keesokan harinya, perayaan itu dimulai dengan aksi ratusan penari serta berbagai aktraksi kultur lainnya. Buat saya, perayaan terus berlanjut dengan perjalanan ke berbagai destinasi, ikon Raja Ampat yang selalu bergeliat dengan berbagai pembenahan yang beberapa diinisiasi masyarakat lokal.
Batu Pensil, sang pencuri
Pagi hari, saya bersama rombongan bergegas menuju dermaga untuk memulai perjalanan menuju gugusan pulaupulau yang memang menjadi daya tarik utama Raja Ampat. Minuman dan makanan dipersiapkan, berhubung perjalanan cukup panjang menggunakan speedboat. Selepas menempuh perjalanan laut sekitar 45 menit dari Dermaga Waisai, saya bersama dengan rombongan mulai diperlihatkan keindahan lapisan pulau dengan gundukan bebatuan yang menjulang dari balik laut.
Selintas, pemandangan yang begitu rupawan itu ibarat sedang bermimpi dan menyaksikan lukisan alam yang bisa dipandang mata telanjang. Tujuan kami pertama ialah Batu Pensil di Teluk Kabui. Batu yang cukup besar itu menjulang dari bawah laut bagaikan pensil. Air laut yang berwarna biru kehijauan dengan pantulan sinar matahari meciptakan panorama luar
biasa dari gugusan bebatuan yang tampak seperti labirin itu.
Begitu unik dan membuat mata tak bisa terlepas. Wajar saja, bentuknya sangat berbeda dengan batu atau gundukan pada umumnya yang berbentuk bulat atau oval. Batu pensil itu kerucut lancip dan menjulang ke langit. “Karena bentuknya yang unik, ada inisiatif dari warga lokal dan pemerintah menjaganya. Warga lokal pun membuat dermaga kecil dari kayu
agar wisatawan bisa menyaksikan langsung batu tersebut dari dekat,” tutur Frans yang merupakan warga lokal.
Pasir Timbul, sebening kaca
Perjalanan berlanjut ke Pasir Timbul. Istimewa karena wujudnya memang sebuah gundukan pasir yang akan timbul ketika laut surut. Menuju Pasir Timbul, kita akan dihadapkan keindahan laut dan bentang alam yang begitu luar biasa. Dari kejauhan saja, tiga warna air laut yang menjadi satu begitu memanjakan mata. Biru pekat, biru muda, dan kehijauan menjadi gradasi tiga warna yang menjadi satu dengan ditambah latar belakang pulaupulau.
Setibanya di Pasir Timbul pun sangat disarankan untuk turun sembari bermain air dan foto-foto di dalam air yang seperti sedang berada di kolam berenang. Begitu jernihnya sampai-sampai pasir putih yang ada di balik air laut pun sampai terlihat jelas dari kejauhan. Menurut pemandu wisata setempat, waktu yang tepat untuk mengunjungi Pasir Timbul ini adalah siang menjelang sore. Untuk waktu setelah itu sangat tidak disarankan karena air laut sudah pasang dan tentunya menghilangkan Pasir Timbul.
“Waktu yang tepat untuk datang kesini itu kisaran pukul 11.00 sampai pukul 16.00. Setelah itu, tidak disarankan karena pasir sudah tertutup air laut,” ungkap pemandu wisata setempat, Adhitya Dwi Samudra.
Pianemo, keindahan dari ketinggian
Ini dia yang ditunggu-tunggu, Pianemo sang ikon Raja Ampat, gugusan pulau-pulau kecil dengan pepohonan hijau di setiap pulaunya. Perpaduan air laut yang biru kehijauan semakin menambah cantik kawasan itu. Meski menempuh perjalanan yang cukup panjang, yakni sekitar 3 jam dari Pelabuhan Waisai, sesampainya di Pianemo tentunya akan langsung terbayar tuntas.
Apalagi jika sudah bisa mencapai spot utama untuk melihat keseluruhan pemandangan di Pianemo, sungguh luar biasa. Setibanya di kawasan Painemo, kita akan terlebih dahulu membayar tiket masuk yang dikelola masyarakat lokal. Setelah membayar, barulah kita akan diantarkan ke pulau di tengah gugusan Pulau Painemo. Tak hanya sampai di situ, setelah diantar ke pulau tersebut, kita terlebih dahulu diharuskan untuk berolahraga sejenak, yakni menaiki anak tangga yang jumlahnya hampir mencapai 300.
Namun, jangan menyerah dulu, karena tentunya Anda akan merasa sangat puas setelah melewati keseluruhan anak tangga. “Luar biasa indahnya. Enggak sia-sia kaki pegal naik tangga yang tinggi sekali,” ujar Ryan, salah satu turis lokal asal Kota Sorong. Setibanya di puncak pulau, pemandangan yang disuguhkan memang luar biasa. Ikon Raja Ampat yang biasa hanya bisa dilihat di internet, televisi, koran, atau majalah dapat disaksikan langsung dengan mata telanjang. “Indahnya keterlaluan, saya sampai enggak berenti foto,” ucap Ryan dengan begitu antusiasnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved