Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
SENYUM ramah para penerima tamu di balik meja resepsionis M Gallery The Phoenix Hotel Yogyakarta menyambut saya senja itu (28/8). Berbeda dengan hotel lain, saya tidak dibuat berdiri lama menunggu proses check-in dilakukan. Selepas menyerahkan kartu identitas, saya dipandu untuk melihat ‘lobby lounge museum’. Dari situlah lawatan sejarah pun dimulai. Ada banyak lemari antik yang dipajang, termasuk yang didapatkan dari keluarga keraton. Bagi yang tidak terlalu memahami silsilah keluarga keraton, tak perlu sungkan untuk menanyakan hal itu ketika diajak berkeliling.
Di sisi lain, ada juga perabot yang menunjukkan kekayaan tradisi Jawa. Seperti yang tertuang dalam ukiran di tiga meja dalam ruangan yang difungsikan laksana museum, ternyata ukiran ketiga meja tersebut menyambung, menceritakan kisah Ramayana. Hotel legendaris tersebut mulanya merupakan hunian pribadi. Dibangun pada 1918, rumah tersebut berkali-kali berpindah kepemilikan. Hingga pada 1930 rumah itu dijadikan hotel. Dalam kurun 1951-1987, hotel itu sempat dinamai Hotel Merdeka. Konon, Presiden pertama Indonesia Soekarno beserta wakilnya, M Hatta, menjadikan tempat itu kediaman mereka, sekaligus berkantor di sana.
In house tour selama 30 menit untuk memahami sejarah bangunan hotel, kultur setempat, dan barang antik seperti itu ditawarkan secara gratis kepada tamu. Ini terbilang cara menarik menyambut tamu hotel, yakni dengan pengenalan sejarah. Penantian proses check-in pun takkan terasa. Tiba-tiba saja ada petugas yang menghampiri lantas mengembalikan kartu identitas beserta kunci kamar. Benar-benar tawaran lain ketimbang hotel lainnya dan menjadikannya pengalaman tak terlupakan.
Burung keabadian
Maka, tidaklah mengherankan bila kebanyakan tamu hotel ini ialah warga negara asing dari Belanda dan Eropa lainnya. Umumnya mereka sengaja memilih tempat itu untuk napak tilas sejarah leluhur. Senada dengan sebagian besar hotel milik Imelda Sundoro yang kental dengan sentuhan tradisi Jawa, The Phoenix hotel pun demikian. Sesuai namanya, tersemat harapan agar hotel itu laksana burung keabadian, baik dari segi eksistensinya sebagai hotel maupun keabadian bangunan bersejarahnya. Meski mengalami renovasi besar untuk memperluas bangunan, bentuk aslinya tidak dihilangkan. Semua itu semakin indah dengan ornamen batik, wayang, gebyok, dan masih banyak lagi.
Saat menyusuri lorong-lorong hotel menuju kamar, ada banyak alat cap batik yang dijadikan pajangan. Kemudian di dalam kamar, kain batik dan motif batik tampak dominan. Kelebihan hotel ini juga pada lokasinya yang strategis di Jalan Sudirman No 9 Yogyakarta. Hotel yang dikelola Accor Hotels ini bisa ditempuh dengan 30 menit berkendara dari Bandara Internasional Adisucipto. Dari Stasiun Tugu, cukup 15 menit. Bagi yang suka berjalan kaki, bisa ke Monumen Tugu yang menjadi landmark Yogyakarta. Bahkan, bila memang diniatkan untuk menikmati jalanan Yogya, berjalan santai dari hotel menuju Jalan Malioboro dipastikan menyenangkan. Ah, suasana Yogya! (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved