Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
Saat mendengar akan ditugaskan kantor untuk meliput di Pulau Buton, saya langsung berpikir tentang aspal. Ya aspal, bahan untuk membuat jalan. Maklum, selama sekolah, Buton memang selalu disebut sebagai daerah penghasil aspal. Aspal memang begitu identik dengan Pulau Buton. Wajar saja, pulau dan juga kabupaten di Sulawesi Tenggara itu memang memiliki cadangan aspal yang mencapai 660 juta ton. Namun, Buton tidaklah hanya soal aspal. Banyak sekali potensi wisata di sana yang luar biasa.
Laut dan kehijauan
Potensi keindahan alamnya sungguh membuat jantung berdetak kencang. Ketika masih berada di udara, saya melihat Pulau Buton yang begitu memesona dari ketinggian ribuan kaki. Gundukan gunung, bukit, dataran tinggi, hingga laut menyatu. Memesona, tapi sepi dari pembicaraan para pelancong, sangat berbeda dengan tetangganya yang sudah dikenal hingga luar negeri, Wakatobi! Membandingkan Buton dan Wakatobi memang tepat. Wajar saja, jarak antara Buton dan Wakatobi sangat dekat. Bahkan, dari pantai di Buton wilayah tenggara, kepulauan Wakatobi bisa dilihat dengan mata telanjang. “Berbicara Buton memang selalu dibandingkan dengan Wakatobi karena lokasinya yang berdekatan. Wakatobi sudah begitu kuat dan identik dengan wisata pulau dan lautnya. Terus, mengapa Buton tidak mencoba mencari sektor wisata lainnya?” tutur Sekretaris Menteri Pariwisata, Ukus Kuswara, ketika mengunjungi Kabupaten Buton, Rabu (24/8). Setelah berkesempatan mengelilingi hampir sebagian Pulau Buton, saya melihat pesona alam yang begitu luar biasa. Birunya air laut berpadu langsung dengan dataran tinggi dan gunung-gunung. Jalan-jalan utama di Kabupaten Buton pun banyak yang membelah gunung dan laut menjadi panorama utama. Begitu indah, apalagi ketika matahari perlahan menyelam di antara langit. “Buton itu sangat lengkap. Semuanya ada, mulai laut, bukit, hingga gunung. Jadi, sangat luar biasa jika dikembangkan dan dijadikan destinasi wisata baru,” sambung Ukus.
Benteng terluas
Ketika saya sudah mendarat di Pulau Buton, pemandangan pertama yang akan saya lihat tentu saja Kota Bau-Bau, ibu kota Kabupaten Buton yang kaya sejarah. Jika ditilik jauh ke belakang, ketika negeri ini masih dijajah Belanda, wilayah Bau-Bau dan Pulau Buton merupakan jalur perdagangan dunia untuk menuju Ternate dan Tidore. Untuk melindungi wilayah Pulau Buton dari kedatangan orang asing, masyarakat membuat sebuah benteng yang kini lebih dikenal dengan nama Benteng Keraton Buton. Pembangunan benteng itu dilakukan mulai 1613 selama 10 tahun pada masa pemerintahan Sultan Buton VI.Pemandu di Benteng Keraton Buton, Laode M Adam Vatiq, menyebut material utama yang digunakan bukanlah batu, melainkan kayu nanas yang tahan serangga yang kemudian direkatkan dengan putih telur . Barulah benteng terus diperbaiki dan diperbesar hingga saat ini memiliki luas 22,8 hektare.“Oleh karena itu, di atas setiap bangunan di benteng selalu ada replika nanas,” tutur Adam, sapaan akrabnya. Bukan cuma kisah bahan pembuatnya yang istimewa, luas benteng itu terbilang fantastis, hingga masuk sebagai benteng terluas di dunia versi Muri dan Guinness Book of Record pada 2006. Di Benteng Keraton Buton terdapat 12 pintu dan 16 bastion atau lekukan untuk meriam yang di dalamnya masih terdapat pelur, setiap bastion dan pintu memiliki nama. “Memang masih ada pelurunya dan karena ini peninggalan sejarah, jadi kita biarkan,” jelas Adam. Di dalam benteng juga terdapat situs bersejarah Batu Popaua, tempat pengambilan sumpah Sultan, Masjid Agung, makam Raja terakhir Buton Sultan Murhum, dan tiang bendera yang berusia ratusan tahun.
Pantai putih
Saat berbicara Pulau Buton, pesona pantainya harus dibahas. Salah satu yang wajib didatangi ialah Pantai Koguna yang terletak di sebelah timur pulau ini. Jaraknya sekitar 100 kilometer dari Kota Bau-Bau atau sekitar 2 1/2 jam perjalanan. Jarak yang ditempuh tentunya terbayar tuntas ketika pertama kali saya menyaksikan hamparan pasir putihnya. Pantai Koguna mempunyai hamparan pasir putih yang membentang sepanjang sekitar 2 kilometer. Laut yang bersih dan biru semakin menambah daya keindahan alam yang dipadukan dengan pohon cemara yang mencuat di antara hamparan pasir putih. Tak sedikit warga lokal yang berdatangan untuk bersantai dan menyaksikan deru ombak sambil menikmati bekal. “Memang sering ke sini untuk sekadar bersantai bersama keluarga dan makan-makan di pinggir pantai. Anak-anak main di pantai. Kita yang sudah tua nyantai-nyantai saja sembari melihat matahari terbenam,” tutur Susanto, warga lokal asal Pasarwajo.
Udang terlarang
Pesona Koguna ternyata tak hanya sampai di situ. Di belakang pantai, terdapat Danau Udang Merah. Meski lokasinya tak jauh dari laut, danau ini mengandung air tawar, habitat ribuan udang merah. Namun, hewan itu tak boleh dijaring apalagi dimakan. “Iya udang merah ini memang tidak boleh ditangkap, apalagi dimakan. Banyak orang yang coba makan, lalu setelah makan, orang tersebut sakit dan harus disembuhkan orang di desa ini juga,” tutur Salahudin, salah satu warga lokal yang ada di lokasi tersebut. Lebih lanjut, Salahudin mengatakan udang merah ditemukan warga setempat pada 1971 dan diyakini merupakan jelmaan pasukan Kerajaan Buton yang dikutuk. “Namun, ada juga cerita dahulu ketika Raja Buton sedang melarikan diri sampai di Pantai Koguna, pasukannya kelaparan. Dengan kesaktian raja, udang-udang itu menjadi merah dan langsung dimakan,” katanya.
Hewan khas Sulawesi
Setelah saya asyik bermain dengan putihnya pasir dan birunya air laut di Pantai Koguna, tujuan saya berikutnya ialah Kawasan Hutan Lambusango. Hutang lindung seluas 65.000 ha itu memang sudah cukup tersohor di kalangan warga lokal, wisatawan asing, hingga peneliti dalam dan luar negeri.
Wajar saja, hutan yang membentang dan meliputi beberapa kecamatan di Kabupaten Buton itu mempunyai banyak hewan endemis dan langka. Salah satunya ialah burung julang sulawesi. Buton memang menyimpan banyak kisah, siap dieksplorasi dan disimak! (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved