Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
SOSOK lelaki bertubuh kurus muncul di tengah-tengah kegelapan. Ia duduk di atas kursi goyang dalam diam. Perlahan-lahan sang lelaki yang diperankan Jemek Supardi tersebut mulai menggerakkan tubuhnya. Ia menggeliat seperti hendak lepas dari posisi duduknya yang telah nyaman. Jemek kemudian berdiri. Dalam alunan musik etnik, ia melepas topeng yang dipakainya. Demikian sekelumit pertunjukan pantomim dengan judul Napas yang ditampilkan Jemek Supardi bersama sang putri, Kinanti Sekar, di Gedung Societet, Taman Budaya Yogyakarta, (1/9) malam.
Pentas malam itu terasa sangat emosional karena Jemek berkolaborasi dengan tarian yang dibawakan Sekar yang tengah mengandung. Pertunjukan tersebut memang sengaja dibuat sebagai perwujudan janji Jemek Supardi yang akan melepas segala atribut masa lalunya. Simbolisasi tersebut secara eksplisit dihadirkan saat sang aktor melepas topeng dan memotong kuncir rambutnya. Laiknya sebuah ritual, Jemek dan Sekar menampilkan ritual yang biasanya dilakukan di tempat-tempat suci, tapi malam itu ditampilkan di atas panggung. Ritual terasa lebih bisa dinikmati karena dikemas dalam kolaborasi pantomim, tari, musik, dan lantunan syair.
Ritual yang disajikan Jemek dan Sekar malam itu bertujuan menyambut hembusan napas cucu pertama Jemek di dunia. Oleh sebab itu, Jemek pun ingin mengucapkan rasa syukurnya dalam bentuk pementasan.“Bernapas merupakan nikmat dan karunia Tuhan yang tak ternilai lagi harganya. Mulai dari kita lahir sampai dengan detik ini, nikmat itu tak pernah lepas dari kehidupan kita. Sebagai makhluk ciptaan-Nya patutlah kita bersujud syukur atas nikmat dan karunia-Nya,” kata pria yang mengaku belajar pantomim secara autodidaktik dari lingkungan sekitar ini. Sementara itu, bagi Sekar, pertunjukan malam itu bukanlah pertunjukan biasa, melainkan sebuah ritual yang dibawa ke atas panggung. Ada pertemuan antara medium tradisional dan teknik pertunjukan modern. Sekar tampil dalam balutan kain jarik. Dengan kondisi kehamilan yang sudah besar, ia tetap mampu menari dengan anggun dan penuh penghayatan.
“Ini merupakan ungkapan syukur bapak saya. Dalam peristiwa kesenian ini, bagi saya, sangat menarik karena pantomim akhirnya berperan sebagai daya ungkap dari sebuah ritual kebersyukuran,” kata Sekar. Pertunjukan berdurasi 55 menit malam itu memang terlihat dibuat dengan sungguh-sungguh. Beberapa tokoh terkenal di bidang pertunjukan pun ikut membidangi pergelaran itu, seperti Jujuk Prabowo (salah seorang pendiri Teater Gandrik) sebagai sutradara dan Ong Hari Wahyu sebagai penata artistik. (Ardi Teristi Hardi/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved