Headline

Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.

Bazar Seni yang agak Berbeda

ABDILLAH M MARZUKI
11/9/2016 01:15
Bazar Seni yang agak Berbeda
(MI/ABDILLAH M MARZUQI)

LAIN dari sebiasanya bazar. Hampir selalu bazar diidentikkan dengan blok bersekat. Kali ini, bazar itu tidak ada ruang bersekat. Jika dalam bazar biasa­nya setiap ruang diberi pembatas untuk membedakan antar­penyewa. Saat itu, bazar itu tidak punya pembatas. Hanya penopang patung yang kukuh menopang. Tinggi sekitar satu meter, tak perlu mendongak untuk mengamatinya. Tak ada sekat yang membedakan dan memisahkan antarkarya ataupun pemilik karya. Bahkan karya satu orang seniman bisa jadi tidak berkumpul dalam satu titik, tetapi berjauhan. Terpisah dengan ruang yang ditempati karya seniman lain. Bazar yang tidak memakai pembatas. Bazar yang tidak ­mengaveling ruang berdasarkan identitas penyewa ruang-ruang tersekat. Itulah pameran Bazar Seni Patung 50 yang dihelat di Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 1-12 September 2016. Pameran itu dihelat Asosiasi Pematung Indonesia (API) Jakarta.

Pameran ini menghadirkan karya-karya terkini dari 10 pematung anggota API cabang Jakarta, yaitu Agoes Salim, Agus Widodo, Benny Ronald, Bernauli Puluagan, Budi L Tobing, Egi Sae, Franky D Nayoan, Hanung Mahadi, Philips Sambalao, dan Yani Sastranegara. Sebanyak 50 karya ditampilkan dalam pameran ini. Meski demikian, pameran ini bukanlah pameran yang berdiri sendiri. Menurut rencana, awal tahun depan, akan diselenggarakan lagi pameran. “Kegiatan ini merupakan titik pembuka dari event pameran besar API yang akan diadakan pada tahun 2017. Akan diikuti oleh seluruh anggota API Jakarta dengan mengundang beberapa anggota API Bandung, Jogja dan Sumatra Barat,” terang Ketua API Jakarta Budi L Tobing. Selain itu, pameran ini terasa isti­mewa. ‘Pameran API Jakarta kali ini berbeda dari pameran sebelumnya; boleh dikatakan berbeda dari biasanya, yaitu berupa bazaar yang dilakukan untuk pertama kalinya sejak API didirikan 7 Juli 2000’, begitu tulisan Arsono pada dinding sebelah pintu sebelum masuk ruang pamer.

Tajuk 50 juga bukan tanpa alasan. Kata itu melekat bersama dengan tajuk pameran. Ada 50 patung dari 10 seniman. Patung yang dipamerkan pun hampir seragam dalam ukuran, tak jauh dari 50 cm. “Sebenarnya kalau dari judul sih, karena kita punya 50 karya di dalam, kemudian ukurannya juga tidak jauh dari 50 (cm),” terang Ketua Pelaksana Egi Sae. Tajuk bazar juga mengisyaratkan bahwa karya tersebut boleh dikoleksi kolektor ataupun masyarakat pecinta seni. “Bertajuk Bazar Seni Patung 50, pameran kali ini membawa warna yang sedikit berbeda dari pameran-pameran sebelumnya. Tema bazar mengacu pada harap­an agar karya seni yang dipamerkan dapat lebih mudah dinikmati dan dikoleksi oleh masyarakat penikmat seni umumnya,” terang Ketua API Jakarta Budi L. Tobing.

Daftar mahar
Kata bazar yang identik dengan harga pun mendapati wadah dalam pameran ini. Setiap karya yang dipamerkan punya daftar mahar masing-masing. Hampir sama, acuan ukuran juga muncul dalam acuan harga. Karya seni patung dalam pa­meran ini punya nilai beragam dalam kategori harga. Harga paling rendah berada pada Rp1,7 juta, sedangkan paling tinggi mencapai nominal Rp25 juta. “Sebenarnya kita kasih limit dari Rp1 juta sampai Rp25 juta. Gak boleh lebih dari itu,” terang Egi. Lebih dari sekadar bazar, pa­meran ini juga menapaskan tradisi penjelajahan gagasan, teknik dan pemakaian material yang beragam. Termasuk penggunaan alam secara utuh maupun kombinasi eksternal, transendental, dan environmental. Pameran ini juga menyajikan karya-karya yang lebih beragam dari segi teknis dan tema. Bentuk-bentuk patung lebih eksplo­ratif yang dapat dinikmati baik se­bagai penunjang estetis ­ruang dalam (interior) dan ruang luar (eksterior) sebuah arsitektur. Demikian pula tema-tema yang disajikan sangat ­responsif terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat saat ini.

“Kalau kita lihat masing-masing. Setiap individu punya karakter. Di situ yang kita mau coba untuk kasih lihat,” lanjut Budi. Sebagai penutup, menarik untuk memperhatikan pernyataan Arsono. “Selama ini kita telah sering mengalami kebuntuan untuk meyakinkan orang-orang bahwa seni merupakan bagian dari hidup dan kehidupan. Seluruh dunia menghasilkan karya seni, maka seluruh dunia membutuhkan karya seni, karena seni dan berkesenian adalah bagian dari upaya manusia menjaga martabatnya.” (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya