MOTIF garis bergelombang monokrom layaknya kulit zebra itu dituangkan dalam beragam busana kasual. Mulai dari celana pendek, blus gaya kimono, terusan-terusan girly hingga rok sarung.
Itulah koleksi terbaru kolaborasi label Ohmmbybai dengan Cita Tenun Indonesia (CTI). Ohmmgybai merupakan label yang digawangi desainer Bai Soemarlono dan rekannya, Joe Lim.
Motif serupa kulit zebra itu nyata tenun ikat motif galaran atau yang dalam bahasa Jawa berartimotif serat kayu pohon atau yang juga terlihat seperti gelungan ombak dan kulit kuda zebra. Dengan kolaboras ini, kain-kain tenun untuk koleksi bertajuk Pelesir tersebut dibuat oleh perajin binaan CTI di Jawa Tengah.
"Galaran itu dari kata ‘galar’, artinya garis melengkung terputus-putus yang bisa ada di mana saja termasuk di serat kayu. Galaran itu salah satu motif Indonesia yang saya suka," kata Bai, saat konferensi pers peragaan busana Pelesir, Senin (29/5).
Lebih lanjut ia menjelaskan jika material tenun kemudian dipadukan dengan aksesn batik sama lurik, yang merupakan material yang telah lama menjadi fokus kerjanya. Totalnya, koleksi tersebut terdiri dari 100 potong busana dengan konsep unisex atau multigender. Meski bertajuk pelesir, busana-busana itu ada pula yang jug dapat dikerjakan untuk bekerja.
Motif galaran juga didesain secara kontemporer. Bai mengatakan bahwa konsep tersebut diangkat karena ia ingin mengajak anak-anak muda bangga memakai wastra Indonesia. "Sebenarnya (motif) galaran ini kita bikin karena bisa mengikuti perkembangan zaman. Jadi modern juga. Orang ngeliatnya ini kayak print padahal ini tenun ikat," papar Bai.
Pewarnaan Alami
Dalam kesempatan yang sama, pengurus Cita Tenun Indonesia, Dhanny Dahlan mengatakan bahwa warna abu-abu yang netral justru mudah untuk dipadupadankan dengan warna apa saja.
Menurut Joe, warna monokromatik memang menjadi identitas dari Ohmmbybai. Tidak hanya itu, warna monokrom sengaja dipilih untuk semakin menonjolkan motif galaran dan sesuai dengan ketersediaan pewarna alami. Bahan perwarna yang digunakan berasal dari proses fermentasi buah Jalawe atau bahasa latin Terminalia Bellirica.
Dhanny Dahlan melanjutkan jika pembinaan dengan teknik pewarnaan alam pada daerah Jawa Tengah dilaksanakan CTI pada rentang 2015-2016 bekerja sama dengan Hivos. Hivos adalah NGO (Non Governmental Organization) Belanda yang menggiatkan berbagai isu kemanusiaan.
Sejauh ini, CTI membina perajin tenun di 20 sentra, termasuk Jawa Tengah. Selain diberikan kelas ilmiah dengan tenaga ahli dari berbagai bidang selama setahun penuh, CTI juga membantu pemasaran hasil karya dari para perajin agar para perajin terus berkelanjutan dalam berkarya.
Bai menambahkan bahwa proses pembuatan busana tenun ikat motif galaran tersebut dibutuhkan waktu sekitar enam bulan. "Kita harusnya sudah produksi lagi. Cuma bikin tenun ikat sebulan aja gak bisa dapet 20 meter ya. Jadi (untuk 20 meter) bisa lebih dari dua bulan," ungkapnya.
Harga koleksi itu berkisar antara Rp2 juta sampai Rp5 juta. Menurut Bai, harga tersebut masih wajar untuk sebuah karya hasil tangan (handmade) dan tenunan tangan dengan proses pengerjaannya yang tidak mudah. (M-1)