Sabtu 01 April 2023, 08:25 WIB

Memahami Kesucian Alam lewat Mitos dan Logos

Ardi Teristi Hadi | Weekend
Memahami Kesucian Alam lewat Mitos dan Logos

Dok. Mizan PT Mizan Pustaka
Cover buku Sacred Nature: Bagaimana Memulihkan Keakraban dengan Alam.

 

ALAM tidak dipandang semata-mata sebagai objek. Selama beratus atau beribu tahun, manusia telah memiliki pandangan tentang alam. Penulis Karen Armstrong kini berupaya memaparkan pandangan tentang cara memahami alam lewat berbagai tradisi mitos dan logis yang ada di dunia ini.

Dalam peluncuran sekaligus bedah buku terbaru Armstrong, Sacred Nature, yang diadakan di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Rabu (15/3), Prof Emanuel Gerrit Singgih, Guru Besar Teologi UKDW menyampaikan kesannya setelah membaca buku tersebut secara keseluruhan, Armstrong tampak ingin memaparkan bahwa alam ialah Ilahi atau minimal alam dekat dengan yang Ilahi, dengan menyebutnya sakral. Pandangan itu dinarasikan atas Mitos dan Logos dalam memandang alam.

Armstrong menyampaikan pandangan Barat modern dan religius, yang berlandaskan atas logos, menganggap alam tidak sebagai Ilahi. Bahkan, alam tidak ada hubungan dengan yang Ilahi, semata-mata benda objek.

Di saat bersamaan, Barat menganggap logos lebih unggul daripada mitos. Mereka juga mempertentangkan mitos dengan logos. "Padahal, menurut Armstrong, Mitos dan Logos tidak bertentangan, tetapi saling melengkapi," kata Prof Gerrit.

Armstrong menganjurkan agar orang-orang di Barat mengubah sikap dengan kembali menghargai mitos dan kembali menghubungkan alam dengan yang Ilahi. Sikap tersebut diyakininya akan membuat mereka lebih dekat dengan alam sehingga kemudian akan lebih baik pula dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang kini telah menjadi fenomena global.

Dalam pandangan pribadi Prof Gerrit, ia menganjurkan pemahaman baru terhadap alam, yaitu alam berhubungan erat dengan yang Ilahi. Buku Armstrong yang berjudul Sacred Nature pun sejalan dengan pandangan pribadinya tersebut.

Ia menyambut baik penerjemahan buku Sacred Nature sebagai kritik atas mereka yang mengagung-agungkan wawasan Barat. Pasalnya, kebanyakan dari mereka yang berpendidikan akademis sering kali sangat menghargai dan optimistis mengenai wawasan Barat. Tidak jarang wawasan Barat yang berdasarkan logos itulah yang dianggap lebih kooperatif dalam memandang hubungan kita dengan alam.

Padahal, warisan nenek moyang di Indonesia justru banyak berdasarkan mitos. "Itulah ironinya dunia pendidikan tinggi di Indonesia," kata dia.

Belajar dari Armstrong, lanjut dia, bisa membantu kita, minimal, membuat keseimbangan antara logos dan mitos.

 

Panteisme

Kritiknya atas buku Armstrong ialah tiadanya rujukan terkait dengan panteisme dalam buku tersebut.

Penjelasan Armstrong terkait dengan sakralitas alam pada Bab 2 sebenarnya dapat digolongkan kepada panteisme.

Ketika membahas Qi dari pemikiran Konfusianisme, Qi bukanlah Tuhan atau wujud apa pun, melainkan energi yang meliputi seluruh kehidupan. Secara harmonis, ia mempertautkan hubungan hewan, manusia, dan yang Ilahi.

Menurut dia, pemahaman yang diberikan Armstrong mengenai alam ialah seperti yang dinamakan panteisme. Namun, Armstrong memang tidak eksplisit menyebut Panteisme karena menurut pemikirannya, panteisme mengalami peyorasi dalam wawasan pemikiran teologi Barat. Ada yang mengecam panteisme karena menganggap panteisme sebagai keinginan manusia sebagai ciptaan untuk menjadi sama dengan Sang Pencipta.

Di dunia kristiani pada masa kini, melihat dampak ekologi yang hebat, orang mendialogkan tradisi agama lokal yang berangkat dari mistis dengan tradisi agama Ibrahimiah yang berangkat dari logos. Dalam gerakan Oikumene, ada pemahaman tentang pengakuan imanensi yang Ilahi dalam alam dan ada pemahaman yang Ilahi tidak identik dengan alam atau tetap transenden.

Tidak adanya rujukan tentang panteisme, dugaan dia, merupakan strategi Armstrong supaya pandangannya dapat dibaca tanpa kecurigaan. Setelah pembaca senang dengan membaca buku itu, pandangan tentang panteisme bisa berubah.

Ia juga mengkitik tentang tradisi kristiani dituliskan paling sedikit dalam rangka meningkatkan kesakralan alam. Uraian tentang kesakralan alam di bab 2 lebih didominasi Konfusianisme, Hinduisme, dan Zen.

"Baru di bab 3 mengenai Keputusan Alam dibahas sedikit tentang Perjanjian Lama, tentang Nabi Elia yang menyadari bahwa yang Ilah tidak ada dalam angin, gempa, dan api, tetapi ada dalam bunyi angin sepoi-sepoi basah," kata dia.

Padahal, menurutnya, Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru banyak membahas tentang kesakralan alam. Namun, hal itu tidak diulas dalam Sacred Nature.

Prof Gerrit juga menyebut buku Sacred Nature meingatkannya pada buku Etika Bumi Baru yang ditulis Robert P Borrong. Buku itu mengasalkan kerusakan ekologis pada keserakahan manusia. Pembahasan tentang tema-tema etis dalam Sacred Nature mau tidak mau membuat pembaca juga membayangkan tentang anthroposentrisme. Manusia harus membarui etikanya, barulah Bumi selamat.

MI/Duta

 

Antisains modern

Bagi Zainal Abidin Bagir, Ketua Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, penerjemah buku Sacred Nature ke bahasa Indonesia sudah melakukan pekerjaannya dengan baik. "Rasanya (ketika membaca buku Sacred Nature) sudah tidak seperti membaca buku terjemahan," kata dia.

Zainal menyebut, yang menarik dari Sacred Nature ialah pendekatan Armstrong dalam membedah tema yang disampaikan dalam buku tersebut, yaitu selalu menggunakan pendekatan sejarah. "Pendekatan yang digunakan sangat menjanjikan dan memberikan kekayaan (pendekatan tentang hal yang dibahas) yang baru," kata dia.

Pendekatan yang digunakan Armstrong mengingatkannya pada sosok penulis Seyyed Hossein Nasr yang banyak menulis buku sejak 1960-an. Ia tidak hanya melihat tradisi Islam, tetapi tradisi-tradisi yang lain yang disebutnya Filsafat Perenial dengan pendekatan filsafat metafisika secara konvergen.

Dalam buku Sacred Nature, ia menyebut hal menarik yang dilakukan Armstrong ialah melihat berbagai tradisi masyarakat adat dalam memandang alam. Walau tidak banyak masyarakat adat yang disampaikan, Armstrong sempat bercerita mengenai Antropolog David Abram yang melakukan kajian etnografi di Nepal dan Indonesia. David tidak hanya memahami cara masyarakat memandang alam, tetapi juga bertransformasi diri dalam memandang alam.

Zainal mengemukakan, bab satu dalam Sacred Nature menjadi basis yang sangat penting dalam buku ini membahas secara kontras tentang mitos dengan logos. "Dia (Armstrong) ketika melihat logos, melihat munculnya sains modern," kata dia.

Banyak orang memandang sains modern sebagai satu-satunya bentuk pengetahuan alam yang benar. Padahal, sains modern hanya salah satu bagian dari periode sejarah. Sebelum dan sesudah itu, ada modus pengetahuan lain yang disingkirkan sains modern, yang seharusnya bisa komplementer.

"Sains modern mendeskripsikan alam secara akurat dan teknis dengan tujuan bisa mengontrol serta mengambil manfaat, sedangkan tujuan mitos bukan itu," kata dia. Tujuan mitos adalah memberikan pemahaman yang jauh lebih dalam, yang lantas mewujud dalam sikap, etika, dan perbuatan.

Untuk tujuan tersebut, mitos lebih efektif dalam jangka panjang. “Jadi ketika sains modern mengatakan saya lebih unggul, itu harus dilupakan. Itu merupakan peristiwa kekerasan, memaksakan tujuan sains modern ke mitos dan kemudian mitos dianggap tidak laku, tidak bermanfaat karena tidak bisa memenuhi tujuan sains modern. Padahal, mitos sebetulnya adalah sebuah cara untuk mendapatkan kebenaran juga. Bukan sekadar cerita keliru tentang masa lalu.”

Di sisi lain, ia menilai, dengan cara Armstrong mengkritisi sains modern dalam Sacred Nature, buku itu rawan menimbulkan kesan antisains modern. Padahal, dalam perkembangannya, sains modern saat ini sudah berbeda dengan sains modern pada beberapa dekade lalu.

Misalnya, dalam dunia pertanian. Pertanian modern era ‘revolusi hijau’ telah merusak tanah hingga sumber air dengan luar biasa lewat penggunaan berbagai zat kimia untuk mendorong produksi. Walakin, belakangan ini, petani sadar untuk menerapkan praktik pertanian yang lebih beretika dalam memperlakukan alam, seperti yang dilakukan masyarakat adat, tetapi dengan landasan ilmiah.

Buku Sacred Nature dinilai mencoba ingin membangkitkan lagi mitos-mitos agar bisa mentransformasi diri kita dalam memandang dan bersikap terhadap alam. Mitos-mitos, cerita yang bertujuan menyampaikan sesuatu, pun ada dalam ajaran berbagai agama.

Zainal menggarisbawahi, Sacred Nature bukan mencoba membandingkan agama ataupun tradisi. Buku itu diibaratkan seperti batu bata-batu bata yang disusun untuk membuat sesuatu bangunan. "Ia menggunakan sumber-sumber yang ada untuk membantu kita memahami isu-isu tertentu.”

Bagi pembaca karya Armstrong untuk pertama kalinya, ada baiknya juga mengenal lebih dalam tentang perjalanan spiritual Armstrong. Dalam sebuah wawancara, Armstrong pernah menyatakan dirinya seorang freelance monotheism. Namun, dalam wawancara di masa lain, Armstrong juga pernah menyampaikan pernyataan itu tidak lagi tepat karena dirinya sudah bertemu dengan berbagai tradisi spiritual yang ada di dunia ini.

Buku itu berisi 10 bab, yaitu Mitos dan Logos, Alam yang Sakral, Kekudusan Alam, Dunia Kita yang Retak, Pengurbanan, Kenosis, Rasa Syukur, Kaidah Emas, Ahimsa, dan Lingkaran-Lingkaran Konsentris. Kedua pembedah pun berkesimpulan, diskusi kali ini tidak cukup untuk memaparkan pemikiran Armstrong dalam Sacred Nature sehingga perlu membaca sendiri buku tersebut.

“Pada akhirnya, kita kini tengah membahas sesuatu yang niatnya lebih dalam dari sekadar memberi kita pengetahuan. Kita diajak untuk melihat keindahan tradisi di sana-sini, dan di ujungnya, kita diajak melihat apa yang bisa kita pelajari dan lakukan,” pungkas Zainal di akhir sesinya.

BIOBUKU

Judul: Sacred Nature: Bagaimana Memulihkan Keakraban dengan Alam
Edisi Bahasa Inggris: Sacred Nature. How We Can Recover Our Bond with the Natura
Penulis: Karen Armstrong
Penerjemah: Yuliani Liputo
Penerbit: Mizan PT Mizan Pustaka
Cetakan I, Februari 2023

 

 

 

 

Baca Juga

Dok CD Projekt Red

Serial Gim The Witcher Terlaris Sepanjang Masa

👤Rahmatul Fajri 🕔Selasa 30 Mei 2023, 17:23 WIB
Pengembang gim The Witcher, CD Projekt Red (CDPR), mengungkapkan video gim The Witcher telah terjual lebih dari 75 juta...
Dok. Sikkola Rakyat

Sikkola Rakyat, Program Mahasiswa USU untuk Pendidikan Warga tak Mampu

👤Nike Amelia Sari 🕔Selasa 30 Mei 2023, 12:29 WIB
Saat ini, Sikkola Rakyat Indonesia telah memiliki 40 anak didik yang terdiri dari anak putus sekolah, anak SD dan SMP, 3 rumah belajar...
situs inverrestaurant.co.uk

Mengenal Michelin Green Star, Penghargaan Bergengsi untuk Restoran Ramah Lingkungan

👤Devi Harahap 🕔Selasa 30 Mei 2023, 12:00 WIB
Pada tahun pertama penghargaan ini, hanya 23 restoran yang berhasil meraih Michelin Green Star, salah satunya di Skotlandia yaitu...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya