MANUSIA sering kali lupa akan makna utama dari beribadah. Beribadah tak jarang hanya dijadikan sebagai rutinitas orang yang beragama. Tak sedikit yang menilai usahanya mendekatkan diri kepada Tuhan cukup dilakukan dengan melakukan ibadah sehari-hari tanpa mendalami esensinya.
Padahal, hidup membutuhkan usaha yang lebih agar keinginan bisa tercapai. Begitu juga ketika beribadah dan meminta kepada Tuhan. Seperti halnya banyak hal lain dalam kehidupan, juga dibutuhkan seni untuk merayu Tuhan agar membuat-Nya melimpahkan rahmat bagi umat-Nya.
Ajakan untuk mendekatkan diri lebih dalam dan merayu Tuhan dihadirkan Husein Jafar Al-Hadar dalam buku terbarunya, Seni Merayu Tuhan. Dengan gaya bahasa yang ringan dan menghibur, penulis menghadirkan sebuah panduan bagi pembaca yang ingin berupaya mengambil hati Tuhan dengan cara-cara yang indah.
Ketika pertama membukanya, buku ini hadir dalam kemasan yang menarik. Terdapat ilustrasi-ilustrasi sejak bagian awal hingga akhir buku yang membuat tampilan lebih enak dipandang. Berbeda dengan buku pada umumnya yang bertinta hitam, Seni Merayu Tuhan dicetak dengan menggunakan tinta berwarna navy.
Pada bagian awal buku, dihadirkan halaman dengan judul Merayu Tuhan ala Netizen. Puluhan kata bijak, menyentuh, hingga jenaka dari warganet tentang cara mereka mendekatkan diri dengan Tuhan di akun Instagram dihadirkan di halaman tersebut.
'Ya Tuhan, aku tahu semuanya hanya titipan, tapi bolehkah hamba diberikan titipan yang banyak?' @akhmadakbar_.
Puluhan unggahan netizen di halaman itu seakan mewakili apa yang akan disuguhkan dalam buku. Buku setebal 224 halaman ini secara umum berisi dakwah ringan yang dibumbui dengan cerita-cerita dan gaya jenaka sang penulis yang juga terkenal sebagai ulama muda yang modern.
Ada empat bab dalam buku ini. Masing-masing berisi dakwah yang dapat menjadi panduan bagi setiap orang untuk bisa memaksimalkan setiap hal dalam hidupnya sebagai ibadah.
Pada bab pertama dibahas mengenai bagaimana setiap orang harus berupaya menjalankan perintah Tuhan dan menegakkan agama dengan cinta. Cinta diumpamakan penulis sebagai kunci kebahagiaan dan kedamaian bagi setiap orang. Cinta kepada Tuhan yang akan membuat kedekatan manusia dengan Tuhan menjadi tak bersekat dan hubungan dengan sesama manusia jadi lebih menyenangkan.
Salah satunya dibahas tentang cara merayu Tuhan dengan menjalani hidup yang penuh syukur. Dihadirkan juga sebuah kisah klasik tentang seorang pelacur yang masuk surga karena ia hidup dengan penuh kasih sayang kepada anjing yang kerap dibenci oleh umat Islam.
Penulis menjabarkan bahwa sesungguhnya rasa syukur dan rendah diri di hadapan Tuhan adalah hal utama yang harus selalu dilakukan oleh manusia. Bukan sekadar menjalankan ibadah rutin tanpa memaknai dengan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
'Ibadah itu bukan hanya untuk dijalankan secara fisik, melainkan juga secara batin. Begitu juga pahami dan resapi apa yang dibaca saat salat, apa filosofinya sujud, apa makna thawaf dan lain-lain' (halaman 26).
Pada bab dua dibahas tentang beragama dengan mengedepankan keberagaman. Di bab tersebut penulis menyertakan beberapa cerita sejarah sebagai contoh agar setiap orang bisa hidup dengan mengutamakan rasa hormat dan kasih terhadap sesamanya.
Salah satu kisah yang dijadikan contoh ialah cerita Firaun, penguasa Mesir kuno. Disebutkan beberapa sifat buruk dari Firaun yang dapat menuntun manusia menjadi orang yang tersesat dan tercantum dalam Al-Qur'an. Disebutkan setidaknya lima sifat Firaun yang harus dihindari.
'Jadi kalau mau cosplay, jangan jadi Firaun, tapi Nabi Muhammad. Karena Nabi Muhammad teladan kita' (halaman 85).
Pada bab tiga dibahas mengenai pentingnya akhlak yang baik untuk membuat kegiatan beragama menjadi lebih sempurna. Penulis menyampaikan pendapatnya dengan memberikan beberapa contoh masalah sosial yang ada di masyarakat saat ini.
Salah satunya tentang cara beragama yang kadang membuat seseorang justru menjadi umat yang sombong. Mereka lupa bahwa untuk mendapat surga Allah yang dibutuhkan adalah rahmat-Nya, bukan sekadar kerajinan beribadah.
'Menurut Imam Ghazali, kesabaran itu bukan hanya menyangkut menghadapi musibah, tapi juga dalam menekuni ketaatan dan melawan dorongan atas kemungkaran' (halaman 152).
Adapun bab terakhir membahas pentingnya ikhlas dalam menjalani kehidupan. Menjaga keikhlasan dalam menjalankan ibadah, dalam menjalani kehidupan dengan sesama, hingga hidup dengan selalu mengambil sisi positif dari setiap persoalan.
'Salah satu kunci merayu Tuhan adalah ikhlas dalam ibadah. Karena dengan begitu, ibadah akan diterima Tuhan, menjadi pengetuk pintu rahmat-Nya, dan rahmat-Nya itulah yang jadi kunci surga' (halaman 171).
Kontekstual
Sebagai seorang ulama era kiwari, penulis benar-benar mencoba menghadirkan buku bernapas dakwah dengan bahasa yang ringan dan tak menggurui. Tak banyak dihadirkan ayat-ayat Al-Qur'an yang mungkin akan membuat buku terkesan sangat serius. Ayat Al-Qur'an umumnya hanya dihadirkan dalam bentuk penggalan singkat dan sudah dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia.
Sebaliknya, penulis banyak menghadirkan hadis yang ada pada setiap hal yang dibahas. Hadis-hadis yang ditampilkan merupakan yang relevan dengan isu yang ia angkat.
Penulis juga banyak menggunakan contoh-contoh yang kontekstual untuk menguatkan argumen dalam dakwahnya. Dengan begitu, pembaca akan merasa lebih dekat dan tertegun ketika membaca setiap halaman dalam buku. Kepiawaian penulis mengambil hikmah dalam setiap kejadian yang ada dalam keseharian masyarakat Indonesia membuat buku ini terasa lebih personal.
Beberapa contohnya ialah pembahasan tentang pentingnya bersyukur dalam subbab berjudul Kunci Hidup Bahagia: Keluar dari Grup WhatsApp yang Toksik. Dalam artikel tersebut penulis mengambil contoh yang sangat relevan dan dialami oleh hampir setiap orang saat ini.
Seperti diketahui, belakangan ini di tengah melesatnya penggunaan media sosial, grup percakapan Whatsapp kerap menjadi pemicu pertengkaran dalam keluarga maupun pertemanan. Hal itu diperparah dengan situasi politik dan sosial yang sempat memanas di Indonesia.
Penulis juga membahas fenomena terpecahnya kalangan muda Islam di Indonesia menjadi dua kelompok. Kelompok yang mengaku sekuler atau liberal dan kelompok yang sangat ekstrem dalam menjalankan dan menyebarkan agama.
'Dalam pandangan saya, kedua arus ini punya problemnya masing-masing. Tantangan itu semakin besar dan kompleks karena sebagian besar terpolarisasi dan saling klaim serta menuding. Yang rasional menganggap yang hijrah dangkal, yang hijrah menganggap yang rasional lebay,' (halaman 77).
Contoh-contoh yang dipilih penulis untuk dihadirkan membuat isi buku jadi lebih mudah untuk dipahami oleh pembaca. Tak ada argumen yang terlalu keras disuarakan agar dipahami dan diikuti oleh umat Islam setelah membacanya.
Seluruh muatan dakwah dalam Seni Merayu Tuhan disajikan dengan sangat lembut dan tanpa paksaan. Tak terasa tendensi mendikte pembaca untuk mengikuti apa yang disampaikan oleh penulis. Hal itu yang justru akan membuat pembaca jadi lebih mudah menerima setiap nasihat yang diselipkan di setiap halamannya.
Dengan daya penyampaian tulisan bertema dakwah yang demikian, buku ini sangat cocok untuk dikonsumsi oleh kalangan muda Islam. Baik mereka yang melabeli diri sebagai Islam sekuler maupun kalangan Islam yang sangat taat atau kerap disebut tim hijrah.
Nilai-nilai kehidupan yang disampaikan akan dapat diterima oleh golongan apa pun. Itu karena inti dari seni merayu Tuhan yang disampaikan penulis adalah cara-cara menjadi manusia yang lebih baik dan beriman dengan cara yang tak kaku dan membosankan.
Bahkan tak hanya untuk umat Islam, buku Seni Merayu Tuhan juga tak akan sulit jika dibaca oleh penganut agama lain. Setiap pesan dalam buku ini bersifat universal dan dapat diterima sebagai nilai hidup mulia bagi manusia semua agama. Karena itu, kehadiran buku ini menjadi oase tersendiri yang dapat melepas dahaga akan bacaan yang menenangkan dan merangkul semua orang agar menjaga perdamaian di negeri ini. (M-2)
Judul: Seni Merayu Tuhan
Penulis: Husein Ja'far Al-Hadar
Penerbit: PT Mizan Pustaka
Tahun: Maret 2022
ISBN: 978-602-441-255-5