Dwi Mustanto dan Tatak Prihantoro Ketoprak Kekinian

NIKE AMELIA SARI
05/12/2021 05:10
Dwi Mustanto dan  Tatak Prihantoro Ketoprak Kekinian
(Tatak Prihantoro dan Dwi Mustanto. (MI/Sumaryanto Bronto))

KETOPRAK sebagai seni pertunjukan mungkin sudah jadi hal asing di sebagian generasi (gen) milenial, terlebih gen Z. Jangankan menonton, tidak sedikit dari mereka yang bisa jadi benar-benar awam dan hanya mengenal ketoprak sebagai kuliner.

Hal itu tentu disayangkan karena ketoprak merupakan seni pentas yang sarat budaya asli, salah satunya dengan iringan musik khas gamelan. Di sisi lain, arus teknologi informasi sekarang ini memang membuat setiap pihak, termasuk dunia seni, harus beradaptasi dengan kebaruan agar tetap diminati.

Hal itu pula yang disadari dua generasi muda seniman ketoprak, Tatak Prihantoro dan Dwi Mustanto. Tatak merupakan koordinator kelompok Ketoprak Balekambang, sementara Mustanto merupakan sutradara dan pemain di kelompok ketoprak asal Solo itu.

Bagi Mustanto, ketoprak telah mendarah daging karena ayahnya juga seorang pemain dan sutradara ketoprak. Ia pun besar di topong (kampung) ketoprak. Sementara itu, Tatak, meski tidak berasal dari keluarga seniman, perkenalannya dengan ketoprak juga sudah terjadi lama. Sejak aktif menjadi ketua karang taruna, ia kerap diminta Pak Lurah untuk membantu ketoprak di Balekambang.

Mustanto dan Tatak menjadi bintang tamu Kick Andy episode Indonesia Banget yang tayang malam ini di Metro TV. Dalam acara ini mereka menuturkan upaya untuk membuat ketoprak tetap diminati di generasi masa kini.

Upaya mereka untuk memberi napas baru pada pementasan ketoprak Balekambang berangkat dari masa-masa sulit yang semakin terasa sejak 2007. Kala itu, pementasan sudah vakum. Mereka pun terpikir membuat inovasi dengan mengadakan pementasan ketoprak ke kampung-kampung, dinamakan Ketoprak Ngampung.

 

Sesuai namanya, Mustanto dan rekan-rekannya memiliki visi untuk mengembalikan ketroprak sebagai tontonan yang dekat dengan rakyat. Makna Ngampung sendiri berarti kembali atau masuk kampung. Selain itu, juga karena tontonan di gedung pertunjukan memang sudah tidak memungkinkan.

"Pada 2007 ada dari pemkot kalau gedungnya (gedung pertunjukan seni) itu direvitalisasi dan selama revitalisasi kami vakum. Akhirnya yang bisa hidup ini yang ketoprak yang tidak bergantung pada tempat itu," jelas Mustanto yang pada episode Kick Andy ini menampilkan pertunjukan dari kelompok ketopraknya.

Perjalanan awal Ketoprak Ngampung tidak mudah. Mereka sempat mendapat tentangan dari para sepuh (senior) pemain ketoprak karena berbeda dengan pakem lama ketoprak. "Ketoprak itu punya pakem, termasuk bapak saya dulu itu meyakini kalau ketoprak itu harus main di panggung proscenium yang sudah lengkap dengan lampunya, diwadahi sedemikian rupa kemasannya. Menurut mereka, itu indah dan keindahan itu tidak bisa ditawar," papar Mustanto.

Tidak hanya soal panggung, Ketoprak Ngampung juga memainkan lakon baru hasil kreasi sendiri. Lakon itu ada yang merupakan adaptasi dari lakon konvensional dan ada pula yang benar-benar baru sesuai dengan fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. Meski menyadari jika terinspirasi dari kelompok Balekambang, generasi muda ini tetap teguh menjalankan konsep baru mereka karena memang zaman menuntut demikian.

Panggung Ketoprak Ngampung biasanya di lapangan desa, kebon tebu, pendapa kantor kelurahan, perempatan jalan, dan bahkan pinggiran rel kereta api.

Soal bayaran, mereka pun tidak mematok angka resmi sebagaimana Ketoprak Balekambang yang menarik Rp10 ribu setiap pementasan. Ketoprak Ngampung hanya mengedarkan tampah dan penonton diperkenankan membayar sesukanya. Namun, untuk pementasan di undangan hajatan ataupun acara lain mereka mematok bayaran Rp3 juta–Rp5 juta yang kemudian dibagi rata ke seluruh anggota kelompok.

"Kita enggak pakai panggung, kita cuma gelar karpet di perempatan dengan hanya lampu merkuri di jalan dan beberapa tambahan lampu. Konsep gamelannya kita bikin singkat. Kita mengangkat isu-isu yang berkembang di kampung itu, seperti isu soal maling," tambah Mustanto.

Selama berkeliling ke berbagai kampung di Jawa Tengah pada 2010-2012, kelompok Ketoprak Ngampung juga tetap berupaya mempromosikan keberadaan Ketoprak Balekambang. "Cuma kita saweran seikhlasnya sambil kita ngomong ketika pentas kalau Balekambang masih ada ketoprak monggo lihat ke Balekambang," jelas Tatak.

 

Beralih ke digital

Masuknya pandemi membuat Ketoprak Ngampung yang berbasis di Kampung Riwil maupun Ketoprak Balekambang sama-sama harus beradaptasi. Mereka beralih ke platform digital. Untuk membuat video, Tatak dan Mustanto berkolaborasi dengan mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.

Gagasan ini membuat mereka melahirkan Bakar (Balada Kampung Riwil) Production. Lakon mereka pun berubah ke gaya sitkom (situasi komedi) berbahasa Jawa dengan setting kompleks perumahan seniman ketoprak Kampung Riwil. Kanal Youtube Bakar Production telah mengunggah 163 video dan memiliki sekitar 384 ribu subscribers.

Peralihan ke platform digital ini membuat mereka menjangkau kelompok penonton baru yang bukan saja penggemar seni tradisi. Dari situ pula, Bakar Production membuat kanal baru bernama Bakar Music untuk mewadahi pemainnya yang hobi menulis lagu dan menyanyi.

Kini, mereka masih sedang menggarap karya yang mengangkat tokoh Ratu Kalinyamat. Cerita tentang Ratu Kalinyamat akan dibuat sebanyak enam episode dengan durasi 50 menit hingga 1 jam yang dapat disaksikan di kanal Youtube Bakar Production. Dalam mengolah karya ini, tim Bakar Production berkolaborasi dan berdiskusi dengan seniman sekaligus budayawan, Sujiwo Tejo.

Lewat tayangan itu pula mereka menampilkan sisi lain dari sosok Ratu Kalinyamat, yang selama ini lebih disimbolkan erotic oleh masyarakat. Mereka menonjolkan sosok Ratu sebagai pahlawan yang memimpin perang maritim membantu Malaka, Aceh, Ternate melawan Portugis.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya