Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
DALAM sebuah laga pada 2017, aksi selebrasi yang dilakukan pemain Bali United viral. Setelah kerja sama mereka berhasil menyarangkan gol ke gawang lawan, seorang pemain Bali United segera bersujud syukur. Di sampingnya, ada rekan yang merayakan selebrasi dengan berlutut sembari khusyuk mengepalkan tangan dan seorang lagi berdiri dengan tangan salam terkatup di atas kepala.
Gestur ketiganya sangat kuat mencerminkan keyakinan agama yang dianut masing-masing. Aksi para pemain itu pun viral dan menuai pujian. Para penonton pertandingan hingga netizen merasa terharu dan bangga akan kerukunan beragama yang ditunjukkan para pemain Bali United itu.
Kejadian viral itu pula yang ikut menjadi bahasan di Kick Andy episode Berbeda tapi Bersama yang tayang malam ini. Andy F Noya menanyakan kepada tiga bintang tamunya mengenai kejadian viral itu.
“Saya senang sih melihat ini sekaligus sedih,” jawab Husein Ja’far Al-Hadar atau yang akrab disapa Habib Ja’far. Habib milenial yang juga kerap membahas soal toleransi melalui akun Youtube Jeda Nulis itu menilai terjadinya viral ialah sebuah ironi sebab hal itu menunjukkan bahwa masyarakat masih kaget dengan indahnya toleransi.
“Sedihnya karena konten itu viral berarti konten itu luar biasa. Harusnya enggak usah viral. Harusnya toleransi itu biasa saja di masyarakat,” tutur pria berusia 33 tahun itu.
Meski Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan bangsa, nyatanya sikap toleransi mudah goyah di berbagai daerah. Bahkan, politik identitas ikut marak dan membuat gesekan di berbagai kelompok.
Sebab itu, gerakan yang dilakukan para bintang tamu Kick Andy di episode ini pun terasa menjadi oase bagi bangsa. Selain Habib Husen, Kick Andy menghadirkan Pendeta Henry Jacques Pattinasarany (Yerry) dan Biksu Suryadi (Zhuan Xiu). Ketiganya kerap tampil bersama di Youtube Jeda Nulis membahas berbagai topik seputar kerukunan antarumat beragama.
"Di Indonesia, muslim menjadi mayoritas, saya ingin muslim menjadi pohon besar yang menaungi siapa saja dari masyarakat Indonesia, baik yang berbeda agama ataupun tidak beragama. Karena itu, saya memberikan tayangan-tayangan untuk memberikan pandangan kepada orang bahwa kita bisa kok duduk bersama di tengah perbedaan. Ini sebenarnya concern lama saya, hanya saja bergeser ke Youtube," jelas Habib Ja’far soal latar belakangnya berkolaborasi mengajak Pendeta Yerry dan Biksu Suryadi.
Dalam konten-konten tersebut ketiganya membahas terbuka soal berbagai hal, termasuk hal yang dilarang maupun soal kesalahan-kesalahan tafsir. Dalam salah satu konten yang diunggah 4 bulan lalu, misalnya, Habib Ja’far, Pendeta Yerry, dan Biksu Suryadi menyinggung soal anggur.
Meskipun terdapat perbedaan ajaran mengenai konsumsi anggur, ketiganya saling mendengarkan pandangan yang berbeda. Lewat konten-konten itu para pendakwah muda dari agama yang berbeda ini bukan bermaksud saling menyetujui ataupun menyalahkan ajaran yang berbeda, melainkan mereka saling mendengarkan dan menghormati.
Kepada Andy, Habib Ja'far mengatakan jika sudah lekat dengan toleransi semenjak kecil lewat ajaran sang ayah. "Seperti salah satunya, saat Natal ayah saya akan mengirimkan makanan-makanan untuk pendeta yang berada di kampungnya. Bahkan, ketika saya menikah, beliau mengundang tokoh-tokoh agama lain untuk hadir juga. Nah, dari kecil saya melihat pemandangan itu, akhirnya saya tahu oh ternyata orang yang beragama ini seharusnya bekerja sama dalam kebaikan," jelas pria kelahiran Bondowoso, Jawa Timur, itu.
Terkait dengan dakwahnya yang kerap di lakukan di luar masjid, pendakwah yang gemar berkaus dan celana jins ini mengatakan metode dakwah itu bertujuan membawa orang yang di luar masjid untuk akhirnya bisa ke masjid.
"Kalau di masjid itu sudah banyak pendakwah. Informasinya dalam setahun, satu khatib hanya dapat jatah satu mentok dua kali, saking penuhnya pendakwah di masjid dan itu baik, tapi masalahnya masjid itu selalu sepi kecuali Jumatan. Mayoritas anak muda itu tidak ke masjid, mereka ada di kafe. Akhirnya kita dakwahnya di kafe. Saya ketemu Pendeta Yerry di kafe," tutur pria berpendidikan Magister Tafsir Qur’an dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Bulan lalu, Habib Ja'far mengatakan jika dia membuat majelis di pinggir pantai di daerah Banyuwangi, Jawa Timur. "Saya kemarin di pantai karena katanya kan ada banyak banjir bandang atau tsunami disebabkan di pinggir pantai isinya maksiat semuanya. Sebagai salah satu bentuk mitigasi bencana makanya saya berdakwah di sana," tambah aktivis Gerakan Islam Cinta itu.
Sahabat
Jalan religi Pendeta Yerry dimulai setelah tobat berhenti menjadi pecandu. Anak dari legenda sepak bola Tanah Air Ronny Pattinasarany terjerat narkoba sejak belia.
Sekitar 2001, Yerry memutuskan untuk bertobat dan menjauh total dari narkoba. Dia memutuskan untuk belajar teologi dan menekuni satu segmen pelayanan khusus. Yerry memilih berkonsentrasi dalam perjuangan melawan narkoba karena dia menyadari dampak luar biasa narkoba yang dapat merusak generasi muda.
Sekitar 15 tahun yang lalu, Yerry pun mengampanyekan gerakan yang bernama Ayah Hadir. Dari pengalamannya, dia menyadari bahwa sosok ayah memberikan bagian penting sebagai pelindung dan pencegahan melawan narkoba. "Saya mengambil titik poin, yaitu titik krisis kehidupan seseorang. Saya punya center dakwah karena titik temu pengalaman saya dengan Tuhan adalah ketika saya dalam satu krisis yang cukup enggak mudah dalam kehidupan saya. Lalu, hadirlah Tuhan di situ sehingga itu membuka wawasan saya akan keagamaan dalam artian kekristenan adalah titik krisis," ungkap pemilik kanal Youtube Ayah Hadir ini.
Saat diajak pertama kali berkolaborasi oleh Habib Ja'far, Pendeta Yerry mengungkapkan jika dirinya sangat senang. Dia dan Habib Ja'far bukan hanya kolaborasi, melainkan sebagai sahabat.
Sementara itu, Biksu Suyardi menjelaskan jika toleransi juga menjadi ajaran pokok dalam agama Buddha. “Buddha tidak memandang kehidupan dari sekat-sekat. Tetapi, justru menginginkan semua makhluk hidup berbahagia. Itu merupakan universal. Maka saya dengan konsep Buddha punya ajaran, saya bisa hidup dengan siapa pun," paparnya.
Terkait dengan toleransi, Andy mempertanyakan bagaimana konsekuensi dari pandangan orang terhadap adanya dakwah bersama-sama yang mereka lakukan. "Sebagian kecil ada yang mempermasalahkan. Mereka biasanya mempermasalahkan dakwah itu seharusnya sendiri-sendiri saja. Kemudian, ini katanya bisa membuat agama jadi rancu karena kita sering berbicara tentang titik temu agama-agama. Padahal, kita sangat sering menegaskan bahwa memang kita berbeda dalam kebenaran, cuma kita ingin bersama dalam kebaikan," papar Habib Ja’far.
Ia pun mengatakan jika dakwah bersama tidak memengaruhi keyakinan akan agama masing-masing. "Dengan bersama, saya juga semakin yakin dengan agama saya. Terbukti Pendeta Yerry tetap menjadi pendeta yang tidak mualaf, saya seorang habib yang tidak murtad," tambahnya.
Pendeta Yerry menuturkan banyak orang yang beranggapan ketika dia dan Habib Ja'far saat duduk bersama dan berbincang tersebut untuk melakukan debat kusir. Namun, nyatanya dia bersama Habib Ja'far tidak saling serang dan tidak memperdebatkan doktrin teologi sehingga mereka yang beranggapan tersebut pun kecewa.
Bagi Pendeta Yerry, toleransi yang ingin disampaikannya ialah bentuk keimanan yang berakar. Semakin seseorang berakar, dia akan mencintai Tuhannya, tapi dengan konsekuensi dari mencintai Tuhan ialah mencintai apa yang Tuhan cintai.
Pendeta Yerry juga berbagi pengalamannya terkait dengan toleransi antarumat beragama. Dia mengatakan beberapa tahun lalu, dia mendapatkan kesempatan untuk bersilaturrahim ke Pondok Pesantren Tebuireng saat bulan Ramadan.
"Ketika saya ngobrol ke salah satu pemimpin di sana, tiba-tiba makanan disuguhin ke saya, bahkan saya enggak enak. Terus, ada satu anak dari kepala pondok itu nanya ayahnya, 'ini kok enggak puasa', makin enggak enak lagi saya. Tapi di depan mata saya beliau itu menjelaskan tentang musafir ke anaknya dan akhirnya anak itu melihat saya dengan damai. Saya melihat itu sebagai keindahan," kenangnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved