Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Bunyi Gambus Satukan Melayu

MI/IWAN J KURNIAWAN
24/5/2015 00:00
Bunyi Gambus Satukan Melayu
(GRAFIS/EBET)
JELANG bulan puasa, anak-anak muda di Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Provinsi Riau, punya kebiasaan unik. Mereka kerap menyambut Ramadan dengan memainkan musik gambus. Itu memberikan bukti penting bahwa gambus yang awalnya berasal dari Timur Tengah masih bertahan di Siak.

Masyarakat adat di sana masih berpegang teguh pada adat istiadat leluhur Melayu. Mereka memainkan gambus sebagai bentuk untuk menyemarakkan berbagai acara. Tidak hanya keagamaan, itu juga bersifat kemasyarakatan. Hal itu menjadi salah satu bukti bahwa adat sangat dijunjung tinggi.

Keberadaan gambus dalam tatanan hidup masyarakat Siak tak terlepas sebagai alat instrumen yang bernuansa keislaman. Gambus biasa dimainkan untuk mengiringi Tari Zapin. Tarian itu pun begitu kuat dengan unsur religius sehingga unsur-unsur musik gambus sering kali dikombinasikan dengan alat musik lain seperti kompang, marwas, bebano, cedul, dan gendang.

"Gambus sudah berakar di Siak karena keberadaan Kerajaan Siak saat menerima masuknya Islam. Sampai sekarang gambus selalu digunakan untuk upacara, event kebudayaan, dan acara nikahan," ujar Tengku Firdaus Alsahab dari Sanggar Bedelau Siak, pertengahan pekan ini.

Firdaus, lewat sambungan telepon, menjelaskan keberadaan gambus sebagai musik pengiring juga mutlak pada acara sakral Tepuk Tepung Tawar. Itu bermakna bahwa kebudayaan lokal akan terus terjaga dengan keberadaan pemeluk Islam yang kuat di sana. "Generasi muda sangat suka dengan alat musik gambus. Jelang puasa pun selalu ramai dimainkan pelajar dan mahasiswa," paparnya.

Tak mengherankan, Sanggar Bedelau pun kerap mendapatkan panggilan untuk tampil di berbagai acara di desa-desa sekitar. Mereka menjadi salah satu sanggar yang konsen dengan budaya Melayu. "Kami bermain untuk hajatan dan juga menyiapkan berbagai macam gambus untuk dijual kepada wisatawan yang datang ke sini," jelas lelaki asal Kecamatan Sungai Apit itu.

Ukuran gambus khas Siak cukup ramping dan memiliki bentuk yang sedikit membulat. Bagian penutup perut gambus Melayu biasanya terbuat dari kulit kambing. Ciri utama yaitu keseluruhan tubuh utama gambus merupakan satu bagian yang dibentuk dengan proses pahatan. Bila dicermati, bentuk gambus terdiri dari kepala, telinga untuk menyetel tali, leher, perut, dan bagian ekor.

Sebagian perut gambus yang dipahat biasanya ditutup dengan lembaran papan tipis. Umumnya itu menggunakan kayu nangka. Beberapa gambus zaman dahulu menyertakan tulisan ayat-ayat Alquran di bagian kulitnya. Namun, kini itu lebih bermotifkan flora dan fauna.

Simbol-simbol

Gambus yang berkembang di Melayu umumnya memiliki tujuh penyetem (telinga) yang dipasakkan pada kepala gambus. Bentuk kepala dan desain perut gambus juga berbeda-beda di tiap daerah, mengikuti budaya setempat.

Kepala gambus yang ada di sebagian daerah di Indonesia, khususnya Riau, berbeda dengan daerah-daerah di Malaysia dan Brunei yang umumnya lebih sederhana. Di daerah Riau, kepala gambus biasanya menggambarkan simbol-simbol seperti burung, bunga, atau kepala hewan, yang mewakili mitologi.

"Setiap daerah berbeda-beda, baik di Palembang, Riau, ataupun Siak yang mengikuti flora dan fauna setempat. Di Siak sendiri, umumnya gambus memiliki motif seperti burung serindit dan ular naga," paparnya.

Setiap gambus pun memiliki ukuran berbeda-beda. Gambus yang ada di Indonesia biasanya memiliki leher yang lebih kecil dan panjang, sedangkan gambus semenanjung Malaysia relatif lebih pendek. Semua gambus Melayu memiliki bagian ekor untuk pegangan tali senar.

Gambus di Malaysia umumnya memiliki satu buah lubang bunyi kecil di bagian papan suara depannya, juga ada lubang suara di bagian belakang gambus yang biasanya ditempatkan sedikit di bagian bawah perut gambus.

Ukuran panjang keseluruhan gambus umumnya sekitar 1 meter, dengan ketebalan 10-15 cm dan lebar 20-25 cm. Bagian depan leher rata dengan bagian bawah perut yang ditutup dengan menggunakan kulit kambing kering sekitar 30 cm.

Gambus terbuat dari kayu, seperti nangka, cempedak, dan cengal. Tekstur kayu itu lebih lunak dan mudah dipahat. Jenis-jenis kayu lokal tersebut tergolong kuat, ringan, dan tidak mudah retak ketika kering.

Umumnya, gambus terdiri atas empat nada. Nada gambus cukup beragam. Ada yang bernada A-D-G-C. Untuk di daerah Riau, misalnya, setelannya ialah G-D-G-C. Ada pula setelan lainnya ialah dengan urutan nada G, A, dan B- lalu diikuti D-A-E.

Firdaus menjadi salah satu putra daerah yang konsisten menjaga kebudayaan setempat agar tak punah. Ia optimistis gambus dapat mempersatukan setiap orang Melayu di perantauan atau di daerah Siak itu sendiri. "Dahulunya, perajin kerap menyertakan tulisan ayat-ayat Alquran di bagian kulitnya. Kini, kebanyakan hanya motif flora dan fauna yang berkembang di sini," cetus lelaki yang berprofesi sebagai guru itu.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Siak Kadri Yafis menilai keberadaan sanggar sangat penting untuk turut menjaga seni dan budaya Melayu. "Sanggar-sanggar yang dikelola masyarakat memberikan andil penting untuk bersama-sama menjaga kearifan lokal di Siak," nilainya.

Keberadaan alat musik petik menyerupai mandolin itu sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam tatanan kehidupan masyarakat Siak. Firdaus lewat sanggarnya tetap berkomitmen menjaga dan merawat kesenian gambus agar bisa dinikmati generasi-generasi mendatang. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya