Headline
Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.
Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.
BUKAN tanpa alasan bahwa sutradara muda Wregas Bhanuteja memilih mengalihwahanakan cerpen karya Eka Kurniawan Tak Ada yang Gila di Kota Ini' menjadi sebuah
film pendek berdurasi 20 menit.
Baginya, kisah-kisah dari orang tersisih dan dianggap gagal oleh masyarakat akan selalu menjadi tema menarik untuk ditampilkan sebagai kritik sosial, termasuk cerita
dari orang-orang dengan gangguan kejiwaan yang ia angkat dalam film Tak Ada yang Gila di Kota Ini.
"Orang-orang dengan mental illness adalah orang orang yang ingin saya bela, ingin saya temani lewat film film karya saya," ungkap Wregas Bhanuteja saat diwawancarai Andy Noya
dalam acara Kick Andy, Minggu (26/7).
Orang-orang 'gila' dalam Tak Ada yang Gila di Kota Ini ialah penggambaran kelompok sosial yang dianggap nihil potensi sehingga pantas dibuang. Film ini bercerita tentang 'pembersihan' orang orang gila yang berkeliaran di sebuah objek wisata agar para turis dapat berwisata dengan nyaman. Sekelompok orang kemudian diupah oleh para pelaku bisnis
pariwisata untuk mengumpulkan orang orang gila tersebut dan membuangnya di hutan.
Jurang sosial yang memisahkan antara para pelaku usaha dan orang-orang yang mereka upah untuk melakukan kerja-kerja tak berperikemanusiaan itu cukup jelas ditegaskan dalam film ini.
Sebagai sutradara, Wregas juga cukup detail memainkan simbolisasi dalam film Tak Ada yang Gila di Kota Ini. Ia memilih pantai yang indah dan bersih sebagai tempat tujuan wisata yang diperuntukkan bagi turis-turis. Sementara itu, hutan sebagai tempat pembuangan orang-orang gila yang sering mengganggu kenyamanan turis dalam berwisata.
"Film ini secara spesifik tidak bicara tentang isu orang gila tok, tapi kami juga mengangkat relasi kuasa. Ada ketimpangan ekonomi yang disimbolkan oleh para turis yang datang berwisata. Mereka ini adalah masyarakat dengan status ekonomi tinggi yang kemudian dapat melakukan apa pun untuk mendapatkan kepuasan bagi dirinya," terang sutradara
Indonesia pertama yang pernah menyabet penghargaan film pendek terbaik di Semaine de la Critique, Festival Film Cannes itu. (Bus/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved