Headline
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
PRESIDEN Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru untuk Indonesia
MALAM itu, sekitar pukul 18.00 WIB, langit sudah pekat menyelimuti Dusun Bambangan
DI tengah kemerosotan moral bangsa, tiba-tiba seolah kita disadarkan oleh fakta barubaru ini, yakni adanya dua karyawan outsourcing kereta rel listrik Jakarta-Bogor yang bertindak jujur.
Mereka menemukan uang ratusan juta rupiah dalam transportasi massal tersebut dan kemudian mengembalikannya utuh kepada pemiliknya. Sejujurnya, kejujuran kian langka dalam kehidupan bangsa ini. ‘Wong ngapusi’ (penipu) subur di mana-mana dan di segala strata sosial. Perilaku nista yang pasti disadari tetapi memang sengaja dan suka dilakoni hanya semata karena kepentingan duniawi.
Dalam kisah wayang, ada satu contoh menarik tentang kejujuran seorang tokoh sederhana. Kejujurannya bukan sebagai prestasi dan berharap untuk dihormati serta diapresiasi. Baginya, kejujuran adalah laku sepanjang hayat. Hidup tiada nilainya bila bersandiwara. Si langka itu bernama Kalabendana.
Mencari Abimanyu
Kalabendana adalah putra bungsu Raja Pringgondani Prabu Tremboko dengan permaisuri Dewi Hadimba. Ia mempunyai tujuh saudara, yaitu Arimba, Arimbi, Brajadenta, Brajamusti, Prabakesa, Brajalamatan, dan Brajawikalpa.
Semua keluarga Tremboko berwujud raksasa. Dari sisi fisik, Kalabendana agak berbeda dengan saudarasaudaranya. Badannya relatif pendek, gendut, dan tidak segagah dan sesentosa kakakkakaknya. Bicaranya pun cedal dan sengau.
Selain jujur, ia juga lurus, baik hati, dan sukamenolong. Dramatisnya, justru watak mulianya itu menjadi jalan kematiannya. Tragisnya lagi, ia meninggal dunia di tangan keponakannya sendiri yang sangat ia sayangi.
Hidupnya memang relatif singkat, tetapi ia merasa tidak sia-sia. Ceritanya, pada suatu hari, Kalabendana sedang mengobrol dengan Gatotkaca, putra tunggal Arimbi, kakaknya, di beranda istana Pringgondani. Ini adat kebiasaan sang paman bersama keponakan itu di sela kesibukan masing-masing. Gatotkaca adalah ahli waris takhta negara dari sang kakek.
Saat mereka hangat berbicara, tiba-tiba datanglah Dewi Siti Sendari. Putri Bathara Kresna itu ditemani dua emban dari Kesatriyan Plangkawati. Setelah berbasabasi, Sendari bertanya kepada Gatotkaca tentang ke mana kepergian suaminya, Abimanyu, yang meninggalkan kesatrian tanpa pemberitahuan.
Gatotkaca dan Abimanyu memang memiliki hubungan sangat dekat. Saudara sepupu ini seperti tidak pernah terpisahkan. Gatotkaca adalah anak kedua Werkuda a, sedangkan Abimanyu anak pamannya dari garis ayah, Arjuna.
Saking raket (akrab)-nya, keduanya bersikap saling tahu sama tahu. Maka, tidak aneh bila Sendari mencari suaminya di Pringgondani. Namun, Gatotkaca berpura-pura tidak mengetahui keberadaan adiknya itu. Ia berdalih sudah sekian waktu tidak bertemu dengan Abimanyu. Kilahnya, barangkali Abimanyu sedang menjalani laku prihatin entah di mana.
Betapa sedih dan kecewanya Sendari. Air matanya tak terasa deras membasahi pipi. Kalabendana iba melihatnya dan kemudian menghiburnya. Sendari diminta bersabar dan menunggu. Ia berjanji akan mencari di mana keberadaan Abimanyu dan mengabarkannya.
Lewat ketajaman mata batinnya, Kalabendana cepat menemukan Abimanyu yang sedang berada di Wiratha. Di negara itu, orang yang ia cari baru saja melangsungkan pernikahan dengan sang putri kedhaton, Dewi Utari.
Tanpa ragu, Kalabendana langsung menemui Abimanyu yang kala itu bersiap berbulan madu. Dengan keluguannya, ia mengatakan Siti Sendari sedang mencarinya. Utari yang mendengar, lalu buru-buru bertanya, siapa Sendari.
Kalabendana langsung menyebut ia istri Abimanyu. Utari terbelalak dan jantungnya terasa copot. Abimanyu segera bangkit dan menenangkannya seraya menyatakan bahwa Kalabendana sedang mengigau. Ia jelaskan, dirinya tidak memiliki istri lain selain Utari. Bahkan, Abimanyu bersumpah bila dirinya berbohong kelak matinya diranjab (dikeroyok) senjata.
Kalabendana meminta Abimanyu segera kembali ke Plangkawati karena Sendari sedang menanti. Merasa terganggu, Abimanyu lalu mencabut keris dari warangkanya. Bukan karena miris, Kalabendana kemudian pamit dan berpesan kepada Abimanyu agar tidak suka sembrono.
Setibanya di Pringgondani, Gatotkaca melemparkan sinyal agar sang paman menyimpan rapat-rapat apa yang dilakukan Abimanyu. Namun, entah karena tidak paham apa yang diinginkan Gatotkaca atau memang abai, Kalabendana malah blak-blakan kepada Sendari.
Ia menuturkan bahwa Abimanyu sedang berada di Wiratha. Di sana, sang suami sedang melangsungkan pernikahan dengan Utari. Bersamaan dengan kata yang terakhir itu, telapak tangan Gatotkaca secepat kilat menghantam kepala sang paman. Gerakan refl ek itu mengakibatkan Kalabendana terkapar selamanya.
Gatotkaca gemetar dengan apa yang terjadi. Ia tidak sengaja membunuh sang paman, bahkan niat mencederai pun tidak. Ia hanya ingin adik ibunya itu tidak bicara jujur. Ia teledor bahwa di tangan kanannya bersemayam ajian brajamusti yang mematikan. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Sendari pun pingsan.
Keajaiban terjadi. Berbarengan dengan moksanya jasad, terdengar suara Kalabendana dari langit. Ia mengaku tidak menyesal dengan apa yang telah terucapkan karena itu benar adanya.
Kejujuran adalah jiwanya. Kepada Gatotkaca, ia tidak kecewa atau sakit hati karena kematiannya merupakan garis kodrat. Ia mengaku masih menyayangi keponakannya itu sampai di hari akhir. Oleh karenanya, ia tidak ingin buru-buru ke alam kelanggengan jika tidak berbarengan dengan sukma Gatotkaca.
Suara yang kemudian terdengar kian menjauh itu seakan mengakhiri pesannya bahwa manusia janganlah takut jujur meski sekalipun itu membuatnya hancur. Itu perbuatan mulia yang pasti membuahkan ganjaran yang tak ternilai.
Dibawa hingga mati
Dalam perang Bharatayuda di kelak kemudian hari, Gatotkaca gugur sebagai kusuma bangsa. Ia meninggal ketika berperang melawan senapati Kurawa, Karna Basusena, dalam pertempuran yang berlangsung pada malam hari.
Panah sakti kuntawijayadanu yang dilepaskan Karna sebenarnya tidak mampu menyentuh tubuh Gatotkaca yang terbang setinggi langit. Namun, jemparing itu seperti diantarkan roh Kalabendana hingga bersarang ke dalam pusar Gatotkaca yang mengakibatkannya meninggal dunia.
Poin kisah ini adalah kejujuran dibawa hingga mati. Kalabendana tidak meratapi jalan hidupnya itu meski membuatnya cepat sirna dari dunia fana. Sejatinya jujur itu jalan terang hidup. Pertanyaannya, berani jujur? (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved