Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Maria Louisa Rumateray Dokter Terbang Kebanggaan Papua

MI
12/4/2020 04:55
Maria Louisa Rumateray Dokter Terbang Kebanggaan Papua
Dokter Maria Louisa Rumateray(MI/Adam Dwi)

SETELAH berhasil lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana (Unkrida) Jakarta, perempuan yang akrab disapa Mia itu pulang kampung ke Wamena, Papua. Ia bertekad mengabdikan diri untuk kesehatan masyarakat di sana, termasuk yang di pelosok.

Tekadnya itu juga buah dari amanat seseorang yang amat berjasa kepadanya. Mia menuturkan bahwa semenjak kecil ia sudah bercita-cita menjadi tenaga medis karena melihat pekerjaan ayahnya yang seorang perawat dan ibunya yang apoteker. Namun, Mia tidak berani berambisi tinggi. Ia merasa cukup menjadi perawat saja.

Nasib baik kemudian berpihak kepadanya saat melanjutkan sekolah ke Jayapura setelah tamat SMP. Di kota itu Mia tinggal di Asrama Yan Mamoribo yang memiliki ibu asrama seorang warga negara Belanda.

Sang ibu asrama saat itu mengungkapkan bahwa ia berkeinginan pada sepuluh tahun mendatang akan ada seorang dokter perempuan Papua yang melayani anak-anak dan kaum ibu Papua. Karena memiliki keyakinan terhadap kemampuan Mia, sang ibu asrama mendukung kelanjutan pendidikannnya.

“Berkat gaji pensiun beliau, akhirnya pada saat itu saya bisa sekolah untuk menjadi dokter,” kenang Mia.

Kembali ke Papua, Mia bisa menjalankan misinya bersama yayasan Baliem Mission Center (BMC). Mereka rutin memberikan pelayanan kesehatan ke pelosok dengan menggunakan pesawat. Ia pun dijuluki sebagai ‘Dokter Terbang’.

Pengalaman terbang dalam cuaca Papua yang terkenal cepat berubah sudah pernah dikecap Mia. “Saya punya pengalaman buruk dengan salah satu pilot kami waktu terbang ke arah selatan, tiba-tiba helikopter yang saya tunggangi harus menghadapi cuaca ekstrem, hujan yang cukup lebat waktu itu. Kalau sudah hujan lebat seperti itu, biasanya pilot memilih untuk terbang mengikuti sungai karena geografi di sana itu gununggunung dan kalau hujan itu kan tertutup awan. Jadi, jalan paling aman adalah menyusuri sungai.

Di situ hati saya sudah mulai khawatir,” terangnya. Meski begitu, tidak ada kata surut baginya karena memang kondisi alam Papua yang demikian adanya. Totalitas Mia pun terlihat bahkan ketika sang ayah meninggal.

Kondisi kegawatan seorang ibu yang akan melahirkan membuatnya harus rela tidak melepas kepergian sang ayah. Keluarga Mia juga sangat memahami peran pentingnya sebagai dokter di tanah terpencil. Sebab itu, mereka selalu mendorong Mia untuk terus profesional dalam
keadaan apa pun.

“Pagi itu saya dan keluarga sedang kumpul-kumpul berembuk mengenai rencana pemakaman jenazah bapak saya. Tiba-tiba telepon saya berdering. Ternyata ada panggilan emergency dari pilot, ada seorang ibu hamil butuh pertolongan. Begitu mendengar kabar tersebut, mama saya kemudian ambil keputusan, mama bilang ke saya agar segera berangkat ‘karena kau harus selamatkan ibu tersebut’. Jadi, saat itu juga saya ambil emergency kit saya lalu bergegas menuju helikopter untuk  mengudara,” tuturnya tentang keadaan saat sang ayah berpulang.

Kini masih ada cita-cita besarnya untuk masyarakat Pa pua. Ia ingin membangun sebuah klinik pengobatan gratis di halaman rumahnya. Klinik ini dibutuhkan karena pasien sering datang langsung ke rumah setiap hari. Menyadari pentingnya pertolongannya, Mia tidak pernah menolak meski sesungguhnya tenaga telah terkuras di rumah sakit.

“Saya ingin sekali bangun satu klinik kecil di halaman rumah karena halaman saya itu cukup besar. Setiap hari saya pulang dari rumah sakit itu sudah ada mama-mama dan anak-anak mereka duduk di halaman rumah. Mereka selalu minta tolong karena baru pulang dari pasar. Mereka tidak mungkin ke rumah sakit karena kalau rumah sakit kan birokrasinya berbelitbelit, harus urus segala macam surat. Nah mereka suka datang ke saya karena langsung dapat obat, datang terus pulang ke rumah masing-masing,” jelasnya. (Bus/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya