Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Menyelamatkan Keindahan Alam Bunaken

Galih Agus Saputra
15/3/2020 00:20
Menyelamatkan Keindahan Alam Bunaken
Keindahan alam Bunaken.(MI/GALIH AGUS SAPUTRA)

JALAN berliuk itu menemani perjalanan saya dan rombongan dari KFC Indonesia menuju Tomohon, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, setelah mendarat di Bandar Udara Sam Ratulangi. Sepagi itu, cuaca rasanya cukup sejuk. Suasana asri pun terasa amat kuat, ditemani pohon-pohon tinggi menjulang di sisi kanan-kiri.

Perjalanan kali ini boleh dibilang tur wisata di Sulawesi Utara. Namun, tidak ada salahnya juga bila disebut niat baik sejumlah orang yang rela menyisihkan barang sedikit waktu untuk lingkungan dan pendidikan anak bangsa.

Pada Sabtu hingga Senin (7/3-9/3) lalu, PT Fast Food Tbk (KFC Indonesia) memboyong puluhan anak muda untuk berkunjung ke Manado. Perjalanan dibalut tajuk KFC untuk Negeri, yang mana dari ini KFC berharap dapat menunjukkan niatnya untuk peduli dan berbagi.

Ada sejumlah titik yang dikunjungi dalam perjalanan ini, mulai Danau Linow, Bunaken Kepulauan, hingga Malalayang. Namun, sebelum menjangkau beberapa titik itu, perjalanan membawa kami ke Alamanda Lokon Resort, Tomohon.

Tempat yang satu ini mungkin bisa menjadi salah satu rekomendasi untuk memanjakan badan kala liburan. Lanskapnya yang hijau juga memancarkan keindahan yang saya nikmati sembari menyantap sarapan.

Lebih dari itu, pemandangan bahkan tampak begitu luar biasa karena ada Gunung Lokon yang tampak menyatu dengan halaman resor. Lerengnya yang dipenuhi pepohonan juga seakan menjadi bukti bahwa lahan di kawasan vulkanis ini sangatlah subur.

Kurang lebih 2 jam singgah di Alamanda Lokon Resort, kami lantas beranjak ke sisi selatan Tomohon atau lebih tepatnya di daerah Lahendong. Kali ini, rombongan menyempatkan waktu untuk mengunjungi Danau Linow yang terbentuk akibat peristiwa vulkanis.

Lantaran peristiwa vulkanis itu pula, kawasan di Danau Linow kaya akan belerang atau sulfur. Komposisi kimiawinya menghasilkan warna air yang berubah-ubah seiring dengan sudut pandang pengunjung.

Perjalananan dari Alamanda Lokon Resort ke Danau Linow hanya membutuhkan waktu 30 menit menggunakan kendaraan roda empat. Pengunjung yang masuk ke kawasan tersebut dikenai tiket masuk sebesar Rp25.000, yang dari harga itu pula mereka sudah dapat menikmati secangkir kopi atau teh secara gratis.

Hangatnya kopi dan teh terasa lebih nikmat ketika disandingkan dengan pisang goroho goreng. Orang-orang yang ditinggal di Pulau Jawa barangkali akan sedikit heran melihat pisang goreng yang satu ini sebab ia tidak manis, tetapi gurih.

Gorengan itu disajikan dengan sambal teri atau dabu-dabu. Selain digoreng dengan tepung, pisang jenis ini juga menawarkan cita rasa khas jika diolah menjadi keripik.

Seusai puas menyaksikan panorama, termasuk puluhan bebek yang berenang di Danau Linow, rombongan lantas beranjak menuju pusat kota Sulawesi Utara untuk istirahat atau lebih tepatnya di Manado. Perjalanan kali ini sama lamanya dengan perjalanan dari bandara menuju Alamanda Lokon Resort, yaitu kurang lebih 1 jam.

Menuju Bunaken

Tur hari kedua rombongan KFC untuk Negeri disambut sunrise yang tampak anggun di pesisir Pantai Mega Mas. Seusai 10 menit berkendara, kami lantas tiba di bawah Jembatan Ir Soekarno atau lebih tepatnya di Dermaga Kalimas yang menjadi titik penyeberangan ke Bunaken Kepulauan. Suasana di kawasan ini hampir mirip seperti pasar tradisional. Ada banyak pedagang di sana, yang menjajakan hasil laut, pakaian, dan perkakas rumah tangga.

Perjalanan menggunakan kapal motor dari dermaga wisata Kalimas menuju Bunaken Kepulauan kurang lebih membutuhkan waktu 45 menit. Tarif penyeberangan ini mencapai Rp1 juta hingga Rp2 juta, tergantung dari jumlah pengunjung yang hendak menyebrang.

Rombongan kami barangkali boleh disebut beruntung kala itu. Itu karena beberapa saat sebelum berlabuh di dermaga Bunaken, mereka disambut ­beberapa penyu yang ­tampak berenang malu-malu di dekat kapal. Sungguh pengalaman yang berharga dapat melihat makhluk secantik itu berenang bebas di laut biru.

Kedatangan kami ke Bunaken ialah dalam rangka bersih pantai dan laut. Ada dua titik yang akan dibersihkan, yaitu pantai di dekat Raja Laut Resort dan salah satu titik penyelaman di Bunaken, yaitu Lekuan III.

Penggagas Diver Clean Action (DCA), Switenia Puspa Lestari, ialah perempuan yang memimpin kegiatan ini. Pesertanya ada awak media, perwakilan pegawai KFC Manado, termasuk puluhan relawan lainnya yang tergabung dalam ­gerakan 1.000 Guru.

Tenia, begitu Switenia akrab disapa, memimpin kegiatan bersih pantai di Bunaken menggunakan standar yang ditetapkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Maka dari itu pula, sebelum ­mengawali kegiatan, ia membuat transek sepanjang kurang lebih 50 meter dengan lebar 2 meter di bibir pantai.

“Itu memang yang dilakukan se-Indonesia. Harapannya memang agar bisa dilakukan pendataan dan dibandingkan berdasarkan database dari satu titik dan ke titik lainnya. Ketika mengikuti standar pembersihan (clean up), termasuk kita di tempat lain, kita akan lebih mudah melihat mana pantai yang kotor atau yang tidak, musim mana yang dampaknya paling buruk dan jenis sampah apa saja yang bisa didaur ulang,” tutur Tenia.

Adapun pembersihan di Lekuan III hanya dilakukan Tenia bersama enam relawan yang sudah memiliki sertifikat menyelam, sementara relawan lain yang belum banyak pengalaman di dunia selam hanya diperkenankan berenang (­snorkeling) di titik yang letaknya tak jauh berbeda.

Pemandangan di Lekuan III boleh dibilang cukup luar biasa. Selain ikan laut dan terumbu karang yang indah, konturnya juga cukup menarik karena terdiri atas slope (datar) dan wall (tebing). Arusnya juga tidak terlalu kuat. Oleh karena itu, sering digunakan para penyelam untuk melakukan persiapan (entry point) ketika berkunjung ke Bunaken.

Sementara itu, proses pemungutan sampah menghasilkan sejumlah limbah. Ada yang berupa sampah tekstil, botol dan gelas air mineral, karet, serta limbah B3. Limbah tekstil ialah yang paling banyak dipungut karena mencapai 5,8 kg. Setelah itu, disusul limbah botol dan gelas air mineral sebanyak 3,8 kg serta limbah karet yang mencapai 2,7 kg.

Pemilahan sampah hasil bersih pantai, menurut Tenia, sangatlah penting. Hal tersebut dapat digunakan untuk studi lanjut, termasuk untuk melihat kerugian ekonomi (economic lost). Temuan tersebut juga dapat menjadi indikator untuk melihat bagaimana kerugian akibat tumpukan sampah, yang selanjutnya berkorelasi dengan ekosistem atau ekonomi wisata.

Keluarga

Kegiatan bersih pantai juga dilakukan Tenia di Pantai Malalayang. Kegiatan di hari ketiga itu dilakukan bersama sejumlah relawan yang tergabung dalam Mundung Family. Sang koordinator, Jendri Sasiwa, punya cerita menarik dibalik keluarga besar penjaga kebersihan pantai ujung selatan Manado itu.

Menurut Jendri, Mundung Family terbentuk sejak dua tahun lalu. Komunitas itu berdiri atas latar belakang keluarga yang hobi menyelam dan menghabiskan waktu di pesisir Pantai Malalayang.
“Mundung artinya menyelam. Jadi, di sini ada keluarga penyelam yang terdiri atas delapan pasang suami istri. Setiap kita menyelam di sini, selalu sambil memungut sampah dari dalam laut dan pantai,” tutur Jendri.

Niat memungut sampah itu, imbuh pembina Mundung Family Denny Gaghana, semakin lama semakin tumbuh lantaran didorong dengan kesadaran atas potensi wisata di Pantai Malalayang. Setiap hari selalu ada pengunjung yang mampir di pantai, yang terletak di pinggir Jalan Wolter Monginsidi itu, dan jumlahnya meningkat pesat di akhir pekan.

Dewasa ini, ada lebih dari 100 penjaja makanan dan minuman di Pantai Malalayang. Mereka berjajar di bahu jalan, sepanjang kurang lebih 1 km. Setiap harinya, kata Jenri, para pedagang rata-rata menghasilkan limbah berupa 15 plastik bungkus mi instan. Selain itu, mereka juga menghasilkan sampah organik berupa kulit pisang goroho, yang jumlahnya mencapai 6 tandan per warung. Jumlah itu belum termasuk botol air mineral dan lain sebagainya.

Melihat produksi limbah tersebut, Mundung Family lantas mendekat­kan diri dengan para pedagang. Bersama-sama mereka lantas memikirkan solusi agar limbah tidak mencemari laut. Lebih dari itu, Mundung Family juga memberikan edukasi kepada para pedagang terkait dengan manajemen sampah (waste management).

Salah satu pedagang di Pantai Malayang, Okma Reba, mengatakan bahwa dewasa ini kawasan di sekitar warungnya jauh lebih bersih dari beberapa tahun silam. Itu karena Mundung Family dewasa ini selalu ‘menjemput sampah’ dengan cara membagikan karung kepada pedagang.

Setiap minggu, lanjut Okma, Mundung Family akan membagikan dua karung untuk tiap warung. Melalui dua karung itu pula kemudian dibedakan sampah plastik bungkus makanan dan botol atau gelas air mineral. Sampah yang terkumpul lalu disetorkan ke bank sampah, lantaran dewasa ini Mundung Family belum memiliki alat untuk mengolah sampah.

“Saya sudah 10 tahun lebih jualan di sini. Perubahannya terasa sekali. Anggota (Mundung Family-red) kebanyakan kerja. Jadi, mereka ke sini tiap Sabtu untuk memberikan edukasi. Mereka pungut sampah di pantai dan laut juga, kami yang ­ambil di sekitar kios,” tutur Okma.

Menurut Okma, kehadiran Mun­dung Family dewasa ini telah membentuk budaya tertib sampah di Pantai Malalayang. Kebiasaan itu bahkan tidak hanya dilakukan para pedangang, tetapi juga para pengunjung.

“Dulu orang minum, botolnya langsung ke laut. Sekarang kami bilang ke mereka, ‘Taruh saja di situ, nanti kami, pedagang, yang ­memasukkannya ke karung’,” ­imbuh perempuan berusia 33 tahun itu.

Sementara itu, Jendri menjelaskan bahwa dewasa ini Mundung Family sedang gencar-gencarnya memasang poster seruan peduli lingkungan. Melalui poster itu pula, mereka menyematkan diksi yang mudah merangsang niat pengunjung, misalnya, ‘Buang Sampah Sembarangan? Saya Doakan Jomblo Seumur Hidup’. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya