Headline
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.
Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.
STAR Wars: The Rise of Skywalker bisa dibilang film yang penuh beban. Ini bukan saja untuk kreatornya, melainkan juga penontonnya.
Adalah akhir dari saga super panjang berusia 42 tahun, ada begitu banyak simpul yang harus disatukan. Ini berarti pula ada banyak tokoh lama dimunculkan lagi, termasuk dari luar trilogi prekuel ini sendiri.
Keseluruhan saga Star Wars yang diciptakan George Lucas ini memang terdiri atas tiga trilogi. Trilogi inti atau disebut juga trilogi klasik ialah Star Wars (1977), Empire Strikes Back (1980), dan Return of Jedi (1983).
Pada trilogi prekuel, Lucas masih duduk sebagai sutradara. Tiga film di trilogi ini ialah The Pantom Menace (1999), Attack of the Clones (2002), dan Revenge of the Sith (2005).
Pada trilogi sekuel, Lucas yang saat ini berusia 75 tahun sudah tidak ikut dalam produksi meski rumah produksi yang didirikannya, Lucasfilm, masih memegang kendali film itu bersama dengan Bad Robot Productions. Film pertama, Star Wars: the Force Awakens (2015), disutradari JJ Abrams yang sekaligus ikut menulis skenario film. Abrams kembali menakhodai episode IX ini setelah pada film kedua, Star Wars; The Last Jedi (2017), peran sutradara dan penulis skenario dipegang Rian Johnson.
Kembalinya Abrams, meski buah hengkangnya perginya sutradara Colin Treverrow karena perbedaan visi kreatif dengan Lucasfilm, semakin memperbesar harapan soal suksesnya film ini. Walau Johnson juga dinilai berhasil, banyak kritikus memberi Abrams nilai lebih spesial karena dianggap mampu memberikan napas baru pada cerita yang ditulis Lucas, khususnya dengan memunculkan tokoh perempuan utama baru setelah Putri Leia, yakni Rey.
Kini pada film penutup itu Abrams jelas kembali berhasil menyuguhkan adegan-adegan pertarungan yang epik, salah satunya tentu saja pertarungan lightsaber antara dua tokoh inti, Kylo Ren--Ben Solo (Adam Driver) dan Rey (Daisy Ridley) di reruntuhan Death Star. Intens sekaligus emosional. Dari sisi teknologi, ia pun menyisipkan berbagai kecanggihan baru, termasuk pada peningkatan fitur stormtrooper.
Privilese keturunan
Selain menjadi panggung Rey dan Ren, film penutup ini juga memunculkan kembali tokoh lama untuk merekatkan simpul-simpul yang masih menjadi tanda tanya selama 4 dekade ini. Di antara karakter itu ialah
Kaisar Palpatine yang pertama muncul di Empire Strikes Back (1980). Kehadiran master dari Sith Dath Vader ini sekaligus memberikan jawaban asal-usul Rey.
Penampilan Rey sendiri telah makin matang dibawakan Ridley. Pada film ini, Rey yang telah ditempa Luke Skywalker (Mark Hamill) di Last Jedi, berguru pada Leia.
Rey bersama Finn (John Boyega) dan Poe (Oscar Isaac) lalu melakukan perjalanan antarplanet untuk menemukan kristal yang juga sedang diburu Ren.
Kristal yang hanya terdapat dua buah itu dibutuhkan Ren untuk menuju Exogol, tempat Palpatine bersemayam. Ren ditawari kekuasaan yang lebih besar dengan membangun kekaisaran baru dan armada perang yang tak berbatas.
Trio Rey, Finn, dan Poe menemukan petunjuk dari bahasa Sith kuno yang ada pada sebuah belati. Namun, situasi rumit karena program C 3PO tidak diizinkan menerjemahkan bahasa Sith tersebut.
Mereka pun harus menuju planet Kijim untuk memprogram ulang C 3PO. Di sana, mereka bertemu Babu Frik dan Zorii Bliss (disinyalkan sebagai cinta lama Poe).
Salah satu kristal itu kemudian diketahui berada di Death Star. Di situ pula pertarungan Ben dan Rey menggunakan lightsaber pecah.
Dalam adegan di Exogol, kita akan melihat peristiwa yang mirip saat seperti Rey dibawa Ben Solo (Kylo Ren) untuk menemui Snoke. Namun, kekuatan keduanya yang bisa berkomunikasi lewat Force Time membawa cerita berbalik.
Di sisi lain, formula pengulangan itu memang bukan baru dalam saga ini. Sebelumnya, sudah ada babak serupa pada hubungan bapak dan anak yang berseberangan seperti Anakin dengan Luke dan Han dengan Ben. Desain intrik lainnya yang dimunculkan lagi ialah yang serupa ketika Ben membunuh Snoke pada Last Jedi.
Rumusan intrik yang sama itulah yang membuat film ini kurang memuaskan sebagai penutup kisah yang begitu panjang. Bukan hanya itu, desain intrik ini pun membuat kegamangan akan nilai-nilai revolusioner yang sudah dibuat Star Wars sejak era 1970-an.
Meski akrab dengan sosok perempuan sebagai pemimpin, nyatanya kisah prekuel Star Wars belum lepas dari privilese garis keturunan. Maka itu, kita pun dibuat bertanya akankah di era perang bintang sekali pun keluargalah yang bisa membuat orang menjadi The Choosen One? (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved