Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Setahun Hidup di Bawah Tenda Darurat

M TAUFAN SP BUSTAN
29/9/2019 00:40
Setahun Hidup di Bawah Tenda Darurat
Posko pengungsian Balaroa di Palu, Sulawesi Tengah.(MI/M TAUFAN SP BUSTAN)

SEORANG perempuan ­paruh baya jongkok mengisi ­jeriken, ember, dan loyang kosong dengan air bersih. Diiringi sepoi angin, ia kemudian bersantai menunggu senja.

Nurlina, demikian perempuan itu berupaya menikmati hidup lewat keramahan alam yang ada. Selain itu, terlebih soal harta benda, tidak banyak yang ia punya.

Bahkan, tempat tinggal pun, sudah setahun ini Nurlina hidup di posko pengungsian Balaroa di Palu, Sulawesi Tengah. Hal itu ia jalani setelah rumahnya ludes diisap bumi seusai gempa bumi berkekuatan 7,4 magnitudo mengguncang, menjelang malam pada 28 September 2018.

“Saya tinggal dengan suami dan anak di sini. Bisa dibilang masih berharap bantuan. Kalau tidak ada lagi (bantuan), berusaha sendiri,” tutur perempuan berusia 60 tahun itu, Sabtu (21/9).

Setahun sudah bencana alam melanda Palu, Sigi, dan Donggala. Sejatinya, warga yang menjadi korban telah dipenuhi haknya, tetapi itu belum terealisasi sepenuhnya.

Di posko pengungsian Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat, misalnya, masih ada 251 kepala keluarga atau 1.010 jiwa warga yang merupakan korban gempa dan likuefaksi perumahan nasional (­perumnas). Banyak warga tidak juga beranjak dari pengungsian karena hunian sementara (­huntara) yang diberikan pemerintah tidak sesuai kebutuhan.

Contohnya, dialami keluarga Marhamah, 50, yang anggota keluarganya mencapai delapan orang. Akibat luas rumah tidak dapat menampung, mereka pun kembali ke posko.

Ada pula keluarga yang menginginkan huntara tetapi tidak masuk daftar penerima hunian. Keluarga yang berhak menerima huntara hanyalah keluarga dengan bangunan rumah yang terkena gempa merupakan milik pribadi. Sementara itu, ada pula beberapa keluarga tetap tidak bisa menerima huntara tanpa alasan yang jelas meski telah terdata.

Untuk bertahan hidup di posko, sejumlah pengungsi menjalankan berbagai usaha sebisanya. Ada yang menjual jajanan anak-anak, menjadi pengojek, dan pekerjaan serabutan lainnya. Mereka berharap semangat mereka untuk bangkit dari keterpurukan segera mendapat dukungan dari pihak terkait. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya