Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Bahasa Rusak

Farhatun Nurfitriani, Staf Bahasa Media Indonesia
15/9/2019 03:00
Bahasa Rusak
Farhatun Nurfitriani, Staf Bahasa Media Indonesia.(DOK.MI)

GENERASI milenial selalu dapat menciptakan banyak hal baru, salah satunya melalui bahasa. Inovasi bahasa yang biasa mereka sebut dengan bahasa gaul ragamnya semakin membeludak. Eksistensinya di jagat maya pun kian mendominasi dan terus menanjak. Saking bervariasinya ragam bahasa gaul itu hingga terkadang membuat si penerima pesan harus berkali-kali memutar otak. Hal itu karena bahasa yang mereka ciptakan cukup eksentrik juga terkadang menimbulkan gelak.

Seperti halnya kalimat yang saya kemukakan berikut ini: ‘Mantap, konser Westlife malam ini hacep banget’. Jika kita selisik, dalam kalimat itu terdapat istilah hacep yang merupakan salah satu bahasa gaul anak kekinian. Istilah hacep merupakan kebalikan dari kata pecah, yang biasanya digunakan anak muda zaman sekarang untuk menunjukkan suksesnya sebuah acara.

Selain istilah hacep, kaum milenial juga kerap kali menarasikan istilah sabeb, yang merupakan kebalikan dari kata bebas (bermakna terserah), istilah ucul untuk menyatakan lucu. Yang sudah terlampau laku di pasaran kaum milenial saat ini, yaitu istilah kuy. Kuy merupakan kebalikan dari kata yuk, kata lain dari ayo atau ungkapan mengajak pada suatu hal. Contoh kalimatnya seperti ini, ‘Kuylah kita ke mal’. Kemudian, biasanya para milenial membalasnya dengan jawaban, ‘Ya kali gak kuy’, yang bermakna ‘ya ayolah masa enggak’.

Lagi-lagi masih tentang bahasa gaul. Rupa-rupanya, selain istilah hacep, ada pula istilah lain, misalnya, sabi. Sabi memiliki pola yang sedikit berbeda dengan hacep. Sabi diambil dari kata bisa, yang dibalik suku katanya.

Berbeda pola dari istilah-istilah sebelumnya, kali ini ada istilah gans dan cans yang juga acap lalu lalang di media sosial. Gans merupakan singkatan yang tidak lain berarti ganteng yang diimbuhi huruf s pada akhir kata agar terdengar lebih kece. Lalu, cans menunjukkan arti cantik.

Jika dilihat dari kacamata bahasa, fenomena bahasa gaul itu termasuk dalam bahasa okem atau prokem, yang merupakan bahasa sandi. Dulu bahasa prokem akrab digunakan kalangan kriminal/preman. Namun, seiring perkembangan zaman, bahasa prokem banyak digemari dan dituturkan oleh kalangan remaja.

Pada umumnya bahasa prokem digunakan remaja untuk berkomunikasi dalam keadaan santai dan menjalin keakraban. Selain itu, dengan menggunakan bahasa prokem, remaja sepertinya ingin menyatakan diri sebagai kelompok masyarakat tertentu yang berbeda dari kelompok lain, merasa tidak keting­galan zaman, dan terkesan keren. Walakin, alih-alih terkesan keren, justru terkadang bahasa prokem bisa menyulitkan si penerima pesan yang tak memiliki wawasan cukup luas mengenai bahasa itu.

Maraknya penggunaan bahasa prokem zaman sekarang juga mengingatkan kita pada bahasa prokem yang selalu hidup di Nusantara ini, bahasa yang tidak begitu saja hilang atau lenyap termakan zaman, sebut saja istilah bokap yang berarti bapak, sepokat yang merujuk pada sepatu, dan nyokap yang bermakna nyonya/ibu.

Dunia remaja memanglah unik. Mereka memiliki gaya tersendiri dalam menjalani kehidupannya, termasuk cara mereka berbahasa. Populernya bahasa prokem di kalang­an mereka bukanlah hal yang perlu dirisaukan sepanjang penuturnya tahu tempat untuk menggunakannya.

Namun, seiring tenarnya bahasa prokem itu alangkah eloknya para remaja tidak lupa pula memopulerkan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal itu bertujuan menjaga keeksistensian bahasa Indonesia agar tidak tergeser kedudukannya oleh bahasa prokem yang saat ini nomor wahid remaja tuturkan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik