Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
Selama ini kita dipengaruhi pernyataan hewan tak memiliki akal dan pikiran. Namun tim peneliti dari Belanda mempelajari wilayah otak ini pada tikus dan menemukan mereka berempati dengan cara yang sama seperti manusia.
Mereka menyebutkan sel-sel di wilayah otak yang dikenal dengan 'cingulate cortex' aktif ketika seekor hewan dalam kesakitan fisik dan melihat hewan lain dalam ketidaknyamanan. Cingulate cortex ini wilayah yang sama tempat manusia merasakan sakit.
Studi neuroimaging pada otak manusia menunjukkan neuron di bagian otak ini menyebabkan individu merasa sakit, menjadi 'diaktifkan kembali' ketika kita melihat orang lain kesakitan.
Untuk pertama kalinya, para peneliti di Institut Neuroscience Belanda menguji teori pada tikus. Mereka menyuruh tikus melihat tikus lain yang menerima kejutan ringan dan mengukur apa yang terjadi dalam aktivitas otak dan perilaku tikus yang mengamati.
Para peneliti menemukan tikus itu membeku ketika mengamati tikus lain berada pada situasi yang tidak menyenangkan. Sebuah indikasi ketakutan yang telah ditunjukkan sebelumnya.
Rekaman ini sesuai dari cingulate cortex, wilayah yang diduga mendukung empati pada manusia. Rekaman itu menunjukkan tikus yang mengamati mengaktifkan neuron di dalam cortex cingulate yang juga menjadi aktif ketika tikus mengalami rasa sakit sendiri dalam percobaan terpisah.
Tetapi ketika para peneliti menekan aktivitas sel-sel di korteks cingulate melalui injeksi obat, mereka menemukan mengamati tikus tidak lagi membeku tanpa aktivitas di wilayah otak ini.
Pengamatan ini menunjukkan tikus yang mengamati berbagi emosi dari tikus lain."Yang paling menakjubkan adalah bahwa ini semua terjadi di wilayah otak yang sama persis pada tikus seperti pada manusia. Kami telah menemukan pada manusia, bahwa aktivitas otak korteks cingulate meningkat ketika kita mengamati rasa sakit orang lain, kecuali jika kita berbicara tentang penjahat psikopat, yang menunjukkan pengurangan luar biasa dari aktivitas ini," kata Profesor Christian Keysers, penulis utama studi dari Institut Belanda untuk Neuroscience.
Diperkirakan sekitar 1 dari 100 orang adalah psikopat, namun Tes ini belum dilakukan pada manusia psikopat karena belum memungkinkan untuk merekam aktivitas sel-sel otak individu pada manusia. Terlebih psikopat memiliki sifat antisosial, gangguan empati, dan penyesalan, keberanian, ketahanan emosional, kejahatan, impulsif, dan sifat-sifat yang sangat egois. (scincedaily/M-3)
Baca juga : Bayi Pertama dari Transplantasi Rahim
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved