Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Eksplorasi terhadap Boneka Bermata Kancing

Despian Nurhidayat
03/2/2019 05:40
Eksplorasi terhadap Boneka Bermata Kancing
(MI/DESPIAN NURHIDAYAT)

SEBUAH boneka, terpampang dalam sebuah kanvas yang terpampang di ­dinding Kopi Kalyan yang berada di Jalan Cikajang Nomor 61, ­Jakarta Selatan. Boneka-boneka yang menjadi objek lukisan tersebut terlihat seperti memberikan sebuah narasi yang dituangkan dalam bentuk visual. Sebuah eksplorasi bentuk dan penawaran pendekatan yang segar bisa dirasakan dalam pameran I Putu Adi Suanjaya atau biasa disapa Kencut.

Pameran ini menghadirkan sebanyak 30 lukisan yang bercerita sosok boneka bermata kancing yang memiliki beragam arti. Seperti pada lukisan yang berjudul Membebani, lukisan yang dituangkan dalam kanvas berukuran 100 cm x 80 cm tersebut memperlihatkan dua buah boneka dengan salah satu boneka sedang menempel pada punggung boneka lainnya. Pada lukisan ini terlihat bahwa Membenani diartikan secara harfiah dengan langkah kaki sang boneka memiliki beban tambahan karena adanya boneka yang ia gendong.

Selain memfokuskan diri pada objek boneka bermata kancing, Kencut juga ­menambahkan ragam warna dan pola dalam lukisannya. Warna-warna seperti merah, hijau, biru, dan lainnya berpadu sengan pola polkadot, kotak-kotak, dan banyak pola lainnya tertuang dalam lukisan Kencut. Pola dan warna ini pun tertuang dalam tubuh boneka-boneka yang berada dalam lukisannya dan terlihat seperti baju yang dipakai para boneka.

Menyoal mata kancing yang melulu dibahas dalam pameran ini, Kencut menyatakan bahwa ia mendapatkan ­inspirasi dari sebuah film animasi yang diproduksi ­Focus Features pada 2009 yang berjudul Coraline.

“Saya selalu tertarik pada citraan yang plastik, tapi menyiratkan kehidupan. Hal itu saya temukan pada tokoh-tokoh dalam Coraline yang bermata kancing itu,” ungkap pria lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) tersebut.

Film animasi bergenre horor itu, menurut Kencut, melecut kesadarannya atas fakta bahwa hipokrisi atau kepura-puraan begitu lazim terjadi dalam hidup manusia. “Manusia cenderung berkeinginan untuk menutupi horor dan hal-hal getir yang melingkupi hidupnya dengan segala sesuatu yang terlihat manis,” lanjut Kecut.

Kencut yang merupakan keturunan Bali memiliki perkembangan artistik yang kuat pada kriya dekoratif terutama dalam bentuk ukiran seperti kebanyakan masyarakat Bali yang memang ahli dalam bidang tersebut. Hal ini rupanya membuat Kencut memiliki ketertarikan yang sangat besar dalam upaya eksplorasi bentuk berbagai macam objek. Inilah yang membuat Kencut memiliki kecenderungan ­eksplorasi teknik dan medium yang membuatnya konvensional.

Referensi baru

Ary Indra, selaku kurator dalam pameran ini mengungkapkan bahwa pameran ini memberikan referensi baru dalam jagat seni lukis kontemporer Indonesia. Ia pun menambahkan bahwa ini merupakan pameran tunggal perdana dari Kencut dan juga sekaligus menjadi ajang memperkenalkan pelukis secara lebih luas di ranah seni rupa Indonesia.

“Lukisan Kencut konsisten menghadirkan boneka dan kelompoknya, makhluk-makhluk bermata kancing yang menolak memandang rupa dunia walaupun harus menjadi bagiannya. Namun, di dalam karyanya, Kencut juga menampilkan adegan-adegan manusiawi yang menyiratkan pertemanan, permusuhan, kebencian, rasa suka, dan segala peran manusia,” ungkap Ary pada pembukaan pameran kaum mata kancing, Senin (18/1).

Ary juga menambahkan pengadeganan yang dibuat cair dengan mereplika hidup dan roman aksi manusia yang dibuat melalui sosok boneka bermata kancing ini merupakan sebuah paradoks yang halus sekaligus tajam sebagai penyampai pesan bersambung tentang manusia.

“Bahwa manusia yang tercemar saat mengarungi takdir hidup, sesungguhnya tetap adalah mahluk suci yang pernah lahir tanpa dosa. Karena mata sebagai jendela jiwa yang sebenar-benarnya terkadang justru menjebak saat kehidupan menuntut peran manusia di dunia,” lanjutnya.

Dalam pameran ini, Kencut sendiri rupanya melakukan sebuah eksplorasi berbasis digital. Diskusi antara dirinya dan Ary, menghasilkan ide untuk melakukan eksplorasi digital dengan teknologi ­augmented reality (AR).

Dengan teknologi ini, 8 lukisan dari Kencut bisa menghasilkan sebuah gerak yang berbeda dan tentunya para pengunjung harus meng­unduh aplikasi Ars. yang tersedia di Apps Store maupun Play Store untuk melihat bagaimana lukisan-lukisan dari Kencut ini dapat bergerak. Hanya lukisan yang bertanda Ars. saja yang mempu menghasilkan gerak.

“Kami ingin memberikan khazanah baru pada generasi milenial untuk dapat menikmati lukisan dengan fitur Augmented Reality yang dapat menggabungkan screen culture dan canvas culture yang mulai banyak ditinggalkan,” ungkap Ary.

Terakhir, Kencut juga meng­ungkapkan bahwa ia merasa terpesona dengan kemungkin­an gerak yang dapat dihasilkan animasi dan teknik digital lainnya yang menyebabkan ia setuju untuk membuat lukisannya bergerak.

Pameran dari Kencut ini berlangsung dari 19 Januari sampai 9 Februari 2019 di Kopi Kalyan. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya