Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Puisi

BAGUS LIKURNIANTO
27/1/2019 04:30
Puisi
(MI/Tiyok)

Capung

aku adalah capung
terbang menyusuri semesta
sedangkan Engkau ibarat kabut
menjelma dingin di antara sembahyang pagi
Karangnangka, 26 September 2018


Selengkung Bukit Punggung

tersirat cerita pada selembar janur
yang tak pernah kering oleh windu dan umur,
pohonnya
tumbuh menjulang dalam relung gunung agung
di kaki langit punggung bukit terjengit menyapa tumit

aku menunggu kedatanganmu
bertahun-tahun duduk di atas batu mengasuh waktu
atas janji dalam palung mataku yang semakin alastu

tidak ada kesendirian di dada yang kosong ini
yang ada cumalah gaung terkadang meraung dalam
diri
terdengar suara lengkingmu di atas lengkung
punggung
panggung tempatku hidup dan terus berkabung

Purwanegara, 23 September 2018


Lingkaran Pagi

: untuk Hardian Rafellia Asril Aini

sebelum kau membungkus sujudmu
aku telah berdoa agar sepi lelap di tubuhmu
menggeming dalam ruang paling hening
di sebuah dada batinmu tak mengenal gunjing

setiap lesat langit malam
kau menghitung pasal-pasal kehilangan
beberapa bintang, dari tingkap rumah peotku
menyaksikan bisik-bisik pasir berzikir
di telapak subuh sampailah angin bertiupan
di lengan-lengan pagi

kau langkahkan burit tubuhmu
menuju esok saat lembaran jiwamu merembang
di atas kabut meredam diri di setiap embun
sebelum sepenggal sunyiku tenggelam di kaki duka

Purwanegara, 25 September 2018


Lautan dalam Hujan

: untuk Dewi Sukmawati

di dadamu ada hujan di dadaku ada hujan
pertemuan kali ini hujan membagi dua rintik belahan
pada rongga-rongga iga merentang batang layar
melautkan gelombang penyibak bandar di pelabuhan

akulah air yang direstui laut dan ibu
dengan tubuh renta kuevaporasi usia mendebur doa
lalu
memanjatkannya lewat juntaian awan-awan pilu
penyerap rindu dengan perasaan yang paling sembilu

aku ingin menjadi embun
yang berjatuhan di dalam hatimu, berkawan dengan
kabut
dan rumput basah dalam gelisahmu

tetapi, yang ada malahan aku jatuh di daun wajahmu
perlahan mengalir ke gelombang laut mengarungi
waktu
yang sebentar biru dalam palung rindu rintikkan
hujanmu

Purwanegara, 21 September 2018


Saban di Sabana

kepalaku mulai ditumbuhi rumput dan perdunya
dikelilingi palem dan akasia tumbuh lebih lebat dari
usia

burung-burung kudusi dari tanah asing
turut berbising di samping kuping dengan suara yang
paling
melengking, bison bersama rombongannya
berbondong-bondong
boyong menuju tanah lapang di dada yang masih
kosong

tibalah di ujung saban
tanah menengadah bolak-balik waktu dalam zikir jam
pasir
terjulur ke hadapan-Nya hingga mata dan tatapan
nyalang memandang ujung perasaan
Rupu, 19 September 2018

Peluru

hidup adalah peluru
sebarang waktu mestilah diletupkan
sebab kau sebatang senapan
digenggam erat oleh tangan yang dingin

peletupan pertama menembak
muasal datangmu dan sujud tidak pernah tahu
kapan buai sajadah ditempa waktu menghabiskan
separuh doa dalam sebidik tengadah

peletupan berikutnya mengiringi
langkah tuan yang sendirian pergi ke jalan pulang
namun, peluru ini tak kunjung mengerti
manakah yang paling benar, “ia pergi ataukah
pulang?”

pada ruang peti di depan sana tertakar sekar
pati wangian melati, perjalanan peluru tidak terlalu
sunyi
untuk dihayati. kelak di penghujung jiwa peluru itulah
yang akan bercerita tentang bunga senja yang
tertembak usia

Purwokerto, 24 September 2018


Bagus Likurnianto merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan
Agama Islam dan bergiat di Sekolah Kepenulisan
Sastra Peradaban (SKSP) IAIN Purwokerto. Beberapa
tulisannya masuk antologi bersama, seperti Wangian
Kembang (Sempena, 2018), Rumah Kita (Tembi, 2018), Febisme
2 (IAIN Press, 2018), Duka Lombok (Apajake, 2018),
Perempuan Hebat (Anlitera, 2018), Pilar Puisi 4 (IAIN
Press, 2017). Ia menjadi juara ke-3 Peksimida (Pekan Seni
Mahasiswa Daerah) XIV tangkai lomba penulisan puisi
yang diselenggarakan Badan Pembina Seni Mahasiswa
Indonesia (BPSMI) Jawa Tengah pada 2018.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya