Headline

Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.

Fokus

Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan

Kata Tumbuh

Meirisa Isnaeni, Staf Bahasa Media Indonesia
27/1/2019 00:00
Kata Tumbuh
(Dok. Pribadi)

KATA merupakan hasil budaya literasi masyarakat penuturnya. Keberadaannya dinamis dan terkadang juga habis terkikis. Kedinamisan itu tumbuh romantis karena dipakai secara sistematis.

Namun, kata terkadang hilang karena sepi dan usang. Biasanya kata yang hilang itu tak percaya diri untuk digunakan, semisal kata sangkil dan mangkus. Sebaliknya, kata yang tumbuh ialah kata yang secara tepat mewakili ide-ide generasi pada zamannya. Ini cenderung berkembang dan tak akan dibuang, contohnya, viral, lebai, dan jomlo. Di sisi yang lain, seharusnya ada kata yang tumbuh dan muncul di tengah generasi yang tangguh.

Bahasa Indonesia, bagi sebagian kalangan, apalagi yang awam, dianggap sebagai bahasa yang tergolong rumit, bahkan untuk warga negaranya sendiri. Mengapa demikian? Bagi sebagian kalangan tersebut, mereka menganggap bahwa aturan-aturan dan kaidah-kaidah yang ada di bahasa Indonesia terlalu banyak, bikin penat, dan bahkan cenderung ‘kaku’.

Hal itu pun ditandai dan dibuktikan dengan banyaknya masyarakat kita yang dengan mudah memahami bahasa asing, tetapi tidak dibarengi dengan pemahaman yang mendalam terkait dengan bahasanya sendiri. Sungguh, lagi-lagi membuat miris hati.

Konon, salah satu ciri khas dari sebuah bahasa ialah memiliki aturan yang terkesan tidak konsisten, tapi berlaku secara konsisten. Wah, bagaikan si ‘doi’ yang tak kunjung memberikan kejelasan karena mungkin di matanya kita tak tergolong orang yang ‘kompeten’.

‘Kembali ke laptop’. Meski aneh, bahasa Indonesia ternyata bisa menjadi contoh dalam hal ketidakkonsistenan ini, khususnya soal imbuhan me-N dan pe-N. Pada penggunaan imbuhan me-N dan pe-N, ada lema yang akan melebur dan luluh. Fenomena ini dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan hukum KPST.

Masyarakat pun tahu bahwa ada hukum seperti itu dalam bahasa Indonesia, bahkan untuk orang yang awam dengan kaidah bahasa Indonesia, mereka pasti pernah mendengarnya. Namun, banyak orang yang cenderung abai dengan hukum KPST ini.

Sebagaimana yang kita tahu bahwa istilah ‘KPST’ merujuk pada kata-kata dasar yang berawalan huruf k, p, s, dan t yang diikuti huruf vokal. Aturannya tentu sederhana: kata dasar yang berawalan huruf ini secara otomatis akan melebur jika diberi imbuhan me-N dan pe-N.

Di dalam hukum tersebut, ada salah satu aturannya yang menyebutkan kata dasar yang berawalan huruf k, p, s, dan t dengan huruf kedua berupa huruf konsonan bisa melebur jika mendapat awalan pe-N. Sebagai misal, pemrotes (dari kata protes), pemroses (dari kata proses), pemrogam (dari kata program). Secara sederhananya, awalan yang menggunakan pe-N itu termasuk golongan kelas kata nomina.

Ya, aturan kata-kata yang melebur dan luluh ini memang menarik untuk dipahami. Akan tetapi, ada sesuatu yang janggal jika diselisik kembali.

Ternyata, secara paradigmatis, tidak semua kelas kata nomina yang diawali dengan huruf KPST dan disandingkan dengan huruf konsonan ada di KBBI, contohnya pada lema pemroposal, pemroteksi, pemraktik, dan pemraduga.

Dengan demikian, hal itu menjadi suatu ketimpangan atau ketidakadil­an bagi beberapa kata yang tidak ada di KBBI. Tentunya, itu juga menjadi sebuah kebimbangan bagi para pengguna bahasa Indonesia. Apalagi, bagi orang-orang asing yang ingin mempelajari bahasa yang sudah jelas kita cintai.

Ada baiknya, menurut hemat saya, kata-kata tersebut (pemroposal, pemroteksi, pemraktik, dan pemraduga) masuk lema Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tujuannya untuk menambah dan memperkaya perbendaharaan kata bahasa Indonesia.

Perihal ‘laku’ atau ‘tidak laku’ dari kata-kata tersebut, itu semua dikembalikan lagi kepada si penuturnya.  Sama seperti halnya dengan kata sangkil dan mangkus yang ada di KBBI walaupun kata itu tidak ‘laku’ sampai sekarang ini.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik