Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

Saat Orang Kaya Baru Diuji

Abdillah M Marzuqi
27/1/2019 01:00
Saat Orang Kaya Baru Diuji
(DOK. SCREENPLAY PICTURES)

Siapapun pasti pernah membayangkan menjadi orang kaya, atau minimal lebih kaya dari kondisi nyatanya. Tidak perlu lagi berpikir ulang untuk membeli barang. Bisa melakukan apa saja dengan uang yang dimiliki.

Imajinasi itu mungkin ada dalam benak kebanyakan orang di Indonesia, yakni mendadak kaya. Bagaimanapun soalan duit masih menjadi masalah yang tidak bisa diremeh­kan bagi masyarakat kita. Imajinasi yang menjangkau hampir sebagian besar kita itu dituangkan Joko Anwar dalam naskah film Orang Kaya Baru (OKB).

Berbincang tentang jalan cerita, Joko Anwar mungkin selesai di tahap skenario. Berikutnya ialah proses berat yakni menerjemahkan naskah dalam bentuk visual. Kali ini, Ody C Harahap yang bertindak sebagai sutradara. Naskah yang ditulis Joko Anwar dengan didasarkan pada kisah pribadinya itu pun sukses digarap Ody. Mereka terbukti jadi paduan yang apik.

Tentu sulit untuk menyelaraskan para pemain seperti Raline Shah, Lukman Sardi, Cut Mini, Derby Romero, dalam sebuah ikatan keluarga. Ikatan yang tidak mudah untuk ditampilkan. Jika tidak tepat, keintiman akan serasa semu. Namun, Ody sukses membangunkan kesan ikatan keluarga dalam film ini.

Tantangan tidak berhenti di situ, Ody harus mampu menyajikan sebuah visual dari mereka yang sebelumnya sederhana menjadi lagak orang kaya. Realistis, tanpa harus terlalu norak. Perubahan 180% yang pasti membuat sutradara harus mencari cara tersendiri agar setiap sesuatunya tampak alami dan asli. Ody mampu menjaga ruh film itu tetap santai, tapi bermuatan serius, kocak, tanpa kehilangan nilai kehidupan.

Film Orang Kaya Baru mengisahkan sebuah keluarga dengan perekonomian pas-pasan yang mendadak kaya raya. Awalnya, mereka ialah keluarga sederhana nan kompak. Lukman Sardi berperan sebagai bapak, Cut Mini sebagai ibu. Mereka memiliki tiga orang anak yang diperankan Derby Romero sebagai Duta, Raline Shah sebagai Tika, dan Fatih Unru sebagai Dodi. Adapun Refal Hady memerankan Banyu, sosok gebetan Tika.

Mereka tinggal di rumah biasa. Tidak memprihatinkan, tidak pula mewah. Bapak tidak punya cukup uang untuk menunjang mimpi anak-anaknya, tapi selalu optimistis dan bahagia. Ibu selalu memasak dan antarjemput Dodi menggunakan motor lama.

Dodi ke sekolah dengan sepatu yang sudah lepas sol bagian bawahnya. Tika yang masih kuliah mesti hidup irit, pulang pergi kuliah naik metromini. Sementara itu, Duta tidak bisa mewujudkan mimpinya membuat pertunjukan teater. Terkadang untuk urusan makan, ketiganya masuk ke kondangan orang yang sebetulnya tidak mereka kenal.

Akan tetapi, walau hidup pas-pasan, mereka dikisahkan tetap hidup senang. Kehangatan keluarga terus dipelihara.  

Kehidupan keluarga tersebut berubah ketika Bapak meninggal dunia. Bapak, sosok panutan dalam keluarga itu, ternyata meninggalkan warisan harta berlimpah kepada istri dan anak-anaknya. Harta yang selama ini ia rahasiakan.

Berkat warisan tersebut, berubahlah mereka menjadi ‘OKB’. Apa pun yang mereka inginkan, kini dengan mudah dapat mereka beli. Walakin, pada saat kondisi berlebih itulah keutuhan keluarga dan nilai-nilai moral yang selalu mereka pegang mendapat ujian lebih berat.

Tika, misalnya, diuji dengan godaan untuk berteman dengan perempuan-perempuan kaya berwajah palsu. Bayu digoda dengan ambisinya membuat pertunjukan akbar, sedangkan Ibu repot dengan segala macam perhiasan dan keinginan untuk menjadi orang terkenal.

Di situ, sosok Banyu seolah menjadi ‘jangkar’ dengan karakternya yang kukuh dan teguh dalam pendirian. Ia mengha­dirkan semangat dalam setiap langkah kehidupannya meskipun serbapas pula.

Relevan

Kendati selama tayang penuh kesan jenaka, film OKB ini tetap memberikan makna tersendiri dalam setiap konflik yang dimiliki pemeran. Tidak disangka, setiap adegan terasa sangat relevan dengan kehidupan pribadi. Semua pandangan terhadap orang kaya, khayalan menjadi orang kaya, tersaji dalam visual yang apik.

Setiap produksi film, hampir selalu tersemat improvisasi. Begitupun dengan film garapan Ody ini. Memang Ody membebaskan pemain untuk mendalami karakter dan dialog masing-masing dalam film ini. Ia hanya mematok garis yang berfungsi sebagai inti cerita. Selebihnya, pemain bebas mengeksplorasi karakter peran masing-masing. Hasilnya, para pemain bisa dengan sukses memerankan karakter masing-masing. Pemain mampu membawakan peran dengan alami.

Jalan cerita dan sinematograsi layak diacungi jempol. Rapi dan detail menggambarkan perubahan hidup keluarga, dari miskin ke kaya. Unsur komedi dalam film ini sangat terbantu dengan jalan cerita yang memang dibuat lucu hingga ke detail adegan. Seperti ketika makan di restoran mewah atau pergi ke toko furnitur mahal dengan pramuniaga yang sinis pada mereka.

Orang Kaya Baru menjadi seperti sebuah kesatuan yang enak disimak. Lukman Sardi dan Cut Mini seperti biasa, bagus. Raline Shah yang baru kali ini bermain komedi pun cukup mampu membawakan citra berbeda saat sebelum dan setelah kaya.  

Namun, Dodilah yang sukses membawa peran sebagai pemegang tampuk cerita. Ia menjadi figur kunci yang menjahit dan menjalin bagian cerita. Apalagi, ketika Dodi makan malam sendirian dan minta ditemani pembantu. Padahal, saat masih miskin, seluruh anggota keluarga bisa makan malam bersama sambil bercanda.

Pada akhirnya, OKB tidak menawarkan hal baru. Ia setia dengan aksioma klasik, bahwa uang (konon) tidak bisa membeli kebahagiaan. Namun, film ini layak sebagai hiburan, sekaligus pengingat pentingnya makan bersama sekeluarga. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya