Pelajaran tentang Hidup

Tosiani
30/12/2018 03:40
Pelajaran tentang Hidup
(DOK. IWANTTOEATYOURPANCREAS.COM)

Film ini mencoba menyampaikan pesan tentang hal mendasar dari hubungan antarmanusia.

I Want to Eat Your Pancreas barangkali menjadi judul yang paling menggelitik di antara film-film yang tengah tayang di jaringan sinema Tanah Air pada liburan akhir tahun ini.

Sekilas judulnya tak lazim dan membuat orang penasaran perihal genre film ini. Hororkah? Gorekah? Atau malah sci-fi? Namun, dengan melihat poster filmnya, teranglah bahwa film ini berkisah tentang romansa masa muda.

Cerita film berdurasi 108 menit ini bergulir dari penuturan tokoh 'Aku' yang namanya baru akan diketahui penonton pada akhir film. Karena satu ketidaksengajaan, ia mengetahui bahwa Sakura Yamauchi, teman sekolahnya yang lincah, periang, dan populer --sangat bertolak belakang dengan dirinya tentu-- mengidap sakit pankreas. Akibat penyakit itu, hidup Sakura divonis tidak akan lama lagi. Namun, tak ada kawan-kawannya yang tahu soal itu, kecuali Aku.

Ketidaksengajaan tersebut berujung kedekatan kepada keduanya. Tidak saja meminta penyakitnya dirahasiakan, Sakura pun meminta 'Aku' untuk menemaninya sampai ia meninggal. Namun, takdir berkata lain.

I Want to Eat Your Pancreas diadopsi dari novel web yang dilansir pada 2014 karangan penulis Jepang Sumino Yoru dengan judul asli Kimi No Suizo O Tabetai --sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia di Indonesia. Pernah terbit cetak pada 2015, lalu diadaptasi menjadi manga antara 2016-2017-an. Film live action-nya dengan judul Let Me Eat Your Pancreas pun telah diproduksi dan sempat diputar di Pekan Sinema Jepang beberapa waktu lalu.

Sejak awal pemutaran film yang debut di Jepang pada September lalu ini, penonton dapat menikmati tata musik dan tampilan animasi yang bagus garapan Studio VOLN. Art yang ditampilkan bernuansa sederhana dengan warna-warna cenderung soft.

Hanya saja, tokoh Sakura yang diisi suara oleh Lynn terdengar terlalu nyaring, cenderung melengking yang kurang berirama. Karenanya, seperti kurang bisa menggambarkan sikap dan perilaku Sakura yang mestinya seorang remaja yang spontan, ceria dan periang.

Karakter, suara, dan perilaku yang digambarkan tokoh Sakura dan sahabatnya Kyoko pada film itu juga cenderung berlebihan sehingga kurang memunculkan sisi manis dan lucu karakter gadis-gadis pelajar SMU yang populer di sekolahnya. Berbeda dengan pengisi suara 'Aku', Mahiro Takasugi, yang terasa pas dengan sosok dalam film.

Celah

Pada film ini juga terasa celah pada cerita lantaran terlihat tidak ada alasan kuat bagi tokoh 'Aku' untuk terus menemani Sakura sampai ajal menjemput. Bahkan, film ini kurang bisa menggambarkan gejolak perasaan dari sakit yang dialami Sakura, hingga ketakutannya menghadapi kematian. Pun juga kurang bisa membawa penonton ikut merasakan luka batin yang dialami Aku dan orang-orang di sekitar Sakura. Film ini tidak terlalu sukses mengaduk perasaan penonton.

Lebih-lebih, hingga akhir cerita, harapan penonton untuk setidaknya mendapati korelasi makna eat your pancreas dengan alur film dan pesan yang disampaikan tidak tercapai.

Sepanjang film ini terasa biasa, dengan petualangan-petualangan Sakura-Shiga yang serba biasa. Terutama pada sekitar 20 menit terakhir film itu juga terasa amat membosankan. Lebih banyak diisi berbagai monolog dari ungkapan hati 'Aku' dan isi buku harian Sakura yang dibaca dengan lebih lengkap.

Meskipun begitu, secara visual, konsistensi animasi dan gambar latar belakang yang ciamik dapat menjadi nilai plus dari anime ini. Desain karakter pun tampak luwes dan ekspresif.

Penonton juga sedikit banyak akan terhibur oleh humor-humor Sakura, juga berbagai keusilannya yang membuat 'Aku' tak berkutik.

Secara keseluruhan, I Want to Eat Your Pancreas sebagai film dengan genre coming-of-age ini mungkin cukup menarik bagi mereka yang tengah mencari jati diri.

Ada pesan bermakna yang coba dihadirkan pada film animasi ini sehingga layak ditonton oleh remaja, yakni tentang bagaimana seseorang mesti memaknai, menghargai hidupnya dengan membangun hubungan dengan orang lain. Tidak lupa juga memberikan perhatian dan sayang pada orang lain dalam proses membangun hubungan itu. Hal itu menjadi bekal yang berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Karena setiap orang, cepat atau lambat, pada akhirnya juga akan meninggal. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya