Headline
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
Kementerian haji dan umrah menaikkan posisi Indonesia dalam diplomasi haji.
DESA Tlogoweru awalnya desa tertinggal, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Keadaan ini mendorong Elizabeth Philip untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan di desa tersebut.
Perempuan kuat ini membangun sekolah, pelatihan, dan pengembangan bisnis di bidang peternakan hingga perikanan. Semua ia lakukan meski penglihatannya hilang saat ia berusia 32 tahun akibat tumor.
Kehidupan Elizabeth tidak selalu indah. Ia sempat mengalami masa sulit ketika orangtuanya bangkrut. Rumah dan asetnya dijual akibat ayahnya bermain judi. Bahkan, mengharuskan ia dan keluarganya tinggal di rumah nenek mereka. Meski begitu, Elizabeth memutuskan tidak marah dan memilih memaafkan. Setelah kejadian itu, Elizabeth dan saudara-saudaranya bekerja dan bertanggung jawab atas kehidupan masing-masing.
Perjalanan hidup Elizabeth kian berat saat ia berusia 32 tahun. Elizabeth tidak bisa melihat dengan fokus. Ia lalu dibawa ke rumah sakit dan dokter mengatakan di antara kedua alisnya ada tumor berukuran 11,3 cm akibat sebuah kecelakaan. Tumor itu menekan syaraf yang mengakibatkan syaraf pada kedua mata dari Elizabeth putus dan rusak. Penglihatan Elizabeth ini didiagnosis dokter tidak bisa kembali lagi.
"Saat dibawa ke Jerman, dokter mendiagnosis saya hanya akan bertahan hidup 5 tahun lagi. Dokter pun berkata dalam waktu 6 bulan bola mata saya akan kering dan kempes sehingga saya tidak memiliki bola mata lagi, tapi ternyata tidak terjadi. Yang terjadi kehendak Tuhan yang terbaik," cerita Elizabeth.
Elizabeth mengaku bersyukur mendapatkan dukungan dari keluarganya, terutama sang suami. Baginya, sang suami ialah laki-laki yang mengasihi dan kerap menguatkan Elizabeth. Suaminya sempat berkata kepadanya tidak perlu takut karena selalu ada tangan Tuhan yang menolong.
Bermanfaat
Pascavonis itu, Elizabeth sempat selama tiga hari bertanya kepada Tuhan akan kondisinya. Namun, Elizabeth percaya semua hal terjadi atas izin Tuhan. Ia pun bisa bangkit dan memutuskan untuk bisa memberikan manfaat yang banyak bagi sesama.
Elizabeth pun memutuskan datang ke Desa Tlogoweru di Demak, Jawa Tengah. Sebuah desa yang sejak 1980-an tercatat sebagai desa tertinggal. Sumber-sumber kehidupan seperti pertanian dan perikanan belum bisa memenuhi kesejahteraan masyarakatnya. Pertaniannya sering mengalami kegagalan karena kekeringan yang kerap terjadi hingga gangguan hama tikus.
"Kemudian pada 2007 datang Ibu Elizabeth dan melakukan beberapa perubahan, seperti karena kekeringan, maka kita dibuatkan sumur-sumur di tengah sawah penduduk jumlahnya 1.200 sumur. Termasuk pengembangan burung hantu Tito Alba, penggemukan sapi, pemeliharaan sapi, hingga perikanan. Kemudian dibangunkan juga Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) yang berfungsi mengembangkan SDM, di sini termasuk koperasi," ujar Soetedjo, Lurah Desa Tlogoweru.
Sekolah
Tak hanya itu, berawal dari cita-citanya pada 2011, Elizabeth menggagas sebuah sekolah bernama SMK Bagimu Negeri. Sekolah ini diperuntukkan bagi kalangan kurang mampu dari seluruh Indonesia.
Saat ini ada sekitar 400 siswa dari Sabang sampai Merauke, yang mengisi kelas 10 hingga kelas 12. Mereka datang dari Papua, Sulawesi, Kalimantan hingga Sumatra.
Sekolah ini menyediakan lima jurusan, yaitu bisnis, konsumsi, properti, rekayasa perangkat lunak (rpl), multimedia, tata boga, dan otomotif. Sekolah yang menjunjung tinggi budi pekerti ini diwajibkan menetap di asrama dan membentuknya di sekolah.
Beberapa dari anak daerah ini menerima beasiswa pendidikan lanjutan. Ada yang mendapatkan beasiswa dari Beijing, Amerika Serikat, ada pula yang mendapat juara satu fotografi, dan mendapat kesempatan pendidikan di Universitas Indonesia. Bagi Elizabeth mereka sangat luar biasa dan potensi putra daerah yang sangat bisa dikembangkan. Ia menginginkan anak-anaknya memiliki 3 hal, otak, watak, dan dampak.
Dicurigai
Perjalanan Elizabeth mengabdi ke masyarakat desa tidak selalu mudah. Pertama kali masuk ke Desa Tlogoweru, ia sempat tidak dipercaya lurah setempat dan aparat desa. Lantaran penampilan fisiknya mirip keturunan Tionghoa dan namanya mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang Kristen.
"Saya melihat wajah kecurigaan pada mereka. Lalu saya katakan saya memang Chinese dan saya Kristen, tapi saya tidak akan mengkristenkan kalian. Saya datang ke sini hanya ingin mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Setelah itu, wajah mereka mulai tersenyum dan mereka bercerita," ungkapnya.
Atas dedikasinya dan kemurahan hatinya, saat ini masyarakat Tlogoweru sudah terentaskan dari kemiskinan. Dirinya bahkan turut mengirimkan bantuan ke desa-desa lainnya. Elizabeth juga mengembangkan ternak lele, hingga memiliki produk olahan abon dari ikan lele. Sudah banyak penduduk yang mengelola tambak lele menggunakan terpal di lahan-lahan yang warga miliki.
Selain pengembangan di bidang pendidikan, pertanian, hingga peternakan. Tlogoweru saat ini sudah memiliki ikon batik sendiri, ikon tersebut terinspirasi dari seekor burung hantu. Batik hasil karya warga Tlogoweru ini sudah memiliki banyak pemesan. Pasalnya, daerah ini sudah banyak dikunjungi banyak pihak yang ingin belajar dari berbagai perkembangan di desa ini.
"Saya kepengen anak-anak bangsa ini menjadi berkat bagi dunia. Saya punya prinsip untuk mengajarkan kepada mereka semua, hidup jangan cuma berdasai dan bergengsi, tapi juga berfungsi," jawab Elizabeth saat ditanya impiannya ke depan. (M-3)
==
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved