Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
PENYUKA makanan pedas, mungkin belum banyak yang tahu akan makanan khas Temanggung satu ini. Tampilannya sangat menggoda dengan banyaknya lombok atau cabai hijau yang terkandung dalam makanan yang disebut empis-empis.
Hampir setiap warung makan tradisional di kawasan ini menjual hidangan ini, tentunya dengan cita rasa dan racikan yang berbeda. Rasanya belum ke Temanggung jika belum menjajal empis-empis. Salah satu penjual empis-empis yang paling lama dan terkenal ialah Warung ARUM 1. Letaknya di pojok selatan Alun-Alun Temanggung, Kepatihan, Kelurahan Temanggung II atau dekat Kantor DPRD setempat.
Pemiliknya Sri Aminah, 60, warga Ngepoh, Kecamatan Kranggan, Temanggung. Disebut Warung ARUM karena merupakan kepanjang dari anane roso ulahane minah atau adanya rasa masakan olahan Ny Minah yang merupakan sapaan akrab Aminah. Warung ARUM juga dikenal dengan sebutan warung ijo karena didominasi warna hijau. Menurut Aminah,
warung ini ada sejak 1973.
Sebelumnya, dikelola orangtuanya Ny Nasiah (alm) dan Pratomo (alm). Sejak awal berdirinya warung, hidangan utama yang disajikan empis-empis tempe bungkil atau tempe bongkrek, yakni tempe yang terbuat dari ampas minyak kacang. Jika di daerah Jawa Barat kerap disebut oncom. Dimasak dengan santan kelapa, cabai keriting hijau, dan cabai rawit hijau.
“Ibu saya suka masak makanan seperti itu, lalu disebut empis-empis. Jadi, sampai sekarang dikenal empisempis,” terang Aminah kepada Media Indonesia di Temanggung, awal Desember.
Masakan dengan cabai hijau ini amat pedas. Sangat pas jika dinikmati di daerah pegunungan berhawa dingin seperti Temanggung karena seusai makan masakan ini, tubuh akan lebih hangat hingga mengeluarkan keringat, di mulut juga terasa pedas.
Ekspresi dari rasa pedas yang berlebihan itu membuat orang yang makan seperti tersengat sehingga disebut empis-empis. Selain itu, para petani di Temanggung juga banyak yang menanam cabai sehingga produksinya melimpah.
“Saking pedasnya, sampai napasnya mengkis-mengkis atau terengahengah menahan pedas. Karena itu, masakan ini disebut empis-empis,” terang Aminah.
Jangan khawatir, rasa yang ditawarkan bukan hanya pedas. Empis-empis yang lembut ditambah sedikit rasa manis yang tersirat sedikit di balik rasa pedas.
Cabai hijau
Aminah menjadi generasi kedua pengelola warung ijo. Di warung yang ia mulai terlibat pada 1978 itu, hidangan empis-empis sangat laku hingga dipertahankan sampai saat ini. “Ciri khasnya empis-empis ini banyak cabai hijaunya dengan rasa pedas yang tajam. Cabai hijau ini membedakannya dengan masakan yang menggunakan cabai merah atau rawit merah untuk menandai masakan gongseng atau sambal goreng,” ujar Aminah.
Sekali memasak empis-empis untuk 50 porsi, Aminah bisa mencampurkan 1,5 kilogram (kg) cabai keriting hijau dan cabai rawit hijau. Jumlah cabai ini lebih banyak daripada sewaktu warung masih dikelola orangtuanya yang hanya menggunakan paling banyak 1 kg cabai hijau saja tanpa campuran rawit hijau.
Pasalnya, zaman dulu cabai yang digunakan dari Kecamatan Kaloran, Temanggung, yang dikenal lebih pedas karena dipetik saat cabai sudah tua.
“Sedangkan cabai sekarang tingkat kepedasannya masih kurang sehingga perlu ditambahkan lebih banyak cabai,” ujar Aminah. Seiring berkembangnya zaman, empis-empis tidak hanya menggunakan oncom, tersedia beragam varian lain, seperti empis-empis tahu, tongkol, daging, dan rempela hati.
Ragam varian itu bukan tanpa alasan. Penikmat tempe bungkil saat ini sudah jarang. Sementara itu, masyarakat lebih familier dengan tahu, tongkol, atau daging. Selain cabai, sejumlah bahan lain digunakan untuk membuat makanan yang dijual seharga Rp5.000 per porsi ini, seperti bawang merah dan bawang putih yang dihaluskan, tomat hijau, daun salam, lengkuas, dan santan kelapa. Jika yang dimasak empis-empis daging, harus ditambahkan jahe untuk menghilangkan bau amis.
Setelah matang, kuah empis-empis akan berwarna kuning kehijauan. Kuah santan ini bisa ditambahkan sesuai selera. Biasanya empis-empis menggunakan sangat sedikit kuah sehingga tampilan empis-empis terkesan nyemek.
Terjaga
Bicara rasa, meski beda generasi, warung ini tetap mempertahankan rasa empis-empisnya. Pasalnya, resep yang digunakan tetap sama dan dipertahankan. Saat ini Aminah tengah mempersiapkan mewariskan warung ini ke generasi ketiga.
“Tapi memang agak sulit mengajari anak sekarang memasak, jadi saya mengajari pembantu agar masakannya sama kualitasnya dengan yang biasa saya masak,” ujar Aminah.
Supanggih, 60, salah seorang warga Jampiroso Selatan, Temanggung, mengaku amat menyukai empisempis. Karenanya, tiap berkunjung ke warung-warung tradisional daerah itu, ia selalu mencari hidangan empis-empis.
“Empis-empis ini kan khas rasanya, pedas, jadi bisa sebagai makanan untuk penghangat badan kalau di daerah dingin seperti Temanggung,” tutur Supanggih. (M-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved