Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Menguak Cakrawala Abad Ke-21

Adiyanto
22/12/2018 01:15
Menguak Cakrawala Abad Ke-21
(Dok MI)

SEJUMLAH persoalan menghampar di abad ke-21 ini. Mulai terorisme, perkembangan teknologi, merebaknya hoaks, hingga dampak perubahan iklim.

Mungkin kita tidak punya waktu untuk peduli atau menelaah persoalan-persoalan tersebut di tengah urusan remeh-temeh seperti biaya pulsa dan uang jajan anak. Namun, sayangnya, sejarah tidak memberikan diskon atau pengecualian. Masa depan umat manusia juga masa depan kita semua. Suka atau tidak suka, kita menjadi bagian di dalamnya.

Lewat bukunya, 21 Lessons: 21 Adab untuk Abad ke-21, Yuval Noah Harari, profesor sejarah--saya juga menyebut dia seorang futuristik--dari Hebrew University, Jerusalem, coba menawarkan beberapa pemikiran mengenai persoalan global tersebut.

Apa yang sedang terjadi sekarang? Apa tantangan dan pilihan terbesar saat ini? Apa yang harus kita perhatikan dan apa yang mesti kita ajarkan kepada anak-anak kita? Begitu kira-kira pertanyaan besar yang mesti kita hadapi di era kecerdasan buatan ini. Era ketika mesin-mesin mulai menggantikan peran manusia.

Sapiens - A Brief Histoy of Humankind (2014), atau dalam bahasa Indonesianya Riwayat Singkat Umat Manusia, menjadi buku pertama Harari yang langsung melejit masuk daftar buku terlaris di dunia. Tokoh seperti Barack Obama, Bill Gates, dan Mark Zuckerberg terpukau serta memberi rekomendasi agar buku itu dibaca semua kalangan. Hal itu disebabkan Harari memiliki kekuatan dalam tulisannya dengan gaya bercerita yang terang, mengalir, dan cerdas. Tak mengherankan sukses serupa pun dia raih di sekuel keduanya, Homo Deus (2018), yang bertutur soal masa depan umat manusia di tengah 'agama baru', Big Data.

Dalam Sapiens, Harari meneliti masa lalu manusia, menelusuri perjalanan bagaimana seekor keturunan kera yang tidak penting akhirnya bisa menguasai Planet Bumi. Sementara itu, di Home Deus, ia mengeksplorasi masa depan kehidupan, merenungkan bagaimana manusia akhirnya bisa menjadi tuhan, dan apa yang mungkin menjadi takdir akhir dari kecerdasan dan kesadaran.

Dalam 21 Lessons: 21 Adab untuk Abad Ke-21, seperti diakuinya di dalam kata pengantar, Harari lebih fokus untuk urusan saat ini dan masa depan yang segera berlangsung dengan sejumlah persoalan di atas.

Tidak seperti Sapiens dan Homo Deus, buku yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Globalindo itu tidak dimaksudkan sebagai narasi sejarah, tetapi lebih sebagai pilihan pelajaran. Namun, pelajaran-pelajaran ini juga tidak diakhiri dengan jawaban atau kesimpulan sederhana, tapi justru merangsang kita secara intelektual untuk mempelajari lebih lanjut dan berpartisipasi dalam beberapa percakapan utama di abad teknologi ini.

Teknologi sebagai tantangan
Ya, teknologi memang menjadi tantangan terbesar umat manusia saat ini. Manusia, kata Harari, telah kehilangan keyakinan pada kisah liberal yang mendominasi politik global dalam beberapa dekade terakhir, tepatnya ketika penggabungan biotek (bioteknologi) dan infotek (infoteknologi) menghadapkan kita dengan tantangan terbesar dari yang pernah dihadapi manusia (hlm 2 bagian 1).

Dia mencontohkan bagaimana seorang Donald Trump bisa menang di masyarakat yang katanya rasional, liberal, dan demokratis.

Trump, kata Harari, memperingatkan para calon pemilihnya bahwa orang-orang Meksiko dan Tiongkok bakal mengambil pekerjaan mereka sehingga perlu membangun tembok di perbatasan. Dia tidak menyarankan membangun pelindung data (firewall). Sementara itu, pesaingnya hanya sibuk pada skandal e-mail Hillary Clinton yang bocor.

Hal itu barangkali menjadi alasan, meski bukan satu-satunya, mengapa bahkan para pemilih di jantung liberal kehilangan pakem liberal dan demokratis yang katanya menghormati kemanusiaan. Orang awam, tutur Harari, mungkin tidak memahami kecerdasan buatan dan bioteknologi, tapi mereka dapat merasakan bahwa ancaman kehilangan pekerjaan jauh lebih masuk akal.

Kisah liberal, menurut Harari, ialah kisah orang biasa. Bagaimana mereka bisa tetap relevan dengan dunia cyborg dan algoritma jaringan.

Itu sebabnya di abad ini, pemberontakan yang lazim terjadi di abad sebelumnya, ujarnya, mungkin tidak lagi ditujukan untuk melawan elite ekonomi yang mengeksploitasi manusia, tapi melawan mereka yang tidak lagi membutuhkan orang.

Banyak hal lain yang patut direnungkan dalam buku setebal 376 halaman ini. Meski judulnya 21 Adab, isinya bukanlah langkah-langkah atau semacam jurus, seperti dalam sepuluh perintah Tuhan (Ten Commmandment), melainkan mengajak kita merenungi berbagai hal, dari pekerjaan, kebebasan, kesetaraan, peradaban, nasionalisme, agama, perang, terorisme, hingga Tuhan.

Tentang kebebasan, misalnya. Dia memaparkan manusia yang kini cenderung mulai memercayai aplikasi Waze sebagai dewa baru. Berkat perangkat teknologi itu, manusia yang telah menyerahkan diri sebagai hamba mesin pemandu tersebut tidak lagi memiliki kehendak bebas, bahkan untuk memilih jalan pulang ke rumah mereka sendiri. Fakta itu seakan menyindir kredo kaum liberal yang mengagungkan kebebasan absolut.

Revolusi kembar dalam infoteknologi dan bioteknologi, kata Harari, dapat merestrukturisasi bukan hanya ekonomi dan masyarakat, melainkan juga tubuh dan pikiran kita. Di masa lalu, manusia telah belajar mengendalikan dunia di luar kita, tetapi sedikit sekali kemampuan kendali atas diri sendiri.

Manusia mungkin dengan mudah mampu membunuh nyamuk yang berdengung di telinga yang mengganggu tidur, tetapi kebanyakan dari mereka tidak tahu cara mengendalikan pikiran yang bergejolak di otak ketika terjaga. Satire, tapi itulah realitasnya.

Cara pandang Harari terhadap suatu masalah kadang memang tak terduga dan kerap lucu, tetapi masuk akal. Dia mengumpulkan begitu banyak temuan yang berserakan di berbagai disiplin ilmu, menyatukannya dari sebuah sudut yang kerap tak terduga. Daniel Kahneman, pemenang Hadiah Nobel Bidang Ekonomi 2002, menyebut Harari sebagai seorang penulis yang sanggup menghibur, mengejutkan, dan memberi cara pandang yang belum terpikirkan sebelumnya.

Setelah membaca tiga bukunya, Sapiens, Home Deus, dan 21 Lessons, saya pun sependapat dengan pernyataan sang ekonom. Saya pun menyarankan Anda, manusia yang berbudi berakal, untuk membaca buku ini. Mungkin bisa untuk jadi bahan renungan menjelang pergantian tahun. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik