Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Bertani Keren ala Agripreneur Muda

Fathurrozak
02/12/2018 00:00
Bertani Keren ala Agripreneur Muda
(DOK PRIBADI)

MUHAMMAD Bayu Hermawan sudah tiga tahun menjalani profesinya sebagai agripreneur. Ia tidak semata mengurus produksi pertanian, tetapi juga mengurusi sampai tahap pemasaran produknya. Yant Sorghum merupakan CV-nya yang berfokus pada komoditas Sorgum di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Beberapa produk yang dihasilkan dari olahan Sorgum ialah tepung, aneka kukis, beras, gula, kudapan, dan dendeng daun sorgum. Produknya tidak hanya dipasarkan di Lombok, tetapi juga sudah merambah Kalimantan dan Sumatra.

"Alasan saya menjadi petani ialah karena menurut saya menjadi petani itu menyenangkan. Selama tiga tahun, saya menemukan kosep terbaru di bidang pertanian ini, saya rasa petani itu sangat cerdas, karena bisa mengamati produksi, pasar, dan semua bisa kita lakukan bersama orang di sekitar.

Jadi, kita bisa memberikan dampak sosial yang bermanfaat kepada orang di lingkungan kita," ungkap Bayu. Bila di Lombok Bayu berfokus dengan komoditas sorgum, Meybi Agnesya Lomanledo yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinovasi dengan menaikkan nilai daun kelor. Ia kini sudah dua tahun menjalankan usaha pertaniannya di bawah bendera Timor Moringa. Moringa ia ambil dari nama latin daun kelor, Moringa oleifera. Menurutnya, kelor memiliki antioksidan yang tinggi.

"Awal mula saya jalani bisnis ini karena melihat masalah rendahnya harga jual hasil produk pertanian, salah satunya petani kelor. Di situ saya menemukan inovasi dengan membuat agro industri cokelat kelor. Dengan harga Rp5 ribu satu ikat daun Kelor, bisa saya ubah menjadi Rp30 ribu untuk satu pak cokelat," ungkap Meybi.

Selama sepekan, keduanya mengikuti pelatihan duta petani muda dan bergabung dengan delapan petani muda lain dari berbagai daerah. Sebanyak 10 petani muda terpilih dari 266 agripreneur berbagai daerah ini diharapkan nantinya mampu menaikkan skala bisnis pertanian mereka.

Momen transformatif
Tahun ini menjadi tahun ketiga penyelenggaraan Duta Petani Muda, yang digarap Agriprofocus Indonesia, KRKP, KAIL, Workout ID, Perkumpulan Pikul, dan Oxfam Indonesia. Melalui ajang ini, tidak hanya menjaring potensi petani muda, tapi juga wahana berjejaring antarpetani muda.

"Pelatihan ini bisa mewadahi kebutuhan mereka, apa yang ingin dicapai, juga untuk menumbuhkan solidaritas, kepercayaan diri, melalui refleksi kelompok. Pelatihan ini juga mendorong bisnis yang sudah berjalan, supaya mereka menggunakan pendekatan berkelanjutan, tidak hanya sisi profit, tetapi usahanya juga berwawasan lingkungan,” papar Country Network Facilitator Agriprofocus Indonesia Maula Paramitha, di Balai Pelatihan Masyarakat Kementerian Desa, Ciracas, Jakarta Timur, pada Senin (26/11).

Menurut perempuan yang akrab disapa Mitha itu, mereka mencari petani muda dengan beberapa kriteria, di antaranya bisa menginternalisasi persoalan sosial di sekitar mereka, dengan usaha pertanian mereka seberapa jauh kontribusi untuk bisa menyelesaikan, lalu apakah mereka juga punya wawasan luas, tentang tren pertanian saat ini, sehingga mereka bisa beradaptasi, dan bagaimana bikin usaha mereka lebih berdampak.

Pelatihan ini, kata Mitha, menjadi rangkaian terpenting bagi para duta petani muda sebab merujuk pengalaman yang dialami para alumnus, ini menjadi momen transformatif. Dipaparkan Mitha, para alumnus mampu memperkaya diversitas produknya. Secara angka, ia mengklaim para alumnus mampu menaikkan skala bisnis mereka menjadi 60%.

Meski demikian, bukan berarti agripreneur bukan tanpa tantangan. Menurut Mitha, ada dua sisi tantangan petani muda, secara bisnis dan personal. Ia pun menjelaskan, mereka yang ada di desa, punya tantangan lebih besar ketimbang dengan petani muda urban.

"Kami melihat ada dua hal yang bisa kita amati, di desa karena melakukan kegiatan produksi, berjalannya agak lambat karena sektor produksi karakteristiknya agak berbeda, butuh kapital, kepastian pasar. Sementara di kota tumbuhnya (agripreneur) sangat cepat. Dari sisi bisnis, tantangannya ialah kepastian harga, bagaimana produk bisa dipasarkan, lalu akses informasi ke pasar, dan cara distribusinya, sehingga dapat harga bagus.

Tantangan sisi personalnya juga ada, artinya anak muda itu sebenarnya perlu cari teman, butuh terhubung satu sama lain, butuh praktisi senior, ada yang nemenin mikir, kanal untuk diskusikan challenge mereka dan menumbuhkan ide baru, butuh support untuk terus kembangkan ide-ide."

Smart farming
Peluang pertumbuhan agripreneur mendatang juga mendapat perhatian dari pemerintah. Salah satunya Kementerian Desa melalui dana desa. Selain  untuk pembangunan infrastruktur, dana desa bisa dimanfaatkan pengembangan usaha pertanian. Salah satu langkah  yang diupayakan untuk pengembangan bisnis pertanian berasal dari Direktorat Jenderal Pembangunan Desa Tertinggal (PDT) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendesa PDDT).

Saat hari tani nasional 24 September silam, Dirjen PDT Samsul Widodo meluncurkan program smart farming di Situbondo, Jawa Timur. Smart farming ditujukan meningkatkan kualitas maupun kuantitas produksi pertanian, dan membantu pemasarannya. Konsepnya, precision agriculture (bertani yang lebih tepat).

Ia juga mengenalkan teknologi drone sprayer sebagai salah satu komponen smart farming. "Saat produksi meningkat, isu berikutnya pemasaran. Mereka (petani) tidak tahu bagaimana memasarkan, saya harapkan generasi muda ambil posisi itu," ungkap Samsul ketika membuka pelatihan duta petani muda. Ia pun mengungkapkan, ada pola yang diubah.

Sebelumnya, pihaknya hanya membantu cara peningkatan produksi para petani, tanpa memperhatikan kanal distribusi produk. Kini, ia menekankan, harus memastikan terlebih dahulu para off taker yang membutuhkan produk pertanian. "Kami tidak pernah membantu setelah bisa buat produk, jualnya ke mana? Kami enggak pernah tahu, hanya tahu produksi.

Sekarang berangkat dari off taker dulu, kami cari, baru masuk ke hulu lagi," tambahnya. Semakin banyak bermunculannya para agripreneur muda tentu akan menambah jejaring dan memunculkan optimisme bahwa yang mereka lakukan merupakan hal penting dan berdampak. Selain itu, konektivitas dengan dunia digital juga menjadi salah satu cara memperluas pasar, meski itu juga masih menjadi tantangan untuk beberapa daerah di timur. (M-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik