Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Mari Memaknai Keragaman

Fathurrozak
20/10/2018 23:45
Mari Memaknai Keragaman
(Dok. Pesantren Al Falak)

PUKUL 14.00 WIB anak-anak muda yang masih berseragam pramuka baru saja selesai bersekolah. Ada yang membawa piring makan, mengerjakan tugas berkelompok. Suasana semakin teduh, ketika hujan deras mengguyur Pondok Pesantren Al Falak, Pagentongan, Bogor, Pagentongan, Bogor, Jawa Barat sejak pukul 15.00.

Di pesantren ini para santrinya tidak hanya sekolah formal di SMP dan SMA. tapi juga menimba ilmu agama.

Kegiatan mereka sudah dimulai sebelum fajar untuk salat tahajud. Dilanjuti salat subuh berjemaah, lalu mengkaji kitab kuning sebelum mereka bersiap untuk sekolah pagi.

Pesantren ini didirikan 1800-an oleh ulama Kiai Haji Tubagus Muhammad Falak, salah satu tokoh Nahdlatul Ulama dan tokoh Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyah. Salah satu mantan santrinya ialah kakek dari Gubernur NTB TGB Zainul Majdi, ketika pesantren ini masih bernama Pesantren Pagentongan.

Nama Al Falak dicatut para penerusnya, menghormati buyutnya. Kini, di bawah asuhan Kiai Mohamad Tegap Pratama, Pondok Pesantren Al Falak masuk periode kedua. Menurut Kiai Tegap, pesantrennya hanya awalan untuk anak muda belajar agama. Beberapa nilai yang ditanamkan antara lain perilaku dan adab para santri.

"Di sini belajar Alquran, fikih safinah, tafsir jalalain. Kitab Ta'lim Muta'alim itu tentang akhlak, adab, dan kita harapkan santri yang sudah keluar dari pesantren, mereka bisa baca Alquran, mencerminkan akhlak Islam, jadi ketika keluar punya akhlak baik, bisa menerapkan dan mengamalkan ilmu di tempat masing-masing," terangnya ketika ditemui di kompleks Pesantren Al Falak, Selasa (16/10).

Selain menanamkan nilai itu, para santri juga diberi pemaknaan terhadap nilai-nilai universal. Seperti menghargai keberagaman perbedaan dan cara menyikapi perkembangan dunia modern di era digital ini yang serba bersumber informasi.

Menurut Kiai Tegap, ia berkaca pada pendiri pesantren ini, Kiai Falak yang juga menjunjung tinggi nilai toleransi. Ia pun berpendapat, dengan mengajarkan nilai ini ke para santrinya, sebagai salah satu upaya menangkal ajaran radikalisme dan ekstremisme.

"Toleransi diajarkan dari awal, para ustaz di sini berkaca pada pendiri Al Falak. Kiai Falak, salah satu ulama sepuh, selalu menerima tamu dari mana pun, mereka yang Konghucu, Buddha, datang ke sini, bertamu. Toleransi itu kan kita menghargai. Islam itu kan tidak ada ajaran untuk menyakiti orang lain, jangankan terhadap sesama manusia, terhadap makhluk lain pun sama."

Sementara itu, meski tidak membatasi untuk tetap mengakses dunia luar, pesantren tetap memiliki kultur yang harus dipatuhi santrinya. Di antaranya, tidak diperkenankan membawa ponsel seluler karena dianggap mengganggu konsentrasi belajar. Namun, mereka masih bisa ke warung internet (warnet) untuk keperluan tugas sekolah, dengan batas waktu tertentu dan tidak saat waktu mengaji. Dalam memanfaatkan saluran informasi tersebut, di tengah berseliwerannya kabar-kabar bohong (hoaks), dan ujaran kebencian yang marak, menurut Kiai Tegap pesantren mengenal konsep tabayun, "mencari info lebih lanjut kebenaran berita," jelasnya.

Milenial Islami

Semangat anak muda Islam memaknai keberagaman juga muncul lewat gagasan Milenial Islami. Suatu gerakan anak muda Islam usia 17-35 tahun yang bertujuan menghindari ekstremisme dan radikalisme.

Di tahun keduanya, gerakan ini hadir dengan kompetisi Milenial Islami. Sebanyak 90 peserta yang lolos seleksi tahap awal berkumpul selama tiga hari di Wisma Hijau, Depok, Jawa Barat. Mereka diberikan materi-materi keagamaan dan kebangsaan oleh beberapa panelis. Selain itu, mereka juga mengikuti lokakarya bagaimana memproduksi konten kreatif untuk menyebarkan nilai menghargai perbedaan keberagaman.

"Kita punya tagar #meyakinimenghargai, dari keragaman insan di bumi ini. Kita yakin, dengan agama Islam kita, kita harusnya juga bisa menghargai berbagai keyakinan yang ada di Indonesia, itu sih pesan yang ingin kita tangkap dari karya peserta," jelas manajer program kompetisi Milenial Islami Ramzy Hasibuan, Kamis (11/10).

Gerakan Milenial Islami yang berisi anggota dari berbagai latar belakang dari ustaz, dosen, karyawan swasta, hingga aktivis ini ingin menjadi wadah mengekspresikan kesukaan para anak muda dalam memproduksi konten kreatif seperti esai, foto, vlog, animasi, dan komik. "Sekaligus menamankan nilai yang kita usung, tentang perdamaian, menghargai keberagaman di Indonesia. Dengan dua nilai itu, bisa berkarya dan counter narasi konten hoaks dan hate speech," sambung Ramzy.

Salah satu materi yang diberikan kepada peserta dari berbagai daerah di Indonesia itu ialah melawan hoaks dengan pesan damai lewat media sosial. Menghadirkan Najeela Shihab (Inisiator SemuaGuruSemuaMurid), Savic Ali (NUtizen), dan Septiaji Eko Nugroho (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia).

Najeela, misalnya, berpesan agar anak muda menangkal hoaks dari lingkungan keluarga. Dari pesan berantai di grup pesan aplikasi WhatsApp, misalnya. Anak muda bisa menangkalnya dengan memberi tahu secara baik-baik kepada si penyebar pesan kabar bohong, atau bila merasa tidak berani, mencari anggota keluarga yang lebih tua dan dihormati untuk diajak diskusi, kemudian minta tolong kepadanya untuk memberi tahu si penyebar pesan kabar bohong.

"Hoaks memang sengaja dibuat untuk menipu, buat mengelabuhi orang, dan sebar sentimen kebencian. Kalau ada portal enggak jelas, enggak ada nama penulis, struktur redaksi, alamatnya di mana, ada berita kontroversial, kebencian, adu domba, ya jangan disebar luaskan. Akun sosmed anonim, akun yang sengaja dibuat untuk propaganda, bisa nilai, akun ini manusia beneran atau akun bot," kata Savic.

Di kalangan pesantren, lanjut Savic, para santri bisa menangkal hoaks melalui kultur yang diajarkan.

"Santri prinsipnya mengikuti tradisi ahli hadis, kalau dapat apa yang disebut hadis, dicek, sanadnya, perawinya, kalau enggak dipercaya jangan disebar, matan (teksnya), kok misal kayaknya enggak mungkin. Santri punya tradisi yang cukup untuk tangkal hoaks, belajar dari hadis, dulu hadis palsu menyebar banyak sekali, dan diverifikasi satu-satu dengan pendekatan tadi. Kalau infonya ganjil, ya ditahan dulu." (M-3)

Sudah nv 17/10 19.21

MUD01-02.21

Opini Muda

Gugah

Milenial Islami seperti sebuah wadah yang mampu menaungi semangat persatuan kemajemukan bumi pertiwi. Membahas 12 nilai persatuan yang mampu mempererat tali persaudaraan dan rasa toleransi antarsesama umat beragama. Jujur ya, dari beberapa acara yang pernah aku ikuti, Milenial Islami merupakan acara yang paling berkesan karena membahas persatuan dari sudut pandang kebinekaan, sampai ada sesi silaturahim bineka.

Shafira Aisyah Azizah, SMAN 1 Tarakan

Luar biasa kegiatannya, dari situ kita bisa mengenal berbagai macam agama yang ada di Indonesia. Kita mengenalnya bukan dari segi agamanya saja, tetapi dari tempat ibadahnya. Dari situ, kami tahu tentang nilai perdamaian yang ada, jika ada kekhilafan selama ini yang dilakukan, bisa memperbaiki diri dengan adanya nilai tersebut. Dari kegiatan tersebut, kita bisa memperkuat silaturahim dengan orang yang berbeda daerah dengan kita sendiri.

Esai saya itu, ingin mengajak pembaca memandang agama lewat kacamata eros/love oriented religion. Bukan melulu nomos/law oriented religion. Mulai mengarus-utamakan cara pandang eros itu, termasuk soal menafsirkan tiap hukum Tuhan. Dari situ, agama akan dominan tampil dengan wajah yang sejuk, bukan justru galak. Iman yg selalu tersenyum, bukan cemberut. Gagasan awalnya saya ambil dari almarhum Gus Dur soal eros dan nomos itu.

Sofah D Aristiawan, Jurusan Administrasi Publik Universitas Padjadjaran.

Dimulai diri sendiri untuk bisa menahan diri dari membuat (sengaja atau enggak sengaja), atau menyebarkan hoaks lewat karya-karya kreatif kita. Kalau perlu, justru kita bisa meng-counter hoaks lewat karya-karya kreatif kita. Yang lebih penting sih, mulai membiasakan diri untuk gemar membaca buku dan ikut kegiatan-kegiatan literasi. Saya yakin kok, makin pintar kita, makin kita enggak akan termakan hoaks. Perbanyak membaca buku. Apa pun bukunya. Biar pikiran kita terbuka. Setelah itu, saya dapat poin ini dari kegiatan kemarin, lakukan pertemuan dengan yang imannya berbeda dengan kita.

Dimas Aryo Wirawan, Jurusan Sastra dan Bahasa Indonesia Universitas Negeri Jakarta

Saya membuat komik dengan tema yang sudah ditentukan, yaitu #meyakinimenghargai. Inspirasi saya dari salah satu episode dalam program televisi Lentera Hati (yang pembicaranya Quraish Shihab) membahas sikap antarumat beragama. Saya tertarik ikut karena merasa terpanggil sebagai generasi milenial, terpanggil untuk membuat konten yang bisa meredam isu kebangsaan yang menurut saya akhir-akhir ini cukup memanas.

Sebagai pembuat konten, saya kadang menangkis hoaks dengan membuat konten yang berisi faktanya atau mungkin hanya mengingatkan dengan mengangkat beberapa ayat yang berbicara tentang pentingnya tabayun (mengonfirmasi berita). Supaya tidak terseret ke ekstremisme, saya coba untuk menjauhi kelompok-kelompok yang hobi menyalah-nyalahkan kelompok lain, yang rasis. Paling penting di era digital ini, harus secerdas mungkin bermedia sosial.

============

How To

Mari jadi penangkal hoaks (hoaxbuster) agar tidak mudah menyebarkan kabar yang belum pasti kebenarannya. Hoaks juga sering kali mengandung konten yang isinya tentang narasi kebencian sehingga berpotensi merusak nilai saling menghargai keberagaman kita. Lalu, apa yang bisa dilakukan Muda untuk menangkal hoaks? Ini dia kiatnya!

1. Jurus 6P

Muda bisa mendeteksi hoaks dengan jurus 6P ini ala Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo). Saat menerima informasi dan kamu ingin menyebarkannya, kamu perlu pakai jurus 6P (perhatikan hati, pesan berantai, periksa sumber, periksa redaksi, pakai akal sehat, dan penyakit kambuhan).

2. Hoaxbuster Tools

Mafindo juga punya perangkat yang bisa kita gunakan lo, Muda. Kamu bisa mengunduh untuk dipasang di telepon pintar kamu. Nama tools-nya ialah Hoaxbuster Tools, dengan aplikasi ini, kamu bisa mengecek lokasi isu, sumber berita, dan video.

3. Cek situs anti-hoaks

Bila kamu tidak ingin mengunduh tools anti-hoaks di ponsel karena mungkin tidak ingin memenuhi memori penyimpanan, Muda juga bisa menangkal hoaks dengan mengecek beberapa situs anti-hoaks yang sudah ada, salah satu situs yang bisa kamu rujuk ialah turnbackhoax.id.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya