Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
TANGAN Iwan dengan cepat menyambar earbud yang ada di depannya dan kemudian mencolokkan ke pemutar musik miliknya. Ia tampak khusyuk ketika menikmati musik dengan earbud itu. Namun, tidak butuh waktu lama, setelah itu ia pun memberikan ulasan soal alat tersebut.
Beberapa orang yang hadir di kedai kopi tersebut juga berlaku sama. Mereka menjajal beragam perangkat audio yang tersedia di meja, dari pemutar musik, amplifier portabel, earphone, earbud, sampai headphone. Kemudian mereka bergantian memberi penilaian dan diskusi soal audio pun kian hangat.
Begitulah warga komunitas Audio Kere Hore (AKH) ketika bertemu muka, seperti pada Minggu (8/7) malam itu, di Warunk Dreamer, Depok, Jawa Barat.
Sesuai namanya, komunitas ini menunjukkan bahwa hobi audio itu tidak identik dengan mahal. Komunitas AKH berdiri pada Februari 2010 di komunitas daring (Kaskus). Sebelumnya, hobi audio memang dikenal sebagai hobi yang menguras kantong.
Warga komunitas ini mendapatkan perlengkapan audio dengan harga kere, tetapi kualitas hore. Kere dalam artian harga murah, hore berarti kualitasnya bagus, tidak kalah degan yang lebih mahal.
"Berawal dari stigma lama, bahwa audio itu harus sebuah hobi yang mahal. Ternyata tidak, audio itu bisa kita dapatkan dengan harga yang terjangkau. Jadi, tidak harus mahal dan tidak identik dengan mahal. Dari situlah muncul komunitas Audio Kere Hore," terang pendiri AKH, Pambudi Wibowo, 44.
Dari situlah warga AKH lalu berburu peralatan audio yang kere hore. Tidak hanya barang yang sudah beredar dipasaran dalam negeri, mereka pun berburu peralatan dari luar negeri. Mereka biasanya mengimpor dari luar negeri.
Mereka menyeleksi banyak peralatan audio untuk mendapatkan barang berharga murah dengan kualitas bagus. Kualitas melebihi harga, begitu istilah yang berlaku dalam komunitas. Info tentang peralatan audio itu lalu disampaikan kepada sesama anggota.
"Ternyata kita bisa dapatkan earphone dengan harga di bawah Rp100 ribu. Itu sudah bagus dan kadang-kadang kualitasnya tidak kalah dengan harga di atasnya," tambah Pambudi yang akrab disapa pak Lur (lurah).
Proses berburu itu juga yang menjadi keasyikan tersendiri. Sebelum membeli barang, warga AKH biasanya mencari dulu informasi seputar produk tersebut. Biasanya produk audio yang masuk dalam kategori kere hore justru jarang terdengar karena bukan merupakan merek terkenal.
"Keasyikannya adalah ketika kita hunting. Ketika kita membaca ulasan sebuah produk yang asing tidak terkenal. Tapi diulasan tersebut disebutkan bahwa dia punya kualitas yang bagus yang kadang-kadang bisa menyaingi brand terkenal. Ketika kita hunting, kita dapat," ujar Pambudi.
Nyaman di telinga
Kecintaan terhadap musik menjadi alasan terkuat bagi seseorang untuk bergabung dengan AKH. Iwan Taruna, 40, mengaku terbiasa mendengarkan musik sejak kecil. Kebiasaan itu didapatinya dari orangtuanya yang sering menidurkan Iwan dengan iringan musik.
"Aku itu dari kecil di-ninabobokan-nya dengan musik sama orangtua. Jadi, setiap hari rumah itu ramai sama musik," ujar Iwan Taruna.
Kebiasaan itu terbawa sampai ia menginjak bangku sekolah. Ketika belajar pun ia harus disertai dengan mendengarkan musik.
"Jadi terbiasa dengar musik. Itu terbawa sampai aku sekolah. Kalau belajar itu harus sama musik," tambah pria yang telah bergabung AKH sejak 2012.
Warga AKH yang lain, Denny Jonathan, 52, mengaku mengawali hobi audio dari audio mobil. Ia bergabung dengan AKH setelah mengalami kebosanan dengan audio mobil. Selain biaya yang disediakan harus besar, karakter suara juga tidak terlalu banyak variasi.
"Dulu saya pemain sound system mobil, habis itu bosen. Karena mobil habisnya (biaya) banyak banget. Terus karakternya juga itu-itu saja. Terus iseng jajal headphones, kok budget minim kayaknya suaranya lebih cocok," terang Denny yang bergabung sejak 6 tahun lalu.
Awalnya Denny membeli cans (earphone, headphone, headset) dengan berbagai macam harga. Denny mengaku telah menjajal cans dari harga di bawah seratus ribu sampai jutaan.
"Kalau dulu pertama kali enak aja, kan player-nya murah, cans juga murah. Terus ketemu sama anak-anak lain. Ya udah terus lebih tinggi lagi," ujar Denny.
Untuk mengulas perangkat audio, warga AKH biasanya menggunakan empat parameter, yakni sisi vokal, treble, bas, dan frekuensi yang terdiri dari low, mid, dan high. Parameter itu digunakan untuk membandingkan antara perangkat audio satu dan yang lain. Dari situlah kemudian muncul istilah, seperti airy, bassy, blanketed, bloated, ataupun boomy.
Meski demikian, warga AKH sadar bahwa masalah selera memang tidak bisa disamakan. Setiap orang mempunyai ukuran kenyamanan tersendiri, termasuk dalam audio sehingga prinsip kere hore lebih mengutamakan kenyamanan dari telinga.
Kini warga AKH telah mencapai 70 ribu yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka terbagi dalam beberapa regional yang rutin mengadakan pertemuan. Komunitas itu juga aktif di dunia maya dan mereka pun juga mempunyai beberapa anggota dari luar negeri. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved