Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
INDONESIA diyakini tetap jaya sebagai negara kesatuan dengan keaneka ragaman agama dan budayanya. Keyakinan itu didasarkan pada realitas yang ditemukan Afi Nihaya Faradisa, pelajar SMAN 1 Gambiran, Kabupaten Banyuwangi saat ditemui di rumahnya di Dusun Sidorejo, Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran, Senin (22/5). Temuan keyakinan gadis bernama asli Asa Firda Inayah itu didasarkan pada perbandingan ribuan komentar yang menanggapi tulisannya dan menginspirasi banyak orang. Berikut wawancara Media Indonesia bersama Afi .
Sejak kapan Afi aktif di media sosial (medsos)?
Aktif di medsos sejak duduk di bangku kelas 2 SMPN 1 Genteng. Kalau menulis di medsos, sejak duduk di bangku kelas X SMAN 1 Gambiran Banyuwangi. Tapi untuk
menulis sendiri, saya lakukan sejak duduk di bangku SD Yosomulyo.
Untuk menulis itu, dari mana mendapatkan inspirasi?
Saya mendapatkan inspirasi dari pengamatan sehari-hari dan banyak membaca buku. Sejak duduk di bangku SMPN Genteng, saya menargetkan dalam 1 bulan harus membaca satu hingga tiga buku. Ada buku tentang pengembangan diri (dalamnya juga berisi fi lsafat), bukubuku agama dan lainnya. Yang paling saya senangi buku berjudul Happening Inside yang saya beli sendiri. Bahkan sudah beberapa kali buku itu saya baca.
Apa yang didapat dari membaca buku itu?
Dari membaca buku itu saya mendapat banyak inspirasi untuk tulisan-tulisan yang saya buat di medsos. Dari tulisan saya yang terakhir (Warisan) dan sejumlah tulisan saya lainnya, saya ketahui di Indonesia masih banyak orang waras. Kalau tidak, Indonesia sudah hancur.
Apa yang menjadi ukuran Indonesia tidak akan hancur dan tetap jaya?
Itu saya ukur dari perbandingan ribuan komentar yang menanggapi tulisannya. Setiap status yang ditulisnya, tanggapan perbandingannya adalah 3:1. Sebanyak tiga orang menanggapi positif tulisan yang disampaikannya dan satu orang yang menanggapi negatif. Dari situ menunjukkan sebenarnya toleransi kehidupan beragama ataupun rasa kebangsaan masih besar dan mendominasi pandangan masyarakat di Indonesia.
Tapi kenapa akhir-akhir ini justru nampak besarnya sikap intoleransi pada kehidupan masyarakat di Indonesia?
Itu (intoleransi) memang sengaja ada yang memunculkannya. Karena adanya pemeluk agama dengan paham atau aliran yang kaku menafsirkan ajaran agama. Padahal, agama itu ada agar kehidupan manusia di dunia menjadi tidak kacau. Sesuai defi nisinya, agama itu berasal dari A yang artinya tidak dan gama berarti kacau. Adanya agama berarti semestinya tidak kacau.
Tapi sekarang ini, yang membuat kacau (Indonesia) justru mereka-mereka yang mengatas namakan agama. Artinya, justru dari kalangan mereka (pemeluk agama berfaham keras) sendiri yang menjadi sebab timbulnya sikap intoleransi. Teman-teman saya di medsos yang berasal dari luar negeri, saya mendapatkan gambaran bagaimana kehidupan toleransi di sana. Bentuk intoleransi di luar negeri, seperti di Eropa dan Skandinavia juga disebabkan dari kelompok-kelompok yang kaku memahami agama. Teman saya di luar negeri itu menggambarakan, mereka pemeluk agama garis keras, sebenarnya bisa hidup tenang, nyaman dan damai di sana. Tapi ketenangan itu justru dikoyak dan dirusak sendiri oleh mereka itu dan juga merambat ke negara-negara lain. Saya juga punya teman atheis. Tapi kalau dibandingkan dengan teman saya itu sangat jauh. Teman saya yang atheis mereka justru sangat toleran dengan kehidupan bermasyarakat serta tidak memaksakan pandangan-pandangannya kepada orang lain.
Dari tanggapan tulisan-tulisan anda di medsos yang jumlahnya ribuan, berarti juga cukup banyak yang tidak sependapat dan bagaimana menurut Anda?
Kritikan atau tanggapan komentar yang bersifat negatif dari tulisan saya di medsos itu, tidak terlalu saya tanggapi mendalam. Artinya, jika tanggapan bersifat kritik dan mengingatkan, saya akan menerimanya. Namun, jika tanggapan negatif dan saya diharuskan menurutinya, ya tidak saya hiraukan. Karena kalau mengharuskan menuruti yang disampaikannya, bagi saya itu adalah pemaksaan kehendak. Karena kebenaran versi dia, bagi saya justru tidak benar. Kalau dia masih terus memaksakan pendapatnya, lebih baik dia membuat tulisan sendiri di account miliknya. Selanjutnya bisa dilihat, bagaimana tanggapan publik atas tulisannya itu. Kan mending seperti itu, silahkan saja menanggapi tulisan saya dengan membuat tulisan sendiri agar bisa bersaing.
Dari gambaran itu, bagaimana pandangan anda terkait kondisi kekinian?
Saya gambarkan seperti Pilkada Jakarta lalu, yang ada Pro-Ahok dan Anti-Ahok, bukannya Ahok lawan Anies. Artinya, siapapun yang melawan Ahok, pasti menang. Karena Ahok dianggap orang yang terlalu jujur terhadap realita hingga akhirnya didemo.
Apa hal positif yang anda dapat dari keaktifan terutama membuat tulisantulisan di medsos?
Banyak yang saya dapat, perteman saya makin banyak dengan semua lapisan dan berbagai karakter. Baik di Indonesia hingga luar negeri. Selain itu, dengan banyak teman itu, saya bisa banyak belajar dan terus belajar tentang kehidupan. Bukan hanya sebatas belajar dalam pendidikan formal, seperti melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Kalau pendidikan formal, tinggal kuliah saja dan saya yakin itu saya bisa menjalaninya. Karena saat ini, tanpa meminta-minta pun, sudah banyak tawaran untuk bea siswa penuh dengan biaya hidup, untuk melanjutkan ke jenjang kuliah.
Seberapa banyak tawaran beasiswa?
Ada beberapa di antaranya dari President University di Cikarang dan Universitas Tribhuawana Tunggaldewi Malang. Termasuk juga tawaran bea siswa Banyuwangi Cerdas dari Bupati Banyuwangi, Bapak Abdullah Azwar Anas untuk kuliah di Universitas Jember dan Universitas Airlangga. Untuk bea siswa Banyuwangi Cerdas itu, biaya hidup juga ditanggung sepenuhnya. Sedangkan masa kuliahnya selama 10 semester. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved