Headline

RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Satwa Tercepat Lari dari Kepunahan

Zico Rizki
31/12/2016 00:00
Satwa Tercepat Lari dari Kepunahan
(AFP)

MENJADI hewan tercepat di dunia merupakan kebanggaan bagi cheetah. Pasalnya, karunia Tuhan itu dapat dimanfaatkannya, baik untuk berburu mangsa maupun kabur dari kawanan predator.

Meskipun mampu berlari cepat, mamalia bercorak tutul-tutul itu tidak bisa lari dari ancaman kepunahan. Berdasarkan daftar merah spesies yang terancam versi International Union for Conservation of Nature (IUCN), populasi cheetah beralih dari rentan (vulnerable) menjadi terancam punah (endangered). Berdasarkan laporan studi yang dilansir pekan ini, para pemerhati dan peneliti hewan itu kini secara tegas mendesak seluruh komponen membantu menyelamatkan satwa tercepat di daratan tersebut.

Berdasarkan data gabungan peneliti dari Zoological Society of London (ZSL), Wildlife Conservation Society (WCS), dan LSM konservasi spesies kucing liar, Panthera, diperkirakan ada sekitar 100 ribu cheetah pada awal abad ke-20. Di beberapa wilayah jumlahnya turun signifikan, misalnya di Zimbabwe turun lebih dari 85% dalam 16 tahun. Selain itu, sekitar 50% cheetah hidup sendiri di Iran.

Studi yang dipublikasikan Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) juga memperkirakan ada 7.100 atau 9% bayi dan anak cheetah di seluruh dunia yang tersebar di alam liar.

Perubahan status itu akibat beberapa faktor, yaitu perburuan mangsa yang menjadi rantai makanannya oleh manusia, kurang hingga hilangnya habitat mereka, perdagangan ilegal organ, dan perdagangan secara ilegal dengan fungsi sebagai hewan peliharaan. Studi itu menemukan 77% dari habitat satwa yang tersisa berada di luar area yang dilindungi atau rentan dengan gangguan manusia.

Sarah Durant, penulis utama laporan studi, berdasarkan hasil penelitian, mengatakan ancaman utama kepunahan satwa ini ialah keterbatasan ruang hidup mereka. Spesies kucing liar tersebut sulit dipahami, dan sangat sulit pula untuk mengumpulkan informasi tentang kemerosotan populasinya. Dalam mencari mangsanya saja, cheetah perlu melakukan perjalanan secara luas, diperkirakan mencapai 3.000 kilometer persegi dari sarangnya. Menurutnya, cara yang terbaik ialah memberikan satwa itu ruang yang luas untuk hidup dalam tatanan konservasi.

Para peneliti mengatakan sangat diperlukan lebih banyak kerja sama di antara negara yang paling terkena dampak atas kepunahan satwa tersebut, serta melibatkan masyarakat lokal untuk dapat melindungi mamalia yang kini memiliki risiko tinggi untuk punah.


Media, prestise, dan permintaan

Beberapa tahun terakhir cheetah mulai mengalami kesulitan. Kulit dan kuku cheetah menjadi primadona sebagai aksesori fesyen bagi masyarakat di wilayah Timur Tengah. Harganya mahal dan bernilai prestise saat dikenakan. Bahkan, sebagian memilih memamerkannya di media sosial (medsos). Memamerkannya di medsos menyebabkan pemasaran akesori itu meningkat.

Tidak sebatas aksesori, banyak juga permintaan cheetah untuk dijadikan hewan peliharaan. Menurut Cheetah Conservation Fund, sekitar 1.200 anak cheetah diselundupkan keluar dari Afrika selama satu dekade terakhir, dan sekitar 85% dari mereka tewas selama perjalanan. Cheetah yang berhasil sampai ke tujuan pun tidak sedikit yang diperlakukan dengan tidak baik oleh kolektor hewan.

Durant menjelaskan, untuk para pria, memelihara cheetah diidentikkan dengan simbol status atau kejantanan. Bagi perempuan, memelihara bayi cheetah seakan meninggikan dirinya untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan hewan tersebut. Tidak sedikit dari mereka yang mengunggah foto hewan liar tersebut di akun media sosial.

Durant mengatakan apa yang dilakukan para perempuan untuk pencitraan dirinya justru malah menimbulkan efek lain, yakni permintaan perdagangan. Ia menyebutkan cheetah merupakan hewan yang hanya dapat hidup di lingkungan liar. Mereka tidak akan hidup lama sebagai hewan peliharaan. Sebagian besar dari mereka akan mati muda jika diperlakukan seperti itu. (AFP/BBC/PNAS/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya