Headline

DPR setujui surpres pemberian amnesti dan abolisi.

Fokus

Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.

Ular Pembunuh yang Jadi Penyelamat Manusia

(Science Alert/Grt/L-2)
12/11/2016 08:00
Ular Pembunuh yang Jadi Penyelamat Manusia
(TOM CHARLTON)

SULIT untuk menggambarkan keunikan ular cabai merah (Calliophis bivirgata). Ular yang hidupnya tersebar luas di Indonesia itu dinilai cantik, mematikan, tetapi sekaligus menginspirasi penyembuhan rasa sakit. Bisa ular tersebut akan memicu terjadinya kejang luar biasa dan paralisis atau kelumpuhan. Jika digigitnya, manusia akan mengalami kematian yang mengerikan.

Namun, bila senyawa dalam bisa ular tersebut dipelajari, niscaya obat penyembuh rasa sakit yang lebih ampuh daripada morfin akan didapatkan. Bryan Fry, peneliti dari University of Queensland, mengungkapkan ular dengan garis biru serta kepala dan ekor berwarna merah itu ialah 'pembunuh para pembunuh'. "Ular ini punya spesialisasi membunuh ular berbisa lainnya, termasuk king cobra," ujarnya seperti dikutip Science Alert, Senin (31/10).

"Ular itu juga punya kelenjar penghasil bisa terbesar di dunia. Ukurannya mencapai seperempat panjang tubuhnya," imbuh Fry. Baru-baru ini, Fry meneliti kandungan pada bisa ular cabai merah. Ia menemukan senyawa yang mampu memengaruhi kerja saraf, disebut calliotoxin. Calliotoxin itulah yang membuat ular cabai merah sangat mematikan. Racun itu mengganggu kanal sodium, sebuah jalur yang menyebabkan saraf tertentu aktif dan tidak aktif.

Calliotoxin akan membuat kanal sodium dalam jaringan saraf mangsanya terus hidup sehingga mengalami kram, kejang, dan kelumpuhan. Bagi Fry dan rekannya, Jennifer Deuis, cara kerja calliotoxin tersebut menarik. Kanal sodium jugalah yang memengaruhi munculnya rasa sakit yang dialami manusia. "Menghambat kanal sodium ialah cara penyembuhan yang menjanjikan untuk mengatasi rasa sakit," ujar Deuis kepada Washington Post.

Calliotoxin juga menarik karena berasal dari hewan bertulang belakang. Dengan demikian, senyawa itu bekerja pada sistem yang lebih mirip dengan manusia. Jangan membayangkan pada masa depan ilmuwan akan 'memerah' bisa dari ular cabai merah. Bukan itu yang ada dalam bayangan Fry dan rekan. Fry mengatakan yang akan dikembangkan ialah senyawa sintetis dari calliotoxin.

Temuan yang dipublikasikan di jurnal Toxin minggu ini memberi gambaran betapa pun mematikan suatu makhluk, tetap saja ada manfaatnya. "Jika saja kita merusak keanekaragaman hayati itu, akan sulit untuk mendapatkan manfaat ekonominya," kata Fry.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya