Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
VISI kemanusiaan yang setara ternyata lahir dari rahim Ramadan. Pesan kesetaraan ini terefleksikan pada titah puasa yang diberlakukan secara setara kepada kita semua, yang dikualifikasikan sebagai orang-orang beriman, tanpa adanya perbedaan kelas sosial, ekonomi, ras, etnik, dan bahkan agama sekalipun.
Titah puasa juga diwajibkan secara setara kepada umat beragama sebelum pewahyuan Islam. Hal ini terkonfirmasi pada perintah berpuasa yang juga diberlakukan secara setara kepada ‘orang-orang sebelum kamu’, yakni umat sebelum Nabi Muhammad. Oleh sebab frasa ‘orang-orang sebelum kamu’ tidak diterangkan secara eksplisit dalam titah Tuhan, Muqatil B Sulayman (w. 150/767), penafsir Al-Qur’an di awal Islam, memberikan identitas ‘orang-orang sebelum kamu’ sebagai rujukan spesifik kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk Kitab Suci Injil (ahl al-Injil), yang Tuhan telah wahyukan kepada Nabi Isa.
Perlakuan kemanusiaan yang setara juga kepada orang-orang Yahudi. Karena, menurut penafsiran al-Tabari (w. 310/923), kewajiban berpuasa kepada ‘orangorang sebelum kamu’ berlaku inklusif, bukan sekadar terbatas secara eksklusif kepada orangorang Kristen, melainkan juga bagi orang-orang Yahudi sebagai bagian dari komunitas ahl al-Kitab.
Ketika hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW memang menyaksikan orang-orang Yahudi yang sedang berpuasa pada hari ke-10 bulan pertama ‘Ashura, yang dikenal dengan Yom Kippur. Karena, pada hari yang paling suci dalam kalender Yahudi itu, Tuhan menenggelamkan Firaun, menyelamatkan anak-anak Israel dari musuh-musuh mereka, dan Musa berpuasa pada hari itu.
Nabi Muhammad berkata, “Kami memiliki hak yang lebih besar kepada Musa daripada kamu dan ikut berpuasa pada hari itu,” (Bukhari, Sahih, Kitab al-Shaum).
Kedekatan Muhammad kepada Musa dan sekaligus Isa merefleksikan pesan profetik yang setara bahwa para nabi adalah saudara dekat. Ibu mereka berbeda-beda, tetapi agama mereka satu. Secara spesifik, umat beragama dalam tiga tradisi besar monoteisme, dari Yahudi, Kristen, sampai Islam, diikat oleh hakikat kemanusiaan yang satu dan setara dalam berpuasa agar mereka mencapai derajat ketakwaan kepada Tuhan.
Sebagai tujuan akhir dari puasa, ketakwaan juga mengandung pesan kesetaraan antarmanusia. Semua manusia diciptakan secara setara oleh Tuhan, memperoleh hak dan kewajiban yang setara, dan, karena itu, berhak pula diperlakukan secara setara. Prinsip dasar kesetaraan antarmanusia ini berlaku secara inklusif dan universal, tanpa diskriminasi atas dasar apa pun. Yang membedakan antara satu manusia dan manusia yang lainnya, menurut titah Tuhan, hanyalah tingkat ketakwaannya semata. Akan tetapi, siapa di antara kita yang paling bertakwa, hanya Tuhan pula yang mahatahu.
Konsekuensinya, kita dituntut untuk selalu bersikap rendah hati dalam berislam di tengah kemajemukan agama dan untuk menghargai semua umat manusia, tanpa kecuali, dengan sikap saling respek yang adil dan setara. Prinsip dasar kesetaraan yang diikat oleh sikap respek secara setara ini menjadi inti dasar agama Islam.
Kita mamasuki lagi bulan puasa, bulan Ramadan. Puasa dikenal oleh umat manusia jauh sebelum masa kita ini. Puasa dikenal dengan berbagai tujuan. Tetapi intinya adalah pengendalian diri.
ADA dua ayat yang menguraikan tentang tujuan puasa di surah Al-Baqarah.
Apakah syukur itu? Banyak rumusan para pakar tentang pengertian syukur.
UNTUK mencapai suatu tujuan, apa pun tujuan itu diperlukan niat atau tekad sambil memohon bantuan Tuhan.
KITA akan berbicara sedikit tentang basmalah, bismillahirrahmanirrahiim.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved