HARI Raya Idul Fitri sering dipopulerkan dengan istilah ‘kembali ke fitrah’. Tapi apa sesungguhnya arti fitrah?
Dalam kamus lisan Arab, kamus bahasa Arab terlengkap (15 jilid), fitrah (fithrah) berasal dari akar kata fathara-fathran, berarti membelah, merobek, tumbuh, dan berbuka.
Dari akar kata yang sama maka lahir kata fithrah yang berarti sifat atau pembawaan luhur sejak lahir.
Ini seperti dalam ayat yang berbunyi, ”Fithrah Allah al-ladzi fathara al-nasa ‘alaiha,” yang artinya “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,” (QS al-Rum/30:30).
Kata Idul Fitri (‘id al-fithr) berarti kembali berbuka setelah sebulan penuh berpuasa di siang hari bulan Ramadan.
Bisa juga berarti ‘id al-fithrah, kembali ke sifat bawaan kita sejak lahir, yaitu bersih dan suci, setelah sebulan penuh ditempa berbagai amalan Ramadan.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa yang bisa kembali ke fitrah ialah mereka yang telah melakukan berbagai upaya pembersihan dan penyucian diri.
Caranya antara lain melalui amaliah Ramadan, seperti puasa, zakat, qiyamullail, iktikaf, dan berbagai amal sosial seperti sedekah, silaturahim, dan memberi makan orang yang berbuka puasa.
Idul Fitri bisa dimaknai kita mudik ke kampung halaman biologis kita. Kita kembali makan dan minum serta berhubungan suami istri dan lainnya.
Kita juga mudik ke kampung halaman tempat kelahiran kita, tempat orangtua kita dimakamkan, tempat kita pernah belajar pertama kali mengaji dan mengenal huruf, lalu kita merantau ke kota.
SEMENTARA itu, Idul Fitrah bisa dimaknai kita kembali ke jati diri kita yang paling orisinal dan genuine.
Kita kembali kepada keluhuran hati nurani, kembali ke dalam suasana batin paling luhur dan lurus.
Setelah sebulan penuh kita di-training secara spiritual dalam Ramadan, sekarang kita memiliki energi spiritual baru.
Semoga energi baru tersebut mampu memproteksi kita terhadap berbagai godaan iblis, seperti kembali mengoleksi dosa-dosa langganan, kembali ringan tangan, dan bermulut tajam.
Kita berharap selama sebulan penuh kita melakukan amaliah Ramadan maka akan mampu pula menimbulkan dampak positif pada orang-orang terdekat kita.
Bagaimana pembantu, sopir, tukang kebun, satpam, dan karyawan kita merasakan perubahan di dalam diri kita, misalnya mereka merasakan tuan dan nyonyanya tidak lagi gampang marah-marah, tidak lagi pelit, tidak lagi ringan tangan, tidak lagi kasar, hingga tidak lagi sombong dan angkuh.
Tetangga juga merasakan adanya perubahan drastis seusai Ramadan. Demikian pula suasana batin di kantornya muncul perubahan drastis pasca-Ramadan. Inilah sesungguhnya yang dinamakan Ramadan Mubarak dan Ramadan mabrur.
Dalam pandangan tasawuf, fitrah berarti kembali ke jati diri yang paling asli.
Jika seseorang betul-betul bersih dan penyucian dirinya diterima Allah SWT, yang bersangkutan bisa membuka berbagai tabir yang selama ini menghijab dirinya berupa dosa dan maksiat.
Ia akan mengalami penyingkapan (mukasyafah). Dengan demikian, ia mempunyai kemampuan untuk mengakses alam gaib, minimal alam barzah, yaitu perbatasan antara alam syahadah dan alam gaib.
Orang yang kembali ke fitrah di antaranya ialah orang yang diberi kesadaran mukasyafah sehingga bisa merasakan kedekatan diri dengan Tuhan dan para sahabat Tuhan, seperti Nabi Muhammad SAW dan salihin lainnya.
Ia akan memiliki sahabat-sahabat spiritual sejati sehingga ia tidak pernah merasa kesepian. Ia selalu merasa hangat dengan adanya cinta Tuhan.
Semoga tahun ini kita betul-betul diberi kesadaran dan keinsafan penuh sehingga kita bisa mencicipi mukasyafah. Semoga kita tidak jatuh lagi di lumpur dosa dan maksiat, aamiin ya Rabb al-‘Alamin.