SALAH seorang sahabat mendatangi Nabi dan bertanya: Kepada siapa aku harus mengabdi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu kepada siapa lagi? Dijawab: Ibumu. Lalu kepada siapa lagi? Dijawab lagi: Ibumu. Kemudian kepada siapa lagi? Nabi baru menjawab: Bapakmu.
Hadis ini menunjukkan betapa mulianya seorang ibu sehingga disebutkan tiga kali baru menyebut bapak atau ayah.
Mengapa ibu sedemikian penting di mata Rasulullah? Apalagi jika dihubungkan dengan hadis lain, “Surga terletak di bawah telapak kaki ibu.” Ibu dalam bahasa Arab disebut umm¸ yang sesungguhnya berasal dari bahasa Hebrew, dari akar kata alim dan mim, yang berarti ‘kasih sayang’ atau ‘cinta suci’.
Ibu disebut umm karena memiliki cinta kasih yang amat dalam kepada anak-anaknya. Sekalipun anak itu cacat seumur hidup tetap saja anak itu paling dicintai ibunya karena sang anak sesungguhnya bagian dari daging seorang ibu.
Cinta suci yang dimiliki seorang ibu terhadap anaknya sulit ditandingi oleh seorang laki-laki. Kenapa? Karena perempuan atau ibu ditakdirkan untuk memiliki organ reproduksi, khusus yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Di antara organ reproduksi itu ialah rahim dan dada perempuan.
Jika rahimnya terisi janin, dari sejak saat itulah seorang tua mulai mencintai bayi dalam rahimnya sampai kelahiran.
Setelah lahir dengan penuh risiko dan rasa sakit meskipun masih berdarah-darah kalau sudah mendengarkan suara bayinya ibu langsung tersenyum melupakan dirinya yang masih berdarah-darah.
Setelah melahirkan dilanjutkan lagi dengan menyusui selama kurang lebih dua tahun. Sejak dari masa konsepsi dan terisyaratkan adanya potensi janin di dalam rahim, sejak itu sang ibu mengendalikan diri dalam gerak ataupun sikap agar bayi yang dikandungnya bisa hidup tenang. Setelah disusui hingga memberikan makanan tambahan sang ibu selalu mengorbankan segalanya demi anak yang baru lahir tadi.
Pengorbanan dan penderitaan ibu yang cukup panjang dan melelahkan itu ternyata memiliki hikmah luar biasa. Ketika seorang perempuan menjalani siklus penderitaan tersebut ternyata Tuhan juga memberikan keutamaan tersendiri kepadanya.
Tuhan selalu merasakan kasih sayang seorang ibu di hadapan anaknya. Segala macam bentuk pengorbanan seorang ibu ternyata juga berfungsi sebagai latihan spiritual (spiritual exercise) untuk menjadi pencinta sejati yang amat luhur.
Kualitas kelembutan (feminine) dan ketelatenan untuk membina yang melekat di dalam diri seorang ibu ternyata merupakan buah dari spiritual exercise. Dalam bahasa agama justru kualitas spiritual ini mahal nilainya. Tanpa keikhlasan tidak akan pernah mungkin ada spiritual exercise.
Oleh karena itu, kita tidak boleh hanya terbatas mengagumi dan mendoakan ibu sebagaimana disinggung dalam hadis di atas. Kita perlu memancarkan kasih sayang kepada semua, tidak hanya terbatas dalam alam syahadah, tetapi juga pancaran ke alam gaib.
Dalam tradisi NU diyakini orang hidup bisa berkomunikasi dengan para penghuni alam barzakh, bahkan juga dengan alam yang lebih tinggi, seperti alam malakut dan alam jabarut.
Ibu merupakan lambang kelembutan dan kasih sayang (feminine and nurturing). Allah SWT memperkenalkan diri-Nya lebih menonjol sebagai the Feminine God daripada the Masculine God, sebagaimana tecermin di dalam Asa’ al-Husna-Nya.
Allahu alam.