RAJA Harun al-Rasyid baru saja menyamar sebagai rakyat jelata. Di tengah kerumunan warganya, dia baru saja mendengarkan ceramah seorang ulama yang membuatnya terkesan.
Ulama tersebut mengatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, termasuk benda-benda. Salah satu benda itu ialah mahkota yang luar biasa indahnya karena tercipta dari cahaya.
Saat pulang ke istana, dia sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas dan memanggilnya ke istana. "Wahai Abu Nawas, sekarang juga kau berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota terindah yang katanya tercipta dari cahaya. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"
"Sanggup Paduka Yang Mulia," jawab Abu Nawas spontan.
"Namun, Baginda harus menyanggupi pula satu syarat yang hamba ajukan."
"Sebutkan syarat itu." kata sang raja.
"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa masuk," ucap Abu Nawas.
"Pintu apa?" tanya sang raja belum mengerti.
"Pintu alam akhirat," jawab Abu Nawas.
"Apa itu?" tanya Raja ingin tahu.
"Kiamat, wahai Paduka Yang Mulia. Masing-masing alam mempunyai pintu. Pintu alam dunia ialah liang peranakan ibu. Pintu alam barzakh ialah kematian, dan pintu alam akhirat ialah kiamat. Surga berada di alam akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, dunia harus kiamat dahulu," katanya.
Sang raja terdiam. Abu Nawas bertanya lagi, "Masihkah Baginda menginginkan mahkota dari surga?" sang raja tidak menjawab. Sejenak kemudian Abu Nawas mohon diri karena sudah tahu jawabnya. (Fal/H-1)
Sumber : Buku 1001 Malam Abu Nawas Sang Penggeli Hati, karangan MB Rahimsyah, tahun terbit 2005.