Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemui Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) untuk mendengar saran PPAD terkait dengan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada 1965.
Komisioner Komnas HAM Nur Kholis mengatakan setiap saran yang disampaikan akan ditampung terlebih dahulu. Menurutnya, pendekatan penyelesaian yang diambil negara baik itu yudisial ataupun nonyudisial harus disetujui terlebih dahulu oleh semua pihak.
“Harus ada konsensus nasional dulu bahwa ini diselesaikan dengan cara nonyudisial, kemudian bagaimana caranya. Kalau pihak korban menginginkan ada pengungkapan, Komnas HAM juga menginginkan ada pengungkapan kebenaran,” kata Nur Kholis di Kantor PPAD, kemarin.
Selain PPAD, imbuh dia, Komnas HAM berencana bertemu dengan Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pepabri). Agenda pertemuan itu untuk mendengarkan masukan dan pertimbangan dari prajurit TNI yang sudah purnatugas.
Ketua Umum PPAD Letjen (Purn) Kiki Syahnakri mengatakan solusi terbaik untuk menyelesaikan Kasus 1965 ialah dengan mengedepankan rekonsilasi secara alamiah. Pola tersebut dinilai lebih baik ketimbang menerapkan metode yudisial maupun nonyudisial.
“Peristiwa 1965 adalah peristiwa ideologi. Sehingga di mana pun peristiwa ideologi itu akan sulit jika diselesaikan secara hukum,” ujar Kiki.
Menurut dia, fokus perbincangan antara PPAD dan Komnas HAM ialah menyangkut peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Konteksnya pun tetap menyoal upaya untuk mencari solusi terkait pelanggaran HAM pada tragedi berdarah tersebut.
Kiki yang didampingi sejumlah pengurus PPAD, di antaranya Mayjen (Purn) A Ghani, Mayjen (Purn) Soekarno, dan Mayjen (Purn) M Fuad Basya, menegaskan pihaknya memberikan 4 pernyataan sikap yang mungkin dapat mewakili sikap para prajurit TNI.
Pertama, peristiwa 1965 adalah pemberontakan PKI yang kebetulan dianggap sebagai kelanjutan dari pemberontakan PKI di Madiun. Kedua, sesuai amanat TAP MPRS No 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI, pemerintah harus konsisten melakukan pelarangan dan pemakaian atribut PKI.
Ketiga, terang dia, PPAD menduga ada upaya untuk membangkitkan kembali gerakan PKI, termasuk aksi untuk memutarbalikkan fakta.
Terakhir, PPAD sepakat harus ada sebuah penyelesaian terbaik yang sejalan dengan kepentingan bangsa dan negara.
Namun, pendekatan yudisial dan nonyudisial dianggap kurang tepat. Menurutnya, rekonsiliasi secara alamiah yang sudah berlangsung sejak lama sebaiknya dijalankan dan jangan diungkit. (Gol/P-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved