Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KPK dalam penyidikan kasus jual beli jabatan di pemerintahan Kabupaten Klaten menemukan fakta baru. Uang untuk Bupati Klaten Sri Hartini bukan hanya dari pengisian jabatan.
“Asal usul dana saat operasi tangkap tangan (OTT) dan penggeledahan tidak hanya terkait dengan pengisian sejumlah jabatan, tapi ada indikasi dana untuk keperluan yang lain,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah.
Fakta itu diungkap dari hasil penyidikan, penggeledahan termasuk pemeriksaan saksi- saksi. Soal temuan baru itu, kata dia, KPK bakal terus mendalami. “Kita dalami terus dan akan kita sampaikan perkembangannya,” imbuhnya.
Ketika ditanya soal keperluan lain yang dimaksud, Febri belum mau mengungkapnya. Dia bilang hal itu masih menjadi bahan penyidikan. Yang jelas temuan awal, dana yang diterima Sri yang ditemukan KPK saat OTT dan penggeledahan sejumlah Rp5 miliar lebih ada untuk keperluan lain. “Aliran dana pada pihak tersebut tidak bisa kita sebutkan detail.”
Sri dibekuk pada Jumat (30/12/2016). Bupati Klaten periode 2016-2021 itu diduga menerima suap terkait dengan mutasi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten. Kepala Seksi (Kasi) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dinas Pendidikan Klaten Suramlan juga dicokok karena diduga menyuap Sri.
Tim Satuan Tugas KPK mengantongi alat bukti berupa uang Rp2 miliar dalam pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu yang dimasukkan dua kardus air kemasan. KPK juga mengamankan US$5.700 dan U$2.035. Belakangan dalam penggeledahan di rumah dinasnya, KPK menemukan uang Rp3 miliar di kamar Andy Purnomo, anak Sri.
Sri yang merupakan kader PDI Perjuangan saat ini dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Suramlan dijerat sebagai pemberi suap. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (Cah/MTVN/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved