Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
Wacana penghapusan ambang batas pencalonan presiden bergulir jelang pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu.
Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari F-PAN Yandri Susanto, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari F-Gerindra Ahmad Riza Patria, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu dari F-Demokrat Benny K Harman, dan Ketua Pansus RUU Pemilu dari F-PKB Lukman Edy menyatakan persetujuan pada usulan penghapusan ambang batas presiden itu.
“Kebebasan orang untuk maju jangan dikerangkeng dengan angka-angka. Banyak anak bangsa yang ingin berkontribusi. Siapa pun parpol boleh ajukan capres mereka,” seru Yandri.
Berbeda, anggota Pansus RUU Pemilu dari F-Golkar Rambe Kamarulzaman menyebut pembatasan capres itu masih diperlukan sebagai bagian amanat UUD 45 bahwa pasangan capres-cawapres diusulkan parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu (Pasal 6A ayat (2) UUD 45).
“Itu sebenarnya kehendaki adanya ukuran kuantitatif, 20 kursi dan 25% suara paprol. Lalu partai mana yang bisa ajukan pencalonan? Yang punya kursi di DPR. Persepsi saya, (peghapusan ambang batas) ini kurang relevan dengan UUD,” jelasnya.
Wacana penghapusan ambang batas pengajuan calon presiden juga ditolak PKS. “Kami PKS menghendaki ada presidential threshold. Logikanya sangat simpel, pilkada saja ada threshold-nya, yaitu 20%, tentu pilpres sangat logis menggunakan presidential treshhold,” kata Sohibul di Jakarta, kemarin, seperti dikutip Metrotvnews.com.
Bila merujuk Undang-undang Pilpres Nomor 42 Tahun 2008, ambang batas atau jumlah suara yang diperoleh partai politik untuk bisa mengajukan calon presiden adalah 20 persen kursi DPR atau 25 suara sah nasional dalam pemilu.
Naskah RUU usulan pemerintah masih mencantumkan ambang batas serupa. Hanya saja kali ini yang menjadi patokan adalah pemilu sebelumnya karena pemilu legislatif dan pemilu persiden berlangsung serentak.
Perkuat presiden
Anggota Sekretariat Bersama Kodifikasi UU Pemilu Titi Anggraini menilai penghapusan ambang batas akan memaksa parpol bekerja sama sekaligus menguji kapasitas nama calon yang mulai menguat.
“Ini akan berkontribusi pada penguatan presidensialisme. Partai-partai akan pikirkan kontrak politik sejak awal. Secara alamiah koalisi akan terbentuk. Ini sudah disaring dengan UUD. Jangan paksa batasi dengan presidential threshold,” ujar Titi seusai rapat dengar pendapat umum dengan Panitia Khusus RUU Penyelenggaran Pemilu, di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Titi yang juga Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) berpendapat semestinya setiap parpol, baik itu yang sudah punya kursi di DPR maupun yang baru lolos verifikasi parpol peserta pemilu, dapat mengusung calon presiden mereka.
Senada, Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu Demokrasi August Mellaz menyatakan tanpa ambang batas, para kandidat akan berpikir berkali-kali untuk maju mengingat demokrasi yang berbiaya tinggi. Partai-partai akan otomatis merapat kepada kandidat kuat sehingga memperkuat posisi pemimpin yang terpilih kelak.
“Partai-partai sejak awal akan mulai membangun koalisi yang lebih permanen.” (Kim/P-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved