Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DIREKTUR Utama PT Merial Esa (ME), Fahmi Darmawansyah, mengaku belum memikirkan untuk menjadi justice collaborator (JC). Suami artis Inneke Kusherawati itu pun mengaku enggan menjadi JC.
"Enggak ada gitu-gitu (jadi JC)," kata Fahmi seusai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jalan HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa (27/12).
Kendati begitu, dia menekankan akan kooperatif dalam pemeriksaan di Lembaga Antirasywah tersebut. Dia berjanji akan menjelaskan apa adanya mengenai kasus dugaan suap terkait pengadaan satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla).
"Jadi sudah saya sampaikan, saya sudah jelaskan kepada penyidik masalah saya mau bantu Bakamla walaupun anggarannya dikurangi," tutur dia.
Sebelumnya, Satuan Tugas KPK menangkap tangan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016 lalu. KPK juga mengamankan Hardy Stefanus dari swasta dan M Adami Okta, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI).
Sekitar pukul 12.30 WIB terjadi penyerahan uang dari Hardy dan M Adami kepada Eko Susilo di Kantor Bakamla. Usai penyerahan, Hardy dan M Adami keluar gedung dan langsung diamankan saat berada di parkiran Gedung Bakamla.
Kemudian, Satuan Tugas KPK mencokok Eko di ruang kerjanya. Lembaga Antikorupsi itu mengamankan Rp2 miliar dalam mata uang dolar AS dan dolar Singapura dari tangan Eko diduga terkait pengadaan satelit monitoring senilai Rp220 miliar.
Direktur Utama PT ME Fahmi Darmawansyah turut terserat kasus ini. Fahmi diketahui hendak mengakuisisi PT MTI yang memenangi tender satelit monitoring di Bakamla.
Eko, Fahmi, Hardy, dan Adami telah ditetapkan sebagai tersangka. Eko disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP, sebagai penerima suap.
Fahmi, Hardy, dan Adami kena pasal berbeda. Mereka dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP sebagai pemberi suap. (MTVN/OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved