Headline

Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.

Fokus

Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.

Korupsi Pupuk, Mantan Direktur BUMN Divonis 4 Tahun

Erandhi Hutomo Saputra
05/12/2016 20:55
Korupsi Pupuk, Mantan Direktur BUMN Divonis 4 Tahun
(ANTARA/M AGUNG RAJASA)

MAJELIS hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan Direktur Keuangan PT Berdikari (BUMN) Siti Marwa dengan hukuman penjara selama empat tahun. Tidak hanya itu, majelis hakim yang diketuai Jhon Halasan Butar-Butar juga menjatuhi denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan.

"Menyatakan terdakwa Siti Marwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menjatuhkan pidana 4 tahun dan denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar diganti 3 bulan kurungan penjara," kata Ketua Majelis Hakim saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/12).

Vonis terhadap Siti tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yang menuntut enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider empat bulan penjara.

Meski demikian, dalam memberikan vonis majelis sependapat dengan Jaksa KPK sesuai dengan dakwaan pertama. Majelis menilai Siti terbukti melanggar pasal 12 huruf b UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang perubahan atas UU No.31/1999 jo Pasal 65 KUHP.

Siti, menurut majelis, terbukti menerima fee Rp2,2 miliar terkait kesepakatan jual-beli pupuk urea dari sejumlah perusahaan rekanan PT Berdikari. Uang suap itu diberikan untuk memenuhi perjanjian jual beli pupuk antara PT Berdikari dengan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dalam kurun waktu 2010 hingga 2012. Uang itu diterima Siti melalui transfer antarbank dari sejumlah pengusaha secara bertahap yakni Aris Hadianto, Iskandar Zakaria, Budianto Halim, Fitri Hadi Santoso, dan Sri Astuti.

Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim mengatakan hal yang memberatkan yakni perbuatan Siti tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Adapun pertimbangan yang meringankan karena Sti telah mengakui dan menyesali perbuatannya.

"Terdakwa juga berperilaku sopan di persidangan, sebagai tulang puggung keluarga dan punya tanggungan anak yang sakit," kata majelis hakim.

Terkait permintaan Siti untuk dikabulkan sebagai justice collaborator, majelis menolak. Majelis hakim berpendapat perbuatan Siti tidak memenuhi klasifikasi untuk diberikan status justice collaborator di antaranya bukan pelaku utama, dan memberi kesaksian untuk mengungkap kasus lainnya.

"Terdakwa terbukti aktif melakukan negosiasi fee atau cashback ke para vendor agar ditransfer ke rekening terdakwa. Karenanya Majelis tidak mengabulkan sebagai justice collaborator," ungkap majelis hakim dalam putusannya.

Kasus ini bermula saat PT Berdikari melakukan kerja sama jual beli pupuk urea tablet dengan Perum Perhutani wilayah Jawa Tengah pada tahun 2010-2012. Untuk memenuhi kebutuhan Perum Perhutani, PT Berdikari menunjuk mitra yang akan membuat pupuk urea tablet. Sebelum dilakukan perjanjian kerja sama, dilakukan pertemuan antara Direktur PT Berdikari dengan pimpinan Perhutani wilayah Jateng yang membicarakan penentuan harga pupuk dan fee atau cash back yang akan diminta kepada para rekanan.

Siti lalu ditugaskan untuk menindaklanjuti kerja sama antara PT Berdikari dan sejumlah perusahaan (vendor) yang akan menjadi rekanan dengan membahas fee atau cash back yang diminta senilai Rp350-450 juta.

Setelah pupuk dikirimkan kepada Perum Perhutani, PT Berdikari lalu membayar biaya produksi pupuk kepada para vendor. Akibat telah ada kesepakatan sebelumnya, masing-masing vendor mengirimkan fee atau cash back kepada rekening pribadi Siti, yang totalnya sebesar Rp2,2 miliar.

Atas putusan tersebut, baik Siti maupun Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir untuk melakukan banding atau tidak. OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya