Headline
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.
KISAH film Tanah Surga yang disutradarai Herwin Novianto tepat menggambarkan saat kita berkunjung ke Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Bagaimana tidak? Kehidupan warga yang tinggal wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia itu jauh dari arti 'merdeka', tak menggambarkan Indonesia yang sudah merdeka selama 71 tahun. Fasilitas infrastruktur dan sarana umum dari pemerintah Indonesia tak cukup menghidupi warga di daerah yang memiliki luas kurang lebih 506 kilometer persegi itu, mulai akses jalan, listrik, hingga kebutuhan pokok. Alhasil, negara tetangga, Malaysia, yang memiliki infrastruktur dan kebutuhan pokok lebih murah, dilirik.
Di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, kondisi itu tergambar. Saban hari, di pos perbatasan yang tengah dibangun itu, ratusan warga hilir mudik. Kebanyakan dari mereka ialah warga Entikong yang belanja kebutuhan pokok di Malaysia. Alasannya, harga di Malaysia jauh lebih murah. Nurdin, 45, warga Desa Nekan, Entikong, misalnya. Setiap dua hari ia menyeberang ke Tebedu, kawasan pintu masuk perbatasan Malaysia. Dia bersama istrinya rutin berbelanja, seperti minyak, gula, dan tabung gas di sebuah minimarket yang berjarak hanya 2 kilometer dari perbatasan Malaysia itu. "Ini bukan soal nasionalisme, ini soal perut," kata Nurdin, beberapa waktu lalu.
Nurdin mengaku rindu membeli produk Indonesia. Namun, tak ada pilihan lain lantaran sulitnya mendapatkan produk Indonesia. "Misalnya gas saya beli gas Petronas 14 kilogram bukan Pertamina. Harganya 27 ringgit atau sekitar Rp84 ribu. Bahkan, saya tidak pernah menikmati minyak goreng produksi Indonesia yang sering muncul di televisi," keluhnya. Bukan hanya untuk kebutuhan pribadi, warung-warung milik warga di Entikong pun menjual produk negeri jiran itu, mulai kebutuhan pokok hingga makanan dan minuman kemasan. "Bahkan listrik saja kami beli di sana Rp1.000 per Kwh," celetuk Nazar, 51 warga Entikong lainnya.
Kondisi itu tak terlepas dari infrastruktur dan sarana transportasi yang tidak mendukung. Untuk menuju Entikong, dari ibu kota Kalimantan Barat, Pontianak, dibutuhkan waktu 6 hingga 7 jam perjalanan darat. Kondisi jalan pun jauh dari kesan baik. Masih banyak ditemukan titik jalan rusak dan bergelombang. "Saya mah bisa setahun dua kali mungkin ke Pontianak," ujar Nazar. Pun demikian, Pemerintah Indonesia kini tengah kebut membangun wilayah perbatasan, termasuk di Entikong.
Dalam kunjungannya beberapa waktu lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo selaku Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengakui ruas jalan dari dan menuju Entikong akan diperlebar dan diperbaiki. Tak hanya itu, di PLBN Entikong juga akan dibangun pasar tematik. Pasar itu diharapkan bisa mendongkrak perekonomian warga Entikong. "Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika membangun menara BTS (base transceiver station) untuk mempermudah koneksi internet," ujar Tjahjo.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved