Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Anggota DPR Tolak Kenaikan Tunjangan

Nur Aivanni
16/9/2015 00:00
Anggota DPR Tolak Kenaikan Tunjangan
(Sumber: Surat Edaran Setjen DPR RI)

SEJUMLAH anggota DPR menentang kenaikan tunjangan ketua badan/komisi, wakil ketua, dan anggota dewan yang diterapkan tahun depan.

Alasan mereka, kenaikan tunjangan tersebut hanya akan mencederai perasaan rakyat di tengah kondisi perekonomian saat ini. Terlebih lagi mengingat masih rendahnya kinerja anggota parlemen.

Sebelumnya, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR mengusulkan kepada pemerintah agar menaikkan tunjangan para anggota dewan.

Dalam usulan BURT tersebut, tunjangan kehormatan ketua badan/komisi dinaikkan menjadi Rp11,150 juta dari Rp4,460 juta.

Untuk wakil ketua badan/komisi dari Rp4,3 juta menjadi Rp10,750 juta dan anggota badan/komisi dari Rp3,370 juta menjadi Rp9,3 juta.

Usulan kenaikan tunjangan bagi anggota DPR tersebut sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan untuk masuk RAPBN 2016 melalui Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015.

Anggota DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengakui tunjangan yang diterima anggota dewan saat ini sudah cukup.

"Saya berpendapat sebaiknya tunjangan anggota DPR jangan dinaikkan."

Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat juga sependapat kenaikan tunjangan belum waktunya jika kinerja dewan masih rendah.

"Kinerja rendah minta naik tunjangan. Hanya membuat gaduh."

Adapun anggota Banggar DPR dari Fraksi Partai NasDem Ahmad M Ali menilai tidak pantas dan tidak elok anggota DPR meminta kenaikan tunjangan di tengah perekonomian yang lesu dan minimnya prestasi.

"Saya akan membawa soal ini ke dalam rapat Banggar. Menginjak semester kedua, DPR beberapa kali mengajukan usulan mulai tujuh proyek pembangunan gedung baru DPR hingga dana aspirasi Rp20 miliar per anggota," kata Ahmad Ali.

Sekretaris Fraksi Hanura di DPR Dadang Rusdiana justru berharap kenaikan tunjang-an lebih berbasis kinerja.

"Karena lebih fair, ada pembeda anggota rajin dan aktif dengan yang tidak pernah hadir. Bisa saja setiap bulan nilai tunjangan berubah-ubah tergantung kinerja. Tunjangan sama rata sudah tidak relevan."

Anggaran konsumtif

Saat menanggapi hal yang mengusik rasa keadilan tersebut, peneliti dari Indonesia Budget Center Roy Salam menegaskan anggota DPR sepatutnya menahan diri dengan tidak meminta pemerintah menaikkan tunjangan mereka.

"Kami harap DPR mau mengoreksi kebijakan itu. Rakyat tidak memperoleh apa-apa. Di tengah terpuruknya rupiah mestinya anggaran negara digunakan untuk hal-hal produktif, bukan konsumtif. Menaikkan tunjangan DPR sama saja dengan menyerap anggaran untuk hal yang konsumtif," ujar Roy kepada Media Indonesia, kemarin.

Apalagi jika melihat kinerja legislasi anggota DPR yang memble.

Sejak masa sidang II 2015, parlemen periode 2014-2019 baru merampungkan dua undang-undang, yakni UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, serta UU tentang Pemerintah Daerah (Media Indonesia, 24/8).

Bahkan di masa sidang keempat DPR sama sekali tidak menghasilkan produk legislasi.

Terkait dengan fungsi legislasi, DPR telah menetapkan 37 RUU masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas sepanjang tahun ini.

Jumlah RUU itu terdiri atas 26 RUU usulan DPR, 10 RUU usulan pemerintah, dan 1 RUU usulan DPD.

(Nov/RO/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya