Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Kuda Tempur Lokal Rasa Asing Bergerilya

Golda Eksa/P-1
29/9/2016 06:30
Kuda Tempur Lokal Rasa Asing Bergerilya
(MI/Golda Eksa)

RATUSAN ekor kuda yang ditunggangi prajurit Detasemen Kava­leri Berkuda (Denkavkud) TNI-AD berlarian liar menyusuri lembah dan lereng bukit di kawasan Parompong, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (28/9).

Berbekal senjata api laras panjang, pedang, dan panji kesatuan, para prajurit mulai menyisir sejumlah titik yang diduga diduki musuh. “Dar... der... dor...,” suara tembakan menggema. Pasukan pun berpencar dan balas menyerang.

Pemadangan tersebut merupakan salah satu rangkaian pelatihan kuda tempur yang diselenggarakan Denkavkud. Satuan operasional yang berada di bawah kendali Pusat Kesenjataan Kavaleri Kodiklat TNI-AD itu mengemban tugas untuk melakukan patroli pengamanan yang tidak dibatasi jaring jalan alias gerilya.

Proses pelatihan 240 ekor kuda perang yang berada di atas lahan seluas 104 hektare itu tidaklah gampang. Dibutuhkan waktu panjang dan kesabaran agar kuda yang juga bagian dari alat utama sistem persenjataan (alutsista) itu bisa memahami perintah sang ‘komandan’.

Umumnya, kuda yang bakal dimanfaatkan sebagai armada tempur tersebut berasal dari ras khusus andalusia (Spanyol) dan ras baru thoroughbred yang merupakan hasil perkawinan silang kuda betina asal Inggris serta jantan dari Turki dan Arab.

“Di sini kebetulan hanya dua ras itu saja yang kami pelihara dan kembang biakkan dengan kuda lokal. Jenis andalusia atletis dan tinggi, sedangkan thoroughbred bentuknya sangat ringan dan memiliki stamina yang kuat, cocok untuk cross-country,” papar Komandan Denkavkud Mayor Kav Solikhin, di sela latihan.

Kuda yang dinyatakan siap dilatih hanya yang berusia minimal 3-4 tahun. Metode pelatihan pertama meliputi pengenalan area, menahan beban, cara berbaris, tiarap, dan menghindari api atau halang rintang.

Meskipun terbilang konvensional, menurut Solikhin, kuda tempur masih dibutuhkan. “Kuda bisa masuk daerah terjal dan jalan setapak yang tidak mungkin dilalui dengan kendaraan, khususnya untuk melakukan patroli mengamankan pemindahan batas wilayah,” timpal Kasubdis Penerangan Media Cetak pada Dinas Penerangan TNI-AD Kolonel Inf Benny Bintoro.

Satuan kavaleri berkuda dimulai sejak adanya kuda-kuda hasil rampasan perang kemerdekaan di era 1949-1950. Kala itu, bekas pasukan tentara Hindia Belanda KNIL menyerahkan 20 ekor kuda kepada militer Indonesia, hingga terbentuk Denkavkud. Satuan tersebut merupakan satu-satunya satuan yang mendidik kuda perang di Tanah Air.

Pasukan kuda tempur pernah diterjunkan untuk sejumlah tugas militer, seperti penum­pasan G-30-S/PKI di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jakarta, serta pemberontakan DI/TII di Jawa Barat.

Namun, kuda-kuda binaan Denkavkud tidak melulu untuk keperluan alutsista. Binatang tunggangan tersebut juga digunakan untuk tamu kenegaraan di Istana Negara. “Kami berpe­ran pula dalam melahirkan atlet berkuda skala nasional dan internasional,” ujar Solikhin. (Golda Eksa/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya