Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
RUMAH Sakit Reysa di Cikedung, Indramayu, Jawa Barat, milik Panitera Pengadilan Jakarta Utara Rohadi belum mengantongi izin operasional meski sudah beroperasi.
"Operasional itu kan sudah sejak lama. Pada Januari 2016 kami tegur karena memang sudah ada data pasien yang dilayani, itu kira-kira sudah beroperasi dua bulan dan izin mendirikan (rumah sakit) dan operasional belum keluar," kata Kepala Dinas Kesehatan Indramayu Dedi Rohendi seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta Selatan, Selasa (13/9).
Dedi diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan oleh Rohadi. KPK sudah menyita satu ambulans dari RS Reysa terkait perkara tersebut pada pekan lalu.
"Karena kami belum mengizinkan, keburu OTT (Operasi Tangkap Tangan). Ada beberapa persyaratan yang belum memenuhi seperti persyaratan admnistrasi, SDM (sumber daya manusia) yang belum, dari sarana prasarana juga ada yang belum memenuhi persyaratan itu misalnya ada ruang mayat, kamar laundry," tambah Dedi.
Menurut Dedi, izin mendirikan RS berada di Badan Penanaman Modal dan Perizinan, sedangkan izin operasional berada di dinas kesehatan.
"Jadi izin operasional itu diminta 15 September (2015), kami tidak rekomendasi karena tidak ada izin mendirikan RS, salah satunya syaratnya IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan lain-lain, waktu itu belum ada. Izin operasional syaratnya harus ada izin mendirikan RS. Per 15 September itu tidak ada, makanya kami jawab tidak bisa. Lalu muncul lagi permintaan izin dari sana 26 April (2016), yang minta direktur. Memang persyaratan sudah
ada, ada izin mendirikan maka kami kirim ke dinas provinsi. Namun saat itu yang meminta direksi, saya sampaikan jangan direksi, tapi lembaganya selanjutnya 28 April (2016) minta lagi izin operasional," ungkap Dedi.
Karena ketiadaan izin tersebut, Dedi juga sudah mengirimkan surat teguran kepada manajemen RS dan ditembuskan kepada bupati Indramayu.
"Pengawas undang-undang itu bukan dinas kesehatan. Pengawas undang-undang misalkan polisi, saya laporkan. Kebetulan ada di peraturan bupati, jadi tegurannya itu berbentuk teguran tertulis dari dinas kesehatan yang ditembuskan ke dinas perizinan, bupati, dan satpol PP, tapi belum ada tanggapan," jelas Dedi.
Istri Rohadi ialah pihak yang mengajukan izin mendirikan RS. "Dia (istri Rohadi) sebagai direksi, tapi bukan direksi RS, tapi direksi PT Reysa," ungkap Dedi.
RS Reysa itu berdiri di tanah seluas sekitar 3.000 meter persegi dengan pengadaan alat kesehatan senilai sekitar Rp2,4 miliar. Meski tidak punya izin, Dedi mengakui bahwa Indramayu masih membutuhkan RS.
"Kalau di Indramayu masih kekurangan RS. Butuh 1700 (tempat tidur). Jadi, RS dan puskesmas yang ada sekitar 700-an, masih kurang 1.000 dan bupati mendorong untuk berdirinya RS, tentunya izinnya yang benar. Kalau ada untuk publik saya pikir bagus, tidak ada masalah asal untuk pelayanan publiknya. Asal persyaratan dipenuhi," tegas Dedi.
Rohadi terjerat tiga kasus di KPK, pertama, ia didakwa menerima Rp50 juta untuk membantu mengurus penunjukkan majelis yang menyidangkan perkara artis Saipul Jamil dan menerima Rp250 juta bersama-sama dengan menerima Rp50 juta untuk membantu mengurus penunjukan majelis yang menyidangkan perkara Saipul Jamil untuk mempengaruhi putusan perkara Saipul Jamil yang ditangani Ifa. Kasus ini sudah diajukan ke pengadilan negeri Jakarta Pusat.
Kasus kedua, Rohadi disangkakan menerima gratifikasi untuk kasus yang tengah diproses di MA saat menjadi panitera pengganti di PN Jakarta Utara dan PN Bekasi dan ketiga Rohadi disangkakan sebagai tersangka pelaku pencucian uang. Dua kasus terakhir masih dalam tahap penyidikan di KPK. (OL-5)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved