Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
SISTEM multipartai di Indonesia saat ini dinilai mengganggu efektivitas pemerintahan yang menganut sistem presidensial. Meski tidak dikenal adanya pertanggungjawaban pihak eksekutif ke legislatif, hal itu tetap akan menghambat pengambilan kebijakan. Misalnya dalam pembuatan APBN.
Hal itu disampaikan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran Bagir Manan dalam Konferensi Hukum Tata Negara di Padang, Sumatra Barat, kemarin. “Sistem banyak partai umumnya menyebabkan pembahasan kebijakan berlangsung lama, cenderung tidak efisien,” kata Bagir.
Bahkan, dalam konteks parlemen di Indonesia menyebabkan banyak terjadi kompromi antara pemerintah dan parlemen dalam pengambilan keputusan. “Bahkan kerap terjadi keputusan hasil dagang sapi sehingga parlemen menjadi lembaga yang tidak efektif mewakili aspirasi rakyat,” ujar mantan Ketua Mahkamah Agung tersebut.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam acara yang sama menyampaikan pentingnya meneguhkan kedaulatan partai politik. Ia pun menyoroti mengenai sistem pemilu yang dianut saat ini banyak mendegradasi kedaulatan parpol. “Untuk jadi anggota DPR, di dapil Jakarta, misalnya, ada kawan saya habis Rp49 miliar. Ini ekses yang tidak bagus,” tuturnya.
Masih dari Padang, Universitas Andalas kemarin memberikan gelar doktor kehormatan bidang hukum pemerintahan daerah bagi Wapres Jusuf Kalla. Gelar itu diberikan Fakultas Hukum Unand, dan disematkan Rektor Unand Tafdil Husni. Gelar tersebut sesuai dengan yang dipersyaratkan Kemenristek Dikti serta melewati kajian mendalam dari tiga promotor yang berkecimpung di dunia hukum, yaitu Saldi Isra, Todung Mulya Lubis, dan Elwi Daniel. “Ya tentu senang dan bersyukur,” ujar Kalla seusai proses pemberian gelar tersebut. (Mad/YH/P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved