KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pengadaan citra satelit sangat penting bagi sebuah negara. Sayangnya proyek yang terkait hajat hidup orang banyak dan kelangsungan negara ini tak luput dari praktik rasuah.
Hal itu seperti terjadi pada pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) pada Badan Informasi dan Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Tahun 2015. Proyek yang menelan uang rakyat sebanyak Rp187 miliar ini digerogoti oleh tiga orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, Komisaris Utama PT Ametis Indogeo Prakarsa (AIP) Lissa Rukmi Utari, mantan Kepala BIG Priyadi Kardono dan eks Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Muchammad Muchlis.
"Pengadaan citra satelit sangat penting di sebuah negara untuk kepentingan tata ruang dan lingkungan di Indonesia. Foto citra satelit resolusi tinggi bisa menjadi dasar untuk penerbitan izin dan penegakan hukum terkait dengan pelanggaran tata ruang wilayah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam keterangannya di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/1).
Menurut Alex, sepatutnya pengadaannya dilakukan dengan penuh integritas dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Fungsi satelit itu sangat penting guna memastikan kesesuaian tata ruang yang berimbas untuk menjaga keseimbangan alam dan pembangunan.
"Salah satu dampak pelanggaran tata ruang wilayah adalah bencana alam seperti yang saat ini terjadi di mana-mana. Lahan yang seharusnya menjadi tangkapan air malah rusak akibat pertambangan dan permukiman," paparnya.
Ia mengatakan, foto citra satelit yang beresolusi tinggi bisa digunakan sebagai dasar perencanaan tata ruang wilayah. "Termasuk pertambangan dan permukiman bisa lebih mempertimbangkan kondisi lingkungan sehingga meminimalisir bencana alam," jelasnya.
Kontruksi korupsi satelit
Alex memaparkan pada 2015, BIG melaksanakan kerja sama dengan Lapan dalam pengadaan CSRT. Anggaran proyek ini tidak main-main karena menelan uang rakyat Indonesia hingga Rp187 miliar.
Lissa Rukmi Utari, mantan Kepala BIG Priyadi Kardono dan eks Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Muchammad Muchlis.
Sebelum proyek di mulai, tersangka Lissa Rukmi Utari diundang oleh Priyadi Kardono yang saat itu menjabat Kepala Badan Informasi Geospasial tahun 2014-2016 dan Muchammad Muchlis selaku Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) Lapan. "Tujuannya untuk membahas persiapan pengadaan CSRT," ujar Alex.
Pembahasan awal tentang pengadaan CSRT tersebut ditindaklanjuti melalui beberapa pertemuan diantaranya dengan bersepakat merekayasa penyusunan berbagai berbagai dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan CSRT dengan mengunci spesifikasinya.
Lissa diduga menerima penuh pembayaran atas pengadaan CSRT tersebut dengan aktif melakukan penagihan pembayaran tanpa dilengkapi berbagai dokumen sebagai persyaratan penagihan. "Barang-barang yang disuplay harganya pun telah di mark up sedemkian rupa dan tidak memenuhi spesifikasi sebagaimana yang di tentukan. Akibatnya proyek ini diduga telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp179,1 miliar," pungkasnya.
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan Lissa sebagai tersangka. Penetapan Lissa sebagai tersangka berkat bukti permulaan yang cukup yang diperoleh KPK dalam proses penyeledikan tuntasnya penyelidikan melalui pengumpulan informasi dan data.
Pada tahap penyidikan KPK telah memeriksa saksi sebanyak 46 orang berkaitan dengan Lissa. Ia diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan CSRT pada BIG bekerja sama dengan Lapan Tahun 2015.
Atas perbuatannya, Lissa disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lissa kemudian ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak 25 Januari 2021 sampai dengan 13 Februari 2021 di Rutan Polres Jakarta Selatan.
Sebagai pemenuhan protokol kesehatan dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 maka sebelumnya Lissa akan diisolasi mandiri di Rutan KPK Gedung Merah Putih KPK. Lissa menambah panjang daftar tersangka dalam kasus ini. Sebelumnya KPK menetapkan Priyadi Kardono dan Muchamad Muchlis sebagai tersangka. (OL-4)