Pemerintah belum Tegas soal Gedung DPR

STAF Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP menepis isu barter pembangunan perpustakaan DPR dengan RUU Pengampunan Pajak. "Tak ada maksud Presiden untuk barter. Tax amnesty itu untuk memperoleh tambahan pendapatan aset-aset milik orang di luar negeri yang tidak kena pajak. Tak ada kaitannya dengan pembangunan gedung DPR," ujar Johan, Senin (28/3).

Pemerintah menyakini RUU Pengampunan Pajak dapat menggenjot target penerimaan di sektor pajak tahun 2016 sebesar Rp1.360 triliun. Seperti diketahui, mengantisipasi defisit anggaran akibat molornya pembahasan RUU Pengampunan Pajak, pemerintah menyiapkan sejumlah skenario.

Jika tidak bisa mencari sumberpendapata baru, kebijakan yang diterapkan adalah pemotongan dan penghematan besar-besaran terhadap anggaran sejumlah kementerian dan lembaga, khususnya pada alokasi belanja program nonprioritas.

Salah satu dampaknya adalah kebijakan moratorium pembangunan gedung baru. Sikap pemerintah itu merupakan konsekuensi menutupi defisit anggaran berjalan. Defisit anggaran terjadi karena penerimaan pajak masih kurang R250 triliun dari target yang ditetapkan dalam APBN 2016.

DPR memang telah mendapat alokasi anggaran pembangunan gedung baru dalam APBN 2016 sebesar Rp570 miliar. Gedung baru itu direncanakan terdiri atas perpustakaan umum terbesar se-Asia Tenggara dan ruang kerja bagi anggota DPR dan tenaga ahli.

Sebelumnya, Ketua DPR Ade Komarudin Dewan Perwakilan Rakyat yakin pemerintah tetap menganggarkan pembangunan gedung parlemen baru demi menjamin kelancaran pembahasan RUU Pengampunan Pajak usulan pemerintah, April nanti.

Johan tak secara tegas mengatakan apakah moratorium pembangunan yang disampaikan Presiden Joko Widodo termasuk gedung DPR.

"Saya gak tahu apakah itu (Gedung DPR) masuk moratorium atau tidak. Tapi dalam ratas beberapa waktu lalu, yang dibahas adalah pembangunan d lingkungan pemerintah kementerian/lembaga," tandasnya.(OL-4)